Kisah Rimba Malang, Kota yang Berada di Tengah Alam Liar

Kisah Rimba Malang, Kota yang Berada di Tengah Alam Liar
info gambar utama

Malang merupakan kawasan yang berada di bagian timur Pulau Jawa. Pada masa kini Malang menjadi kota kedua terbesar di Jawa Timur (Jatim), setelah Surabaya yang berstatus ibu kota provinsi.

Pada perkembangan sejarahnya kota Malang telah melewati masa pasang surut dari pusat kerajaan otonom, misalnya pada masa Kerajaan Singosari, kemudian menjadi bawahan Kerajaan Majapahit, dan Mataram.

Pada masa kolonial hingga kemerdekaan, Malang lantas diintergrasikan sebagai bagian dari Provinsi Jatim. Pada masa kolonial, Malang menjadi bagian (afdeeling) dan Keresidenan Pasuruan, dan mencangkup lebih dari dua pertiga bagian dari keresidenan Pasuruan.

Berada di ketinggian antara 440-667 meter di atas permukaan laut, kawasan Malang memiliki topografi yang sangat beragam. Bagian utara, barat, timur, dan tenggara, kawasan yang merupakan daerah berbukit dengan kesuburan tanah yang tinggi.

Kawasan tenggara terdiri dari tanah kapur yang bercampur dengan abu vulkanik dari gunung berapi aktif yaitu Gunung Semeru. Kawasan Malang bagian barat membentuk sebuah daratan yang menjadi aliran Sungai Brantas dan Sungai Metro.

Museum Mpu Purwa Simpan Peninggalan Kuno dari 5 Kerajaan Sekaligus

Sebagian besar kawasan di bagian timur dan selatan merupakan lahan kering sehingga banyak mengandalkan pasokan air tadah hujan. Sebelum dibangun jalan raya pos pada tahun 1845, Malang masih merupakan kawasan frontier (potensi sumber daya lingkungan yang kaya).

Arthur van Schalk dalam Malang: Beeld van een Stad menyebut Malang sebagai kota di tengah alam liar, hal ini karena melihat kondisi lingkungan yang masih didominasi dengan alam dan sedikit penduduk yang bermukim.

Malang merujuk pada wilayah yang mencangkup Kabupaten Malang dengan batas ujung utara di Distrik Lawang. Dalam gambaran Residen Malang H.J Domis pada tahun 1830, Lawang merupakan distrik yang berjarak 1,5 meter dari pusat Kabupaten Malang.

“Jalan menuju kawasan itu dilukiskan sebagai jalan yang lebar, dengan tanah yang sudah diolah disekitarnya dan dihiasi dengan pohon-pohon kopi,”

Pada pusat kota terdapat Sungai Brantas yang indah, terdapat juga pesanggrahan dan blok-blok rumah, lapangan persegi empat dan pohon beringin di tengahnya, dihiasi dengan rumah bupati, Asisten Residen Wierehold dan Hofland.

Sedangkan wilayah Gondanglegi yang terbentang hingga ke laut masih didominasi tanah berbatu kapur dan tidak berpenduduk. Terdapat barisan pegunungan panjang Lodong yang membentang hingga Mahameru (Semeru), seluruhnya belum berpenghuni dan masih sangat alami.

Malang sebagai kota rimba

Franz Wilhelm Junghuhn pada catatan perjalanannya mengunjungi kawasan Malang pada tahun 1844 menyebutkan bahwa di jalan antara Pasuruan, Lawang, Malang hingga Lumajang masih dikelilingi hutan rimba, dan terdapat banyak hewan buas.

“Hanya ada beberapa perkebunan yang telah dikelola oleh orang Belanda. Penyebutan Kota Malang sebagai “desa yang ramai”, kemungkinan ini bersumber dari perbedaan pemahaman tentang kota antara orang Eropa dan orang Jawa,” tulis Ariyana Abubakar dan kawan-kawan dalam buku Dari Rimba Menjadi Kota: Bank Indonesia Dalam Revolusi Malang Raya.

Junghun menggambarkan di Malang selain ada tempat tinggal Asisten Residen (di sisi selatan) dan orang-orang Bupati (di sisi timur), terdapat juga tempat orang Jawa dan Eropa yang berdekatan satu sama lain.

Dari pesanggrahan, kata Junghuhn, butuh waktu setengah jam untuk mencapai tempat ini dengan berjalan kaki. Lokasi sekitar masih dipenuhi dengan dedaunan yang teduh dan keteduhan ini berasal dari beragam pohon yang rindang.

Pohon kelapa hijau tua, yang menjulang tinggi di antara pohon-pohon yang lain mengesankan sebuah citra desa Jawa. Tersembunyi di balik bayang-bayang yang hampir abadi, di sana-sini, di antara batang-batang pohon buah, warna cokelat kekuningan yang memikat mata.”

Mirip Nasi Campur, dari Mana Nasi Buk Berasal?

Dicatat oleh Junghuhn, di lokasi sekitar alun-alun masih didominasi vegetasi berupa pohon beringin, pisang, dan kelapa. Batas antara kampung satu dengan yang lain masih berupa anak sungai kecil.

Dominasi pepohonan ini menurut Ariyana merupakan gambaran bahwa pada tahun 1844, jalur yang dilalui orang sebagai sarana mobilitas merupakan jalan yang luas dan terpelihara dengan baik.

Orientasi jalan pada waktu itu umumnya adalah selatan-tenggara dan melalui daerah yang benar-benar datar dengan permukaanya hampir tidak memiliki perbedaan tinggi yang ekstrem selain hamparan cekung dan beberapa aliran yang memotongnya.

Makin jauh dari tepi sungai, warna tanah yang awalnya berwarna cokelat lembek, dan kaya humus berubah menjadi tanah berpasir halus. Selain itu, makin jarang dijumpai ladang yang ditanami.

Catatan perjalanan Junghuhn ini menunjukkan bahwa lahan perkebunan yang ada di Afdeeling Malang masih terbatas di wilayah utara, tengah, barat, sedangkan daerah selatan-tenggara masih berupa frontier.

Kontur tanah di Malang berubah setelah melewati kawasan Sungai Lesti di Sumber Manjing. Hal ini berpengaruh terhadap vegetasi yang terdapat pada kawasan tersebut, pola permukiman lebih jarang dibandingkan wilayah di sebelah utara.

Beragam fauna dan flora di Malang

Malang memiliki suhu udara yang sangat bervariasi dan tergantung pada posisi tempat. Memiliki dominasi suhu yang sejuk, rata-rata suhu di kawasan ini adalah 24 derajat celcius dengan curah hujan yang mencapai 2.799 mm per tahun.

Kondisi cuaca di wilayah Malang juga dapat ditemukan dalam laporan yang dibuat Residen Domis. Malang secara umum digambarkan sebagai wilayah yang mengalami perbedaan suhu siang dan malam yang cukup tajam.

Pada musim hujan. pegunungan biasanya tampak cerah, dan ketika gunung-gunung ini tertutup awan, maka itu tanda akan turun hujan. Di sisi lain, pada musim kering, Gunung Arjuna dan Tengger tidak terlihat.

Ditulis Domis, pada malam hari suhu akan sangat dingin dan panas di siang hari. Pada pagi hari, angin lebih segar dan sehat. Pada siang hari mulai hujan yang biasanya berlanjut hingga malam hari.

Tidak ada badai di wilayah ini, namun sesekali terjadi. Hembusan angin kencang dari barat laut kadang-kadang menyerang tempat tinggal dan juga banjir yang disebabkan oleh hujan lebat, yang kemudian merusak jembatan, dan jalan, tetapi ini tidak sering terjadi.

Kondisi topografi dengan elemen pegunungan yang dominan juga mengindikasikan lanskap hutan yang luas terdapat di kawasan Malang. Hutan yang menutupi kawasan Malang secara umum termasuk tipe hutan hujan tropis dengan salah satu cirinya hijau sepanjang tahun.

Beraneka ragam jenis tanaman menyusun vegetasi hutan di kawasan Malang. Bedasarkan laporan Thomas Stamford Raffles, hutan di kanan-kiri jalan dari arah Pasuruan menuju ke Lawang banyak didominasi pohon beringin, sedangkan tidak jauh dari puing-puing Singosari terdapat juga area hutan jati.

Mempelajari Susu Sambil Mengunjungi Replika Negara Belanda

Data tahun 1815 dari Raffles menyebutkan bahwa area hutan jati di Malang mencapai luas 275 jung (satuan ukuran tanah pada era feodal), sementara hutan lainnya (non-jati) meliputi area seluas 701 jung. Sebagai bagian dari hutan hujan tropis, dapat dipastikan bahwa banyak jenis tanaman yang membentuk vegitasi hutan kawasan Malang.

Misalnya dalam laporan Bisschop Grevelink, disebutkan sejumlah tanaman, antara lain glogo, lontar, gebang, kelapa, rotan, bambu, waru, gayam, nibong, jati ambalo, kesumba, asam, sonokeling, sonokembang, surin, dan lain-lain.

Sedangkan tanaman buah yang lazim dijumpai seperti pisang, durian, langsep, manggis, dan mangga. Empat jenis jambu, rambutan, salak, belimbing, sawo, delima, semangka, nangka, serikaya, kledong, mundu, jeruk, dan lain-lain.

Di kawasan hutan Malang juga terdapat beragam fauna, seperti dilaporkan oleh Junghuhn yang melaporkan di jalan antara Pasuruan, Lawang, Malang, hingga Lumajang masih ditemui binatang buas, seperti harimau, macan kumbang, kucing liar, dan anjing ajag.

“Keberadaan hutan di kawasan Malang menjamin berfungsinya tata hidrologis. Dari hasil tangkapan air yang turun pada musim hujan, hutan menyediakan sumber air melimpah yang mengalir sepanjang tahun melalui sungai-sungai dan kemudian mengairi lahan-lahan pertanian,” jelas Ariyana.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini