Bledug Kuwu, Fenomena Semburan Lumpur di Grobogan, Jawa Tengah

Bledug Kuwu, Fenomena Semburan Lumpur di Grobogan, Jawa Tengah
info gambar utama

Grobogan merupakan kabupaten dengan ibu kota Purwodadi yang secara geografis merupakan lembah dan diapit dua pegunungan kapur.

Walaupun kondisi geografisnya seperti itu, namun kabupaten ini ternyata juga punya objek wisata yang tak kalah menarik berupa fenomena alam bernama Bledug Kuwu. Di sana wisatawan dapat menyaksikan secara langsung ledakan lumpur yang terjadi setiap beberapa menit dan lokasinya berpindah-pindah.

Apa itu Bledug Kuwu?

Bledug Kuwu merupakan fenomena semburan lumpur yang lokasinya ada di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Grobogan, Jawa Tengah.

Jaraknya sekitar 28 kilometer dari Purwodadi atau 87 kilometer dari Semarang. Fenomena alam yang unik ini kemudian menjadi salah satu objek wisata alam yang dikelola Pemerintah Kabupaten Grobogan sejak 1983 dan setiap tahunnya selalu ramai dikunjungi wisatawan.

Daya tarik bledug kuwu

Bledug Kuwu | Wikimedia Commons
info gambar

Dalam bahasa Jawa, bledug berarti letupan, sedangkan kuwu diartikan sebagai berhamburan, juga diambil dari nama desa di mana kawah lumpur tersebut berada.

Memasuki objek wisata seluas 45 hektare ini pengunjung dapat menyaksikan langsung letupan-letupan lumpur yang keluar dari perut bumi dan bisa berlangsung selama dua-tiga menit dan tinggi letupannya bisa 1-10 meter.

Semburan lumpur itu dapat muncul seluas 100 meter dengan diameter antara 1-3 meter dan berbentuk seperti dome atau kubah. Kemunculannya juga akan disertai suara gemuruh dan gelembung semakin membesar sampai akhirnya meletup. Letupannya ini juga diketahui mengandung gas dan air garam.

Uniknya, lokasi letupan ini juga berpindah-pindah dan secara berkala akan meletup. Selain melihat semburan lumpur, pengunjung juga akan mendengar suara seperti air mendidih.

Fenomena ini adalah keluarnya air dan lumpur dari endapan laut purba yang meletup karena adanya tekanan air vertikal. Adapun lumpur yang menyembur di Bledug Kuwu disertai asap putih dengan ketinggian rata-rata mencapai tiga meter. Namun, pada momen tertentu, biasanya pada pagi buta saat cuaca mendung atau udara lebih dingin, letupannya bisa lebih keras.

Kawah Bledug Kuwu

Di Bledug Kuwu juga terdapat beberapa kawah, yang paling besar yaitu Kawah Jaka Tuwa di sisi timur dan kawah terkecil bernama Rara Denok di sisi barat.

Fenomena alam di lokasi tersebut juga disebut sebagai gunung api lumpur (mud vulcano), di mana terjadi ekstrusi (aktivitas gerakan cairan untuk mencapai permukaan) cairan seperti hidrokarbon dan gas seperti metana. Namun, suhu di gunung api lumpur ini lebih rendah dan tidak mengeluarkan magma.

Material yang keluar serupa butiran sangat halus yang yang tersuspensi dalam cairan, seperti air atau hidrokarbon. Dengan temperatur mendapatkan tekanan sedimen yang menghasilkan gas metana dan sedikit mengandung karbon dioksida dan nitrogen.

Meski bisa dilihat dari jarak dekat, pengunjung harus tetap berhati-hati agar tidak terperosok. Sebab, meski tanah yang dipijak tampak keras, tetapi sebenarnya cenderung lembek dan tidak sepadat kelihatannya karena di dalamnya masih berupa lumpur dan sesekali akan terasa bergoyang.

Tanah di kawasan ini juga banyak yang retak, ditambah lagi terik matahari pun membuat udara di sana cenderung panas dan berangin kencang sehingga berdebu. Demi kenyamanan beraktivitas dan mengeksplor Bledug Kuwu, pengunjung disarankan menggunakan masker dan memakai kacamata.

Pemanfaatan lumpur Bledug Kuwu oleh masyarakat

 Pengolahan garam di Bledug Kuwu | @FarisFitrianto Shutterstock
info gambar

Kandungan garam yang berasal dari letupan lumpur tersebut rupanya dimanfaatkan masyarakat setempat untuk membuat garam dengan cara tradisional. Warga juga biasa melakukan aktivitas mengolah garam di area wisata dan dapat disaksikan wisatawan bagaimana warga sekitar mengumpulkan hingga proses mengolah garam.

Pembuatan garam yang bersumber dari lumpur ini juga menjadi salah satu keunikan di Bledug Kuwu mengingat lokasinya juga terbilang jauh dari laut.

Oleh masyarakat, air dari semburan lumpur yang mengandung garam tersebut dialirkan melalui parit buatan kemudian ditampung di sebuah kolam. Air semburan yang disebut air bleng tersebut akan ditimba dan diisi ke dalam klakah, batang bambu yang dibelah dua bagian.

Klakah yang sudah terisi air selanjutnya akan dikeringkan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari langsung. Sesekali akan dipercikkan dengan air bleng agar dan terus didiamkan sampai membentuk kristal-kristal gram. Jika kristal garam sudah terbentuk, maka akan langsung dikerik dan dikumpulkan dalam wadah dari bambu.

Konon, garam dari daerah ini dipercaya lebih gurih dibanding garam dari air laut. Garamnya sendiri lebih putih, bersih, dan teksturnya halus. Garam di Bledug Kuwu mengandung mineral utama berupa kalsium, kalium, natrium, dan klor. Setelah diolah, garam ini aman dikonsumsi. Bahkan, garam dari Bledug Kuwu juga digunakan sejak zaman dahulu dalam masakan untuk Keraton Kasunanan Surakarta.

Untuk kandungan garam di Bledug Kuwu diketahui berasal dari air laut yang terjebak di bebatuan. Ini karena daerah Grobogan pada zaman dahulu berupa dasar laut yang kemudian mengalami kenaikan permukaan sampai ke daratan.

Selain dimanfaatkan untuk membuat garam, semburan lumpur juga digunakan dalam pembuatan kerupuk karak, kudapan berbahan dasar nasi yang diolah bersama bumbu-bumbu. Tak hanya itu, lumpur dengan kandungan garam ini juga dipercaya masyarakat dapat digunakan sebagai krim lulur dan dapat mencegah penyakit kulit serta membuat kulit lebih halus. Jika mengunjungi Bledug Kuwu, wisatawan akan melihat banyak pedagan lumpur dan air bleng yang dikemas dalam botol plastik.

Sumber :

https://travel.kompas.com/read/2017/07/15/200300127/bledug-kuwu-fenomena-letupan-lumpur-unik-di-jawa-tengah?page=all

https://rimbakita.com/bledug-kuwu/

https://merahputih.com/post/read/pesona-lumpur-unik-bledug-kuwu-di-grobogan

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dian Afrillia lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dian Afrillia.

DA
MS
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini