Cengkih, Tanaman Emas Nusantara yang Menghangatkan Eropa

Cengkih, Tanaman Emas Nusantara yang Menghangatkan Eropa
info gambar utama

Pramoedya Ananta Toer pernah menulis dalam resensinya mengenai Max Havelaar, or the Coffee Auctions of the Dutch Trading Company karya Multatuli. Ketika itu, Pram menyebut penyebab kolonisasi oleh orang Eropa di Indonesia karena adanya pulau-pulau penghasil rempah.

Pernyataan Pram, bukan tanpa dasar. Selama berabad-abad, cengkih dan pala, dua tanaman indigenous Indonesia, merupakan jenis rempah-rempah favorit yang diburu dunia. Kesohoran cengkih dan pala mendorong para penjelajah Eropa untuk mencari asal-usulnya.

“Adalah cengkih (syzygium aromaticum) pula yang telah mendatangkan kekayaan luar biasa bagi VOC dan Negeri Belanda, setelah bala tentaranya mengusir Portugis dari bumi Nusantara,” tulis Abhisam DM dalam buku Membunuh Indonesia.

Menurut Abhisam, kendati belum ada kesepakatan dari para ahli botani mengenai asal muasal tanaman ini, seorang saudagar Venesia bernama Nicolo Conti mengatakan bahwa cengkih berasal dari Banda.

Pernyataan ini, kata Abhisam, didukung oleh banyak ahli yang mengatakan bahwa tanaman rempah serupa paku ini berasal dari gugusan Pulau Ternate, Tidore, Roti, Makian, dan Bacan di Kepulauan Maluku. Sedangkan pohon cengkih tertua, konon, ditemukan di Pulau Ternate.

Begitu leburnya tanaman ini dalam keseharian masyarakat Maluku, mereka bahkan mempunyai ritual tradisi yang terkait dengan cengkih. Orang Maluku, dalam tulisannya, biasa menanam cengkih untuk menandai kelahiran anak.

Hikayat Pohon Afo, Awal Mula Penyebaran Cengkih dari Maluku hingga Afrika

Orang Maluku juga merawat baik-baik pohon cengkih. Pasalnya ada kepercayaan tentang pertalian psikologis antara pohon cengkih dengan sang anak. Hingga abad kedelapan belas, Maluku memang menjadi penghasil cengkih terbesar di dunia.

Sejak ribuan tahun sebelum Masehi, ada yang mengatakan rempah-rempah purbakala ini telah dikenal, bahkan dihargai cukup mahal sejak zaman Romawi Kuno. Albert Kusen dalam buku Cengkih di Mata Orang-orang Minahasa mengisahkan kejayaan para petani cengkih.

“Petani cengkih yang tersebar di sebagian besar wilayah pertanian Minahasa, seperti di Kecamatan Sonder dan wilayah Tondano Pante, pernah menikmati kekayaan sebagai penduduk Indonesia dengan pendapatan per kapita tertinggi, bahkan sampai menyamai Swiss, negeri terkaya di Eropa,” ujarnya.

Meski mahal, cengkih menjadi komoditas yang paling dicari di Eropa karena khasiat dan kegunaannya. Di Barat (Eropa dan Amerika), cengkih digunakan untuk mengawetkan bahan makanan dan campuran masakan sehingga bisa menghangatkan tubuh.

Sedangkan untuk masyarakat Timur, lebih mengingat cengkih sebagai tanaman obat. Biji cengkih dikembangkan sebagai terapi bagi penyakit jantung yang oleh masyarakat Barat dianggap sebagai penyebab kematian terbesar.

Perang untuk cengkih

Dalam catatan Abhisam, karena cengkih dan pala, selama tiga masa jabatan gubernur jenderal VOC yang pertama yakni Pieter Both (1610 - 1614), Gerard Reynst (1614 - 1615) dan Drr Laurens Reael (1615 - 1619), pusat kegiatannya dilakukan di Ternate.

Pemilihan Ternate didasarkan pada pertembangan kedudukan strategis Maluku ketika itu, seagai sentra perniagaan rempah-rempah, dan Ternate sebagai kerajaan Maluku pertama yang memberikan hak monopoli perdagangan rempah-rempah kepada VOC.

Hak ini diberikan sebagai tukar guling atas bantuan VOC memerangi Spanyol di Maluku, dan disepakati dalam perjanjian antara Laksamana Matelief di Jonge mewakili VOC dengan Kesultanan Ternate, 29 Maret 1607.

Tetapi menurut Abhisam, hingga paruh pertama abad ke 17, usaha memaksakan monopoli atas produksi pala, bunga pala, dan cengkih belum bisa dikatakan berhasil. Bahkan ketika itu muncul persekutuan lokal untuk menentang VOC.

Persekutuan anti VOC ini dipimpin oleh Kakiali, seorang Hitu beragama Islam (salah seorang murid Sunan Giri di Jawa). Sejak tahun 1633, dia menggantikan ayahnya menjadi Kapitan Hitu, memimpin perlawanan melawan VOC.

Sejak 1634, akibat dihancurkannya perkebunan oleh rakyat, peperangan terus terjadi antara VOC dengan persekutuan ini. Pertempuran baru berhenti pada Juli 1646, setelah Tulukabessy, pemimpin terakhir perlawanan ini dihukum mati di Ambon.

Produksi Cengkeh Indonesia Diperkirakan Membaik Tahun Ini

Namun, berakhirnya perang ini tidak berarti fajar bagi kolonialis Belanda. Orang Makassar dan Ternate masih tetap giat berdagang rempah dengan melanggar VOC. Mereka lalu meminta raja Ternate, Mandarsyah yang sudah jatuh guna menandatangani perjanjian pelarangan pohon cengkih di semua tempat, kecuali Ambon.

“Ambon mampu menghasilkan cengkih dalam jumlah yang lebih banyak daripada yang dibutuhkan untuk konsumsi seluruh dunia, sehingga VOC bukanlah semata-mata untuk memonopoli, melainkan juga membinasakan tanaman cengkih di tempat-tempat lain,” jelasnya.

Pada 18 November 1667, VOC berhasil memaksa Sultan Hasanudin menandatangani Perjanjian Bongaya. Keruntuhan Gowa ini melepaskan kekuasaan Makassar atas Minahasa, Butung, dan Sumbawa.

Setelah tunduknya Sulawesi Selatan (Sulsel) dan sekitarnya kepada VOC, dapat dikatakan hampir tidak ada lagi kekuatan besar yang mengancam monopoli rempah-rempah oleh VOC di wilayah Indonesia Timur.

Tanaman rempah-rempah yang tidak dapat diawasi oleh VOC telah ditebangi, dan tujuan VOC untuk memonopoli rempah-rempah Maluku hampir tercapai. Karena itulah dilakukan extirpartie secara besar-besaran, guna menjaga harga rempah-rempah tetap tinggi.

Tanam paksa dan monopoli cengkih

Lain di Jawa, lain di Minahasa, berbeda juga kisah cengkih di Ambon-Lease. Di bawah monopoli pemerintah Hindia Belanda, penanaman cengkih yang sejak abad 16 disukai oleh masyarakat berubah menjadi kegiatan yang memberatkan.

Hal ini semenjak penanaman paksa dan monopoli cengkih yang diterapkan di abad 17, di daerah Ambon, Saparua, Haruku, dan Nusalaut yang ditetapkan oleh pemerintah Hindia Belanda sebagai wilayah wajib menanam cengkih.

Sejak diterapkannya sistem tanam paksa dan monopoli cengkih di Ambon-Lease, penduduk setempat harus memenuhi berbagai peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah Hindia Belanda.

“Salah satu tujuannya bahwa setiap keluarga diwajibkan menanam 40 pohon cengkih di kebun dan dianjurkan menanam tidak lebih dari 50 pohon di dusun cengkih. Penduduk juga diharuskan menyerahkan seluruh hasil panen cengkih mereka kepada pemerintah Hindia Belanda dengan harga yang sudah ditentukan,” beber Abhisam.

Memasuki abad 19, harga cengkih dari Ambon-Lease di pasaran Eropa mengalami fluktuasi dan kemudian bahkan merosot tajam. Menurut Abhisam, hadirnya cengkih Zanzibar yang kemudian mendominasi pasaran Eropa ternyata menjadi pesaing berat.

Kondisi ini menyebabkan adanya rencana untuk menghapus sistem tanam paksa dan monopoli cengkih. Rencana penghapusan kedua sistem ini sebenarnya sudah dibahas cukup lama, yakni sejak masa pemerintahan Gubernur Maluku C.F Goldman 1850 - 1860.

Rempah Indonesia: Inilah Riwayatnya yang Mengubah Dunia

Monopoli dan tanam paksa cengkih di Ambon-Lease berakhir tahun 1863. Tetapi sampai dengan tahun 1868, pemerintah Hindia Belanda masih bersedia membeli cengkih hasil produksi Ambon-Lease dengan harga 24 per sen.

Karena penghapusan sistem tanam paksa cengkih, penduduk yang belum tahu apa yang akan mereka kerjakan banyak mengabaikan perawatan dan pengembangan tanaman cengkih. Bahkan di beberapa residen diberitakan bahwa penduduk menebangi pohon cengkih.

Dari catatan Abhisam, himbauan pemerintah Hindia Belanda agar penduduk tidak meninggalkan pohon cengkih diabaikan begitu saja. Semenjak tidak ada tanam paksa, jumlahnya terus berkurang dari 442.023 menjadi 279.000 pada 1878.

Baru ketika harga cengkih di pasaran mulai menunjukan tanda-tanda kembali dan meningkat. penduduk mulai kembali menanam tanaman cengkih. Pada tahun 1886, 23 tahun ketika tanam paksa dihapuskan, tanaman cengkih di Ambon-Lease hanya 13.000.

Sementara itu pada tahun 1888 jumlahnya terus bertambah menjadi 144.442 pohon. Kenaikan ini bisa dikaitkan dengan munculnya rokok asli Indonesia yang merupakan campuran tembakau dan cengkih yakni kretek.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini