Mengulik Cerita di Balik Rencana Pemekaran 5 Provinsi Baru Papua

Mengulik Cerita di Balik Rencana Pemekaran 5 Provinsi Baru Papua
info gambar utama

Belum lama berselang sejak ramai pemberitaan mengenai rencana pemekaran sembilan provinsi baru di Pulau Jawa, kali ini pemberitaan serupa juga datang dari tanah Papua, yang kabarnya akan dimekarkan menjadi tujuh provinsi secara keseluruhan, dari yang awalnya hanya memiliki dua provinsi.

Namun entah mengapa, kabar pemekaran provinsi di Papua ini tidak seramai pemberitaan kemarin. Padahal, pemekaran provinsi di Papua sudah sampai ke tahap Rapat Pleno meja DPR, sedangkan untuk sembilan provinsi baru di Pulau Jawa kemarin masih sebatas wacana dan keinginan dari tiap daerah.

Sedikit ditelisik di permukaan, rupanya ada gelombang pro dan kontra cukup besar yang mengiringi langkah pemekaran provinsi ini. Di mana jika diulik lagi secara mendalam, terdapat beberapa alasan kuat yang melatar belakangi penolakan, dan datang dari masyarakat Papua sendiri.

Seperti apa sebenarnya situasi dan perkembangan yang terjadi dari strategi pemekaran provinsi Papua, yang oleh pemerintah diklaim sebagai upaya untuk memajukan wilayah tersebut?

Menilik Wacana Pemekaran 9 Provinsi Baru di Pulau Jawa

Detail provinsi yang dimekarkan

Usulan pertama mengenai pemekaran provinsi di Papua sudah terdengar sejak bulan November 2021. Kala itu Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian menyebut, jika ada beberapa usulan provinsi baru yang terdiri dari Provinsi Papua Tabi Saireri, Provinsi Pegunungan Tengah, Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, serta Provinsi Papua Barat Daya.

Pada tanggal 17 Januari 2022, rencana kemudian kembali muncul dari DPR yang mengusulkan Papua agar dimekarkan kembali menjadi enam provinsi. Namun kemudian pada tanggal 30 Maret, Yan Parmenas Mandenas mengusulkan satu tambahan pemekaran provinsi baru. Sehingga pada akhirnya secara final sudah ada tujuh usulan provinsi baru di Pulau Papua.

Mengutip VOA Indonesia, pemekaran provinsi juga sudah dirancang lengkap dengan sejumlah kabupaten/kota yang ada di dalamnya. Lebih detail, rancangan pemekaran provinsi-kabupaten-kota yang dimaksud terdiri dari:

  1. Provinsi Papua (11 kabupaten/kota),
  2. Provinsi Papua Tengah (7 kabupaten/kota),
  3. Papua Pegunungan Tengah (9 kabupaten/kota),
  4. Papua Selatan (4 kabupaten/kota),
  5. Papua Barat (7 kabupaten/kota),
  6. Papua Barat Daya (6 kabupaten/kota), dan
  7. Papua Utara (5 kabupaten/kota).

Pembahasan mengenai pemekaran tersebut bahkan sudah sampai tahap merancang harmonisasi RUU Provinsi Papua, yang rapat plenonya sudah berlangsung pada hari Senin (4/4/2022) kemarin.

Menilik Indeks Kebahagiaan Indonesia 2021, Maluku Utara Jadi Provinsi Paling Bahagia

Tujuan dan imbauan wakil Papua

Pengusul RUU
info gambar

Yan Permenas Mandenas, merupakan salah satu anggota DPR yang berasal dari Papua, sekaligus satu sosok yang mengusulkan adanya langkah pemekaran provinsi Papua Utara.

Seperti yang telah diberitakan, setiap pembangunan yang berlangsung di Papua termasuk pemekaran provinsi ini diklaim memiliki tujuan utama untuk pemerataan, kemudahan akses, keserasian hubungan antar daerah, kesejahteraan, dan mengurangi ketimpangan.

Ditambah lagi, ada yang beranggapan jika masyarakat terpencil di Papua tidak hanya yang berada di wilayah gunung melainkan juga pesisir, dan masih banyak yang belum mendapatkan pelayanan pemerintah seperti sebagaimana mestinya.

Bersamaan dengan anggapan tersebut, disebutkan jika ingin mempercepat pembangunan dari segala aspek, harus ada langkah memperpendek rentang kendali implementasi dari kebijakan yang dilakukan pemerintah, baik dari pusat maupun daerah,

Meski begitu, Yan Permenas rupanya memiliki fokus lain. Usulan pemekaran provinsi yang ia ajukan juga maju beriringan dengan jaminan bagi orang asli Papua untuk mendapatkan kesempatan bekerja, berinvestasi, dan berdaya saing di bidang ekonomi.

Deretan Provinsi dengan Proyek Investasi Asing Terbanyak Q1 2021, Jabar Paling Bergairah

Penolakan keras

Penolakan pemekaran provinsi Papua
info gambar

Imbauan dan harapan yang disampaikan Yan bersama dengan naiknya strategi pemekaran di Papua sejatinya muncul bukan tanpa alasan. Pasalnya, sejak pertama kali kabar pemekaran provinsi di pulau paling Timur Indonesia tersebut berhembus, cukup besar pula penolakan keras yang dilayangkan oleh sebagian besar masyarakat asli Papua. Hal tersebut disampaikan oleh Jefri Wenda, selaku juru bicara Petisi Rakyat Papua (PRP).

“Pada prinsipnya, kami dari PRP dengan tegas menolak semua usulan atau rancangan yang dilakukan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah di Papua, terkait dengan rencana pemekaran provinsi di Papua,” ujar Jefri.

Apa alasannya?

Penolakan paling jelas lain datang dari Majelis Rakyat Papua (MRP), yang disebut memiliki pertanyaan besar dengan niat pemerintah pusat. Pasalnya, Papua tidak memenuhi syarat kepadatan penduduk untuk dimekarkan.

Selain itu, beberapa aspek lain yang dianggap kurang menjadi alasan kuat perlu dilakukan pemekaran provinisi di Papua terdiri dari faktor potensi daerah berupa fasilitas umum, taraf hidup masyarakat, dan lain sebagainya.

Menurut Timotius Murib selaku ketua MRP, ada wilayah lain yang sudah jauh lebih memenuhi syarat pemekaran dari tingkat kepadatan penduduk, tapi tidak kunjung dimekarkan.

“Teman-teman di provinsi lain, katakan seperti di Jawa Barat, ini kan puluhan juta penduduk, tidak dimekarkan. Indikator syarat pemekaran itu kan juga sudah dipenuhi, tapi tidak dimekarkan," ujar Timotious, mengutip CNN Indonesia.

Sementara itu geliat penolakan juga datang dari masyarakat Papua di berbagai daerah, terutama jika menilik alasan mereka yang merasa tidak ikut dilibatkan dalam pembahasan terkait pemekaran di wilayah tempat tinggalnya.

Tercatat jika beberapa aksi penolakan yang terjadi di antaranya adalah unjuk rasa dari mahasiswa di Jayapura pada tanggal 8 Maret, unjuk rasa ratusan massa di Wamena pada tanggal 10 Maret, bahkan sehari setelahnya mahasiswa Papua juga menggelar aksi di dekat Kompleks Istana Kepresidenan.

Sementara itu mengutip pandangan dari Made Supriatma, selaku Peneliti ISEAF Yusof Ishak Institute Singapore, penolakan besar yang terjadi atas langkah pemekaran juga terjadi karena disebabkan oleh beberapa hal.

Pemekaran yang terjadi dikhawatirkan bukannya membawa kemajuan bagi masyarakat asli Papua, melainkan meminggirkan masyarakat lokal itu sendiri. Pemekaran dinilai menjadi salah satu kesempatan bagi pendatang baru untuk mendominasi kedudukan di sana.

Pasalnya, menurut Jim Elmslie (2017), terungkap bahwa dalam beberapa dekade terakhir sudah ada lebih banyak penduduk non Papua yang mendominasi, dibandingkan penduduk asli Papua terutama di wilayah perkotaan.

Hal tersebut kembali diperkuat dengan ungkapan mengenai satu fakta yang mengejutkan dari Supriatma. Menurutnya, di kalangan masyarakat asli Papua terdapat sentimen sangat kuat yang beranggapan bahwa semua pembangunan layaknya infrastruktur yang dibangun, seperti jalanan dan sebagainya bukan untuk orang asli Papua.

Entah kebetulan atau tidak, menurut Supriatma kenyataan yang terlihat di lapangan memang menunjukkan kondisi yang mendukung sentimen tersebut.

"Dan memang iya, (meski) pasar dibangun, orang Papua akan berjualan di jalan. Sementara orang pendatang yang menguasai semua distribusi. Karena orang Papua tidak bisa masuk ke situ, ke rantai distribusi ekonomi itu" ujar Supriatma, mengutip Narasi News Room.

Menurutnya lagi, untuk saat ini isu tersebut mungkin belum banyak disorot. Namun di masa depan, bukan tidak mungkin perkara tersebut akan menjadi bom waktu yang menimbulkan permasalahan serius.

Agats, Kota di Papua yang Jadikan Motor Listrik Sebagai Kendaraan Utama

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Siti Nur Arifa lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Siti Nur Arifa.

Terima kasih telah membaca sampai di sini