Kisah Menteri Agama dalam Pusaran Perburuan Dana Amanah Soekarno

Kisah Menteri Agama dalam Pusaran Perburuan Dana Amanah Soekarno
info gambar utama

Presiden Soekarno disebut-sebut pernah meninggalkan harta karun yang disimpan di berbagai tempat. Beberapa bagian diantaranya disimpan di bank-bank luar negeri. Harta ini disebut titipan raja-raja pembesar masa lalu.

Karena itulah, harta karun ini dinamakan Dana Amanah. Konon, harta itu bisa diambil bila Indonesia sudah merdeka dan menjadi negara kesatuan. Para leluhur Nusantara sengaja menyumbangkan harta itu untuk kesejahteraan rakyat.

Sebuah catatan menyebut jumlah riil Dana Amanah. Wujudnya berupa lempengan emas dan platina sebanyak empat ton. Juga uang sebanyak 500 miliar dolar AS. Dana ini berasal dari permufakatan para raja di seluruh Nusantara di Denpasar, Bali.

Nah, konon dari pertemuan inilah mereka menyerahkan sebagian hartanya kepada Bung Karno yang disahkan oleh notaris Mr. Frans dengan akuntan publik Mr.Willem dari Belanda. Harta itu kemudian disimpan di sebuah bank di Swiss.

Ada juga yang percaya bahwa harta itu tidak hanya ditumpuk di Swiss, tetapi juga di beberapa tempat seperti di gua-gua. Diyakini beberapa tempat seperti gunung-gunung di Jawa Barat (Jabar) juga menjadi tempat menyembunyikannya.

Membaca Sarinah, Pemikiran Soekarno Terhadap Perjuangan Perempuan

“Harta karun titipan raja-raja itu baru boleh dibuka setelah tahun 1996 atau saat keadaan di tanah air sudah memungkinkan. Hanya saja, karena Bung Karno sudah meninggal, maka yang berhak menandatangani dan mengurus harta itu adalah anak-anaknya,” tulis Eko Risanto dalam artikel berjudul Tumbal Perburuan Harta Karun.

Penjaga harta amanat Soekarno disebut pinisepuh yang terdiri dari 45 orang di barisan paling luar dan lapisan yang lebih dalam lagi berjumlah 17 orang. Kemudian, lapisan yang lebih dalam lagi ada delapan orang penjaga.

“Semua tim tersebut akan diawasi oleh tiga orang. Usia paling muda dari pinisepuh adalah 90 tahun dan ada yang sudah mencapai lebih dari 150 tahun,” jelas Eko.

Selain itu, ada juga versi lain yang menyebut Dana Amanah itu dikuasai dan tersimpan di Federal Reserve Bank atau The Fed (Bank Sentral Amerika Serikat). Hal ini bermula dari kepentingan para raja-raja di Nusantara pada masa penjajahan Belanda,

Mereka lebih senang menyimpan batang-batangan emas di De Javasche Bank (DJB), bank sentral pemerintahan kolonial di Hindia Belanda. Harta inilah yang kemudian diangkut ke negeri Belanda.

Setelah Nazi Jerman menguasai Belanda, harta ini diangkut ke Jerman. Namun setelah Nazi kalah dalam Perang Dunia II, maka harta tersebut dibawa ke AS dan antara lain dijadikan modal untuk mendirikan The Fed.

Mendengar kabar buruk tersebut, konon Presiden Soekarno melakukan perundingan dengan para petinggi AS dan Eropa. Alhasil Bung Karno berhasil mendapatkan pengakuan bahwa harta itu memang berasal dari Indonesia.

“Kesepakatan itu dinamai Hilton Agreement yang ditandatangani pada 1963 di Jenewa, Swiss. Hanya Bung Karno yang dapat mencairkan harta tersebut,” tulis Safari ANS dalam Harta Amanah Soekarno.

Dipercaya oleh para pejabat

Keyakinan bahwa kerajaan-kerajaan Nusantara meninggalkan harta karun dalam jumlah yang besar memang muncul sejak lama. Bahkan, bukan hanya orang awam yang meyakininya, ada juga pejabat yang mempercayainya.

Pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri, misalnya, Menteri Agama Said Agil Husin Al Munawar menyuruh sejumlah orang melakukan penggalian di situs Batutulis, Bogor, demi mendapatkan harta tersebut.

Namun penggalian atas perintah Said mengundang polemik. Sang menteri kemudian dihujat lantaran memimpikan benda pusaka yang tak masuk di akal sehat. Beberapa hari sebelumnya, kepada pers dia mengaku berniat menggali pusaka yang dia yakini tak ternilai harganya.

Tentunya bentuknya tak jelas betul, ada yang bilang berupa lantakan emas, seabrek perhiasan tinggalan Prabu Siliwangi. Akan tetapi, Said enggan menyebut wujudnya seperti apa karena sifatnya yang “gaib” sehingga harus serba dirahasiakan.

Namun sudah bisa ditebak, penggalian ini ini gagal. Said berdalih, ada empat di antara para penggali itu yang hatinya tidak ikhlas. Mereka, kata Said, bicara tentang pembagian rezeki kalau pusaka ditemukan sehingga harta karun berupa emas itu menghilang.

Tonil Kelimutu, dan Naskah Perlawanan Soekarno Melalui Panggung Teater

Usut punya usut, obsesi Said ini dipendam selama 13 tahun. Ketika itu, dirinya bertemu dengan seorang yang mengabarkan tentang harta yang tersimpan di Batutulis. Said lantas mencoba bertemu dengan para kiai untuk mengkonfirmasi hal ini. Dari hasil teropong para kiai, kata Said, harta itu memang ada.

Kemudian pelan tetapi pasti, Said lantas getol melobi Presiden Megawati. Konon, Megawati tidak menanggapi, akan tetapi rupanya sesuai dengan keyakinan agamanya. Said menganggap diamnya seorang perempuan adalah isyarat setuju.

Tetapi Said memang apes, kesalahan ini menyangkut Presiden Megawati, hal ini jelas fatal. Karena namanya dicatut, Presiden Mega jelas marah besar dalam sebuah pertemuan yang berlangsung selama satu jam dengan Said.

“Sepulang dari ruangan presiden, Pak Said wajahnya muram, jauh dari biasanya yang murah senyum,” kata seorang menteri koleganya yang disadur dari buku Melacak Dana Revolusi: Pengakuan Para Saksi & Pemburu Harta Karun Soekarno karya Taufik Adi Susilo.

Harta amanah yang bikin rugi

Perburuan yang dilakukan tokoh seperti Said itu termasuk terbuka karena pelaksanaannya diketahui oleh publik. Padahal perburuan yang dilakukan sembunyi-sembunyi justru lebih banyak.

Orientasi perburuan bukan hanya pada harta peninggalan Bung Karno, melainkan juga peninggalan Kerajaan-Kerajaan yang pernah ada di Nusantara. Sebut saja Kerajaan Majapahit, Pajajaran, Mataram, Sriwijaya, Kutai dan banyak lagi.

“Harta yang dicari berbentuk barang-barang antik dan emas permata. Mereka meyakini harta-harta masa lalu disimpan di dalam gua-gua,” jelas Taufik.

Sebuah tim ekspedisi di pertengahan tahun 1990 an pernah mengendus keberadaan harta karun di dalam sebuah gua. Hal ini diungkap Moh Hasbi (40), warga Palembang, kebetulan ayahnya adalah salah seorang anggota tim tersebut.

Ketika itu, tim yang berjumlah lima orang sudah menemukan sebuah gua di tengah belantara. Di salah satu ruang dalam gua itu, ditemukan sebuah ranjang tertutup kain sutra. Di atasnya terdapat setumpuk perhiasan aneka rupa, ada emas, intan, berlian serta seperangkat benda-benda pusaka.

Namun, harta itu tak secuil pun boleh dibawa pulang. Larangan itu didasarkan pada sebuah suara gaib ketika mereka berada di mulut gua. Suara itu bersedia memandu mereka menuju tempat tumpukan harta, dengan syarat tidak mengusiknya, apalagi membawanya pulang.

Setelah diperlihatkan keberadaan tumpukan harta itu, mereka berlima bergegas meninggalkan gua. Namun, entah apa yang terjadi sampai di luar gua, jumlah mereka tinggal empat orang.

“Salah seorang anggota tim ternyata diam-diam telah lancang mengambil salah satu benda berharga di tempat itu. Dan orang itu langsung hilang dari pandangan,” tutur Hasbi.

Soekarno dan Kecintaannya kepada Pohon yang Terekam Abadi

Mengendus dan melacak Dana Amanah ternyata bukan perkara mudah. Apalagi sampai menemukannya. Sudah bukan rahasia, kegiatan berburu harta karun berisiko besar. Selain nyawa jadi taruhannya, harta benda juga bisa ludes.

Pada 2003, penipuan terjadi di Yogyakarta, yang menjadi korban adalah seorang Sultan dari Kerajaan Zulu di Filipina, Sultan Maulana Jamilul Kiram III dan seorang warga Brunei yang sudah mengeluarkan uang puluhan juta.

Mereka tertipu mentah-mentah oleh kelompok Suparman asal Klaten. Mereka dijanjikan akan mendapatkan warisan 10 ton emas lengkap dengan surat-suratnya. Namun, semua itu palsu.

Selain harta dan nyawa, jabatan dan kedudukan pun bisa menjadi tumbal. Buktinya setelah melakukan penggalian harta karun pada akhir 2002, jabatan Menteri Agama Said Agil Al Munawar menjadi tercela.

“Wibawanya sebagai pejabat hancur. Bahkan lebih dari itu, dia dicaci maki oleh masyarakat,” papar Taufik.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini