Lutung Simpai, Surili Endemik Sumatra dan Kehidupannya di Alam Liar

Lutung Simpai, Surili Endemik Sumatra dan Kehidupannya di Alam Liar
info gambar utama

Berbagai spesies primata seperti monyet, orangutan, beruk, tarsius, dan siamang hidup di Indonesia dan menjadi satwa endemik yang tidak dapat ditemukan di negara lain. Kehidupan primata juga sangat penting bagi lingkungan sebab keberadannya dapat melengkapi siklus kehidupan ekosistem dari benih-benih pohon yang disebarkan.

Selain yang sudah disebutkan, di Indonesia juga terdapat primata surili dengan berbagai spesies, mulai dari surili Natuna, Surili Jawa, dan surili Sumatra.

Surili Sumatra oleh masyarakat lokal sering disebut lutung simpai, cha-cha, dan kera putih. Dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama mitred leaf monkey. Meski termasuk primata unik, begitu banyak ancaman bagi kehidupan lutung simpai, terutama menyoal hilangnya habitat. Penebangan hutan dan pembangunan mengakibatkan pasokan makanan berkurang, mengubah ekologi perilaku, dan membuat kelompok harus menyebar lebih luas untuk mencari makan.

Di tengah ancaman, bagaimana kehidupan lutung simpai saat ini?

Mengenal Musang Sulawesi yang Dijuluki Satwa Misterius

Mengenali lutung simpai endemik Sumatra

Lutung simpai (Presbytis melalophos) memiliki ciri fisik berupa jambul di kepala serupa mahkota, bagian mata dengan bulatan seperti cincin yang terkesan seperti kantung mata, memiliki alis tipis, tulang hidung menonjol, bibir kecil, dan warnanya bisa abu-abu, hitam, atau kecokelatan. Panjang tubuh jantan dan betina kurang lebih mirip, sekitar 45-49 cm dengan bobot antara 5-6 kg. Ciri lutung simpai lain adalah ekornya yang panjang, bahkan hingga satu setengah kali dari panjang tubuhnya.

Termasuk hewan diurnal, lutung simpai berkegiatan aktif pada siang hari. Ia juga merupakan satwa arboreal yang banyak menghabiskan hidupnya di atas pohon. Dengan tubuh ramping dan ekor panjang, primata ini dapat menjaga keseimbangannya. Tangannya yang panjang dengan jari yang kuat juga membantu mereka berayun dari satu pohon ke pohon lain di dalam hutan. Lutung simpai juga punya kaki yang cukup panjang sehingga memudahkan mereka dakam melompat dan berlari.

Lutung simpai merupakan satwa herbivora, 50 persen dari makanannya adalah buah-buahan dan sisanya bisa biji-bijian, kacang-kacangan, dan bunga. Mereka biasanya minum dari buah-buahan berair atau dari embun tanaman dan air hujan di lubang pohon.

Secara ekologis, lutung simpai sangat membantu dalam proses regeneras hutan. Mereka makan dari 197 spesies pepohonan berbeda dan menyebarkan biji-biji tumbuhan dari kotorannya yang telah melewati proses fermentasi bakteri pada ususnya.

Biasanya lutung simpai hidup berkelompok dan terdiri dari satu jantan dengan 5-7 betina. Ia disebut dewasa dan telah mencapai kematangan seksual pada usia 34-47 bulan pada jantan dan 35-60 bulan untuk betina. Lutung simpai berkembang biak sepanjang tahun dengan masa kehamilan rata-rata 155-226 hari. Untuk rentang hidupnya rata-rata bisa mencapai 16 tahun di penangkaran.

Lutung betina menentukan gerakan kelompok mereka dan mengembang tanggung jawab untuk pertemuan dengan kelompok lain. Namun, betina tidak terlibat konflik antar-kelompok.

Mambruk, Burung Dara Endemik Papua dengan Mahkota Terindah

Habitat dan persebaran lutung simpai

Lutung simpai | @feathercollector Shutterstock
info gambar

Lutung simpai hidup secara terbatas di Sumatra, mulai dari Sungai Rokan, Sungai Batanghari, Bukit Barisan, Sungai Musi, Gunung Tamalau, Pulau Pini, dan Taman Nasional Batang Gadis. Surili endemik ini menyukai habitat berupa hutan hujan tropis, perkebunan di dataran rendah hingga pegunungan dengan ketinggian 2.500 mdpl.

Populasinya kian menurun karena rusaknya habitat akbiat deforestasi dan alih fungsi lahan. Di alam sendiri, predator lutung simpai adalah raptor atau burung pemangsa dan ular piton. Selain itu, kehidupannya juga terancam oleh adanya perburuan untuk diperjualbelikan sebagai hewan peliharaan.

Sejak tahun 1999, lutung simpai terlah masuk dalam daftar hewan dilindungi oleh pemerintah Indonesia dan telah mendapatkan status terancam atau Endangered (EN) dari IUCN, serta masuk daftar daftar Appendix II CITES.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dian Afrillia lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dian Afrillia. Artikel ini dilengkapi fitur Wikipedia Preview, kerjasama Wikimedia Foundation dan Good News From Indonesia.

Terima kasih telah membaca sampai di sini