Srihadi Soedarsono Wafat, Sosok Maestro Seni Lukis dan Pencipta Logo ITB

Srihadi Soedarsono Wafat, Sosok Maestro Seni Lukis dan Pencipta Logo ITB
info gambar utama

Indonesia berduka setelah mendapat kabar meninggalnya seorang maestro seni lukis, Srihadi Soedarsono Adhikoesoemo, Sabtu (26/2). Dirinya juga merupakan Guru Besar Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung (ITB).

“Innaillahi wa inna ilaihi rajiun. Rektor, pimpinan, dan segenap keluarga besar ITB turut berduka cita atas berpulangnya Prof. Drs. KRH Tumenggung H Srihadi Soedarsono Adhikoesoemo, M.A,” tulis ITB melalui stories instagram resminya @itb1920.

Ucapan belasungkawa disampaikan juga oleh Duta Besar RI untuk Kazakhstan dan Tajikistan Fadjroel Rachman. Melalui cuitannya di akun twitter pribadinya, Fadjroel menyampaikan Srihadi meninggal dunia di kediamannya di Jalan Ciumbuleuit Nomor 173 Bandung.

Kami di Kazakhstan turut berduka cita atas wafatnya Maestro Seni Lukis Indonesia Prof Srihadi Soedarsono,” tulis Fadjroel.

Pelukis kelahiran 4 Desember 1931 itu disemayamkan di Aula Timur ITB dan akan disalatkan di Masjid Salman. Selanjutnya jenazahnya akan dimakamkan di Taman Makan Pahlawan Kalibata, Jakarta.

Meninggalnya Srihardi mengundang duka bagi duna seni. Seorang kolektor seni yang juga pemilik Galeri Apik Jakarta, Raden Rahmat Bastian mengenang Srihadi sebagai sosok yang luar biasa. Bahkan Rahmat mengoleksi sejumlah karya seni Srihadi.

WS Rendra, Ketika Si Burung Merak Berontak Melawan Tirani

Baginya dunia seni akan sangat kehilangan. Rahmat mengaku memiliki kenangan sendiri terhadap sosok almarhum. Selain itu karya-karya dari Srihadi diakuinya sangat unik, langka dalam goresan dan kombinasi warna pilihan.

“Terbukti, karyanya sering diburu kolektor-kolektor maupun art dealer kelas dunia, termasuk saat dilelang di Singapura, Hong Kong maupun New York,” kenang Rahmat yang dinukil dari Liputan6.

Yarno, pelukis dari Sumatra Selatan (Sumsel) juga punya penilaian sendiri terhadap karya Srihadi. Sebagai sesama seniman, Yarno selalu menjadikan Srihadi sebagai maestro panutan. Dirinya melihat karya Srihadi sangat kuat.

“Itu tidak terlepas dari pendirian senimannya yang sangat kuat berjalan di jalurnya,” kenangnya terhadap sosok almarhum.

Sosok Mestro Lukis

Dilansir dari Kompas, Srihadi Lahir di Solo. Dirinya lahir dari sebuah keluarga pelukis. Srihadi sering menyebut dirinya sebagai “anak yang tumbuh di luar rumah” Pasalnya sejak masa kanak-kanak, dia kerap berpetualang di dalam kepanduan.

Memasuki masa remaja, Srihadi ikut perjuangan bersenjata. Dia memulai karier sebagai artis otodidak yang menggambar poster perjuangan di Tentara Pelajar. Pada 1945 itu, dia juga menjadi anggota Balai Penerangan Tentara Divisi IV BKR/TKR/TNI.

“Sejak masih sangat belia saya sudah senang menggambar,” kenang Srihadi.

Kesenangan itu diakuinya karena terdorong pergaulan dengan para pelukis jempolan saat itu, seperti S.Sudjojono dan Hendra Gunawan. Dirinya kemudian bergabung dalam Seniman Indonesia Muda di Solo dan Yogyakarta pada 1947-1952.

Sejak awal berdiri tahun 1950, sebagai anggota aktif dalam pembentukan Himpunan Budaya Surakarta di Solo. Srihadi sering mengikuti pameran-pameran seni rupa di Solo dan Yogyakarta.

Eddy Soetriyono, Kurator Seni yang Setia Jadi Jembatan Seniman dengan Masyarakat

Karier militernya berakhir pada 1948 ketika terjadi rasionalisasi dengan pangkat sersan mayor. Srihadi lantas memilih bersekolah lagi di SMA II Surakarta, karena masih terlalu muda untuk menjadi prajurit.

Dia kemudian memasuki pendidikan seni di Balai Pendidikan Universiter Guru Gambar Fakultas Teknik Universitas Indonesia Bandung - sekarang Fakultas Seni Rupa ITB - pada 1952. Srihadi lalu lulus sebagai sarjana seni pada tahun 1959.

Setelah lulus, suami dari pelukis Farida Srihadi ini kemudian mengajar di ITB. Bahkan dirinya pula yang merancang logo kampusnya tersebut yaitu berupa gajah duduk yang kini populer. Pada 1962, dirinya belajar di Ohio State University dan mendapat gelar master of art.

Berkesenian ala Srihadi

Banyak pengamat menilai Srihadi memiliki karakter khusus yang membuatnya dikenal sebagai salah satu pelukis modern Indonesia. Karyanya disebut mengambil dari akar budaya dan sejarah Jawa.

Karya Srihadi awalnya dipengaruhi hasil pendidikan, geometris sintetik. Dia lalu mulai bereksperimen pada bentuk abstrak lewat tempelan potongan kertas dan spontanitas warna pada 1960.

Memasuki era 70 an, dia kemudian cenderung ke arah impresionis melalui cat air dan ekspresionis lewat cat minyak. Srihadi pun kerap memasukan beberapa unsur simbolis ke dalam lukisannya.

Karyanya sering muncul dalam bentuk simplifikasi dengan garis horizon kuat, ditambah beberapa lukisan dengan figur puitis yang terinspirasi ajaran Zen.

Sang istri yang juga akademisi seni rupa, menyebut suaminya tidak hanya mengajak untuk melihat, tetapi juga merasakan warna yang jadi unsur utama dalam karya.

“Penggunaan warna emas dalam lukisannya itu menunjukkan kejayaan dan kemakmuran sebuah era,” ucap Farida.

Menurut kritikus Jim Supangkat, Srihadi merupakan sosok pelukis yang kepekaannya berkembang dengan meneruskaan Sudjojono dan Hendra Gunawan. Tetapi dengan imbuhan yang sangat penting yaitu aspek meditatifnya.

Coretan Mural, Cara Seniman Suarakan Kemerdekaan hingga Curhatan

Dirinya menggambarkan kondisi dinamik yang tertahan, seperti pada lukisan penari-penari Legong Bali. Penerima Anugerah Seni RI (1971) dan penghargaan dari berbagai badan kebudayaan dalam dan luar negeri ini memang terkesan kalem tetapi menyimpan daya hidup yang besar.

Hal ini tidak lepas dari karakternya yang sering merenung seiring kedekatannya dengan berbagai macam olahraga seperti thai chi dan tentu saja olah pikir dan rasa tentang semesta.

Mengenai rasa memang dianggap sebagai kata kunci yang mendasari karya-karya Srihadi. Meskipun puluhan tahun mengolah rasa, dirinya mengaku tetap kesulitan untuk memaparkannya dalam kata-kata.

Roso mendampingi hampir semua karya saya. Karya yang diekspresikan dari naluri yang keluar dari kalbu hati. Semacam innerfelling yang keluar secara spontan,” ucapnya saat pembukaan Pameran Tunggal Srihadi Soedarsono 70 Tahun Rentang Kembara Roso pada 2016 silam yang disadur dari Suara.com.

Roso menurut Srihadi bukan hanya sekedar rasa yang bisa dicecap dengan indera manusia, Tetapi merupakan hasil percakapan antara suara hati dan pikiran alam sekitar. Roso ini sudah melampaui perkara teknis maupun mekanistik dalam praktik seni rupa.

Selain mengajar di ITB, Srihadi juga pernah mengajar di IKJ-LPKJ pada 1970-1978. Dia mendapat gelar Kanjeng Raden Haryo Tumenggung dari Keraton Surakarta dan imbuhan nama Adhikoesoemo pada 1996.

Sebagai seorang pelukis senior, Srihadi sempat memperoleh sejumlah penghargaan antara lain, Anugerah Seni dari pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1971, Cultural Awards dari Pemerintah Australia pada tahun 1973, hadiah terbaik di ajang Biennale Jakarta III Seni Lukis Indonesia pada tahun 1978, hingga Fulbright Grant dari Pemerintah Amerika Serikat pada tahun 1980.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini