Pemanfaatan Tumbuhan Obat bagi Masyarakat Tengger untuk Kesehatan

Pemanfaatan Tumbuhan Obat bagi Masyarakat Tengger untuk Kesehatan
info gambar utama

Indonesia kaya akan budaya dan suku bangsa yang terbiasa memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari bergantung pada sumber daya alam yang terdapat di sekitarnya. Suku bangsa ini memanfaatkan berbagai spesies tumbuhan untuk memelihara kesehatan dan pengobatan.

Ketersedian tanaman di Indonesia sangat melimpah di mana dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, salah satunya yaitu tanaman etnobotani.

Etnobotani merupakan ilmu yang menjelaskan pemanfaatan dan pengelolaan tanaman tradisional oleh masyarakat terhadap lingkungan sekitar. Etnobotani juga mempelajari hubungan manusia dengan lingkungannya yang menyediakan sumber daya yang melimpah.

Masyarakat di Indonesia yang memanfaatkan tanaman etnobotani salah satunya yaitu masyarakat Tengger. Masyarakat Tengger sangat taat kepada adat dan budaya yang diwariskan oleh leluhur.

Masyarakat Tengger dalam pemanfaatan tanaman etnobotani beraneka ragam penggunaannya antara lain digunakan untuk obat herbal dan ritual upacara adat. Tanaman ini biasa tumbuh di hutan, di mana masyarakat sangat bergantung kepada alam.

Melihat Bingkai Toleransi dari Pemakaman Ngadas di Lereng Gunung Bromo

“Mereka beranggapan bahwa semua sumber daya yang ada di hutan merupakan anugerah Sang Hyang Widhi untuk dimanfaatkan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya terutama sebagai obat herbal dan upacara adat,” tulis Anggita Anugra Sari dan Yuli Haryati dalam jurnal berjudul Pemanfaatan Etnobotani Masyarakat Tengger untuk Obat Herbal dan Upacara Adat.

B Sudardi dalam Konsep Pengobatan Tradisional Menurut Primbon Jawa Humaniora menyebutkan pengobatan tradisional di Indonesia sudah dilakukan sejak zaman dahulu. Hal ini terbukti dengan adanya Serat Centhini dalam Primbon Jawa.

Primbon Jawa mengungkapkan bahwa masyarakat Suku Tengger melakukan berbagai penggunaan tumbuhan sebagai penyembuhan penyakit. Salah satu contohnya adalah ketika ada orang yang sakit atau akan melahirkan maka pangulu mengobati dengan menggunakan air suci dari Gunung Bromo.

Suku Tengger masuk dalam kawasan pegunungan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) yang ditetapkan menjadi kawasan taman nasional sejak Oktober 1982. Kawasan konservasi tersebut memiliki keragaman hayati yang cukup tinggi.

Karakter vegetasi ini khas dataran tinggi basah seperti edelweis (Anaphalis javanica), cemara gunung (Casuarina junghuhniana), dan adas (Foeniculum vulgare). Demikian juga tumbuhan obat langka seperti sintok (Cinnamomum sintoc), purwaceng (Pimpinella pruatjan), pronojiwo (Euchresta horsfieldii), dan pulosari (Alyxia reinwardtii).

Tanaman obat dari Tengger

Keadaan alam dan keragaman hayati yang bervariasi menyebabkan penggunaan tumbuhan obat sangat tinggi di masyarakat Suku Tengger. Setiadi J Bastoro dan kawan-kawan dalam jurnal berjudul Pengetahuan Tentang Tumbuhan Masyarakat Tengger di Bromo Tengger Semeru Jawa Tengah menyebutkan ada 118 jenis tumbuhan potensial yang bisa digunakan untuk menyembuhkan 60 jenis gejala penyakit di masyarakat Tengger.

Seperti dringu (Acorus Calamus) yang digunakan sebagai obat asma dan batuk, adas (Foeniculum vulgare) sebagai obat panas dan nyeri, bawang putih (Allium sativum), untuk obat panas, masuk angin, dan perut kembung. air kuncup kecubung gunung (Brugmansia candida) untuk obat sakit mata, jambu wer (Prunus persica) untuk obat diare.

Y.I Ningsih dalam Studi Etnofarmasi penggunaan tumbuhan obat oleh Suku Tengger di Kabupaten Lumajang dan Malang Jawa Timur mengkategorikan penyakit yang bisa disembuhkan antara lain, penyakit mata,pencernaan, pernapasan, saluran urin, gangguan syaraf, infeksi, tulang dan sendi.

“Penyakit infeksi yang sering ada dan dapat diobati dari resep tradisional masyarakat Suku Tengger di antaranya, penyakit batuk, diare, bisul, sariawan, sipilis, dan tipes,” tulisnya.

Suku Tengger juga masih menjaga resep obat-obatan tradisional ini secara turun temurun. Di dalamnya terdapat berbagai jenis tumbuhan dan beberapa jenis hewan serta bahan mineral.

Ritual Air Suci di Mata Air Wendit Oleh Warga Suku Tengger

Tumbuhan, hewan, serta bahan mineral yang digunakan untuk resep obat tradisional dalam bentuk tunggal atau campuran dengan jenis lainnya (ramuan). Secara tunggal biasanya untuk penyakit yang bersifat ringan, misalnya pada luka yang diobati dengan getah pisang.

Sementara itu mereka juga menggunakan campuran beberapa tumbuhan untuk mengobati penyakit kompilasi seperti panas, batuk, pusing. Di antaranya menggunakan buah adas, akar lempuyang, akar tepung otot, kulit keningar, mrica, pule.

“Semua bahan ditumbuk menjadi satu kemudian direbus. Setelah direbus sampai mendidih, kemudian disaring dengan kain yang bersih. Hasil saringan yang digunakan untuk pengobatan tradisional dengan aturan pemakaiannya yaitu sehari dua sampai tiga kali atau satu sendok makan,” tulis Yaya Sulthon Aziz dalam jurnal medis berjudul Tumbuhan Antimikroba yang Digunakan Masyarakat Suku Tengger.

Ganjan yang di wilayah Tengger tumbuh liar seperti rumput juga digunakan sebagai obat mimisan. Penggunaannya juga sangat sederhana. Daun ganjan diremas-remas kemudian disumbatkan ke lubang hidung yang keluar darah.

Berdasarkan banyaknya tumbuhan obat yang telah digunakan masyarakat Suku Tengger serta rentannya resistensi antibiotik. Tentunya diperlukan pengembangan obat baru yang bersumber dari bahan alam.

Tanaman obat yang lestari

Yaya menyebut jenis-jenis tumbuhan yang digunakan dalam sistem pengobatan pada umumnya adalah tumbuhan yang tumbuh di pekarangan dan dikembangkan dengan teknik budidaya sederhana (asal tanam).

Sedangkan bahan obat hewan dan bahan mineral alam didapatkan Suku Tengger jika memerlukan dan didapatkan di sekitar kawasan Tengger. Selain itu, ada beberapa jenis tumbuhan, hewan, dan bahan mineral yang diambil langsung dari hutan sekitar wilayah Tengger.

Suku Tengger, jelas Yaya, mengambil tumbuhan, hewan, dan bahan mineral alam sebagai obat dalam jumlah kecil, sehingga penyusutan dari tumbuhan obat di wilayah Tengger relatif rendah.

Namun sekarang keadaan wilayah Tengger yang kini banyak digunakan sebagai kawasan ladang produktif untuk tanaman sayur-sayuran, menyebabkan beberapa tumbuhan obat menjadi langka.

“Seperti jamur impes yang tidak tahan terhadap bahan-bahan kimia untuk penanaman sayur, selain itu juga keong mas yang berada di sekitar aliran sungai yang keberadaannya sudah hampir tidak ada,” ucapnya.

Belajar Toleransi dari Suku Tengger

Karena itu Yaya mendorong adanya kesadaran dari semua pihak untuk melestarikan tumbuhan atau hewan yang bisa digunakan oleh Suku Tengger sebagai resep pengobatan tradisional.

Selain tanaman, resep obat yang digunakan oleh Suku Tengger diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi seiring dengan pewarisan budaya Suku Tengger. Namun pola pewarisan ini sangat terbatas pada usia rata-rata 45 tahun ke atas.

“Dikhawatirkan ada kecenderungan terjadinya pengikisan pengetahuan pengobatan tradisional pada Suku Tengger,” ungkap Yaya.

Kini masyarakat Tengger memang lebih banyak memanfaatkan tanaman etnobotani untuk keperluan upacara adat. Tanaman etnobotani berfungsi sebagai sesajen dalam melaksanakan ritual upacara adat.

Berbagai tanaman yang ditetapkan sebagai sesajen sudah menjadi sesuatu yang harus terpenuhi dan dilakukan secara turun temurun yang merupakan warisan dari para leluhur terdahulu.

Namun untuk pemanfaatan tanaman etnobotani sebagai obat herbal justru sedikit. Hal tersebut dapat terjadi karena sudah tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat saat ini. Kini mereka lebih menggunakan obat kimia untuk penyembuhan.

Bagi masyarakat Tengger, penggunaan obat herbal penyembuhannya relatif lebih lambat. Masyarakat Tengger jika sedang sakit lebih mengutamakan untuk menggunakan alternatif yang lebih cepat walaupun mereka harus mengeluarkan biaya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini