Sains Buktikan Fenomena Bulan yang Semakin Menjauh dari Bumi, Apa Dampaknya?

Sains Buktikan Fenomena Bulan yang Semakin Menjauh dari Bumi, Apa Dampaknya?
info gambar utama

Hampir semua orang pasti sudah tidak asing dengan pemahaman mengenai tata surya. Terutama mengenai bulan yang merupakan satelit alami bumi, di mana pemahaman ini didapat pada bagian pembelajaran dasar sains di tingkat SMP.

Sama halnya seperti bumi yang mengelilingi matahari sesuai orbitnya dalam tata surya, bulan juga mengeliling bumi dan memiliki orbitnya sendiri. Periode orbit bulan diperkirakan berjalan selama 27 hari.

Sedangkan jika membahas mengenai jarak, ‘untuk saat ini’ diketahui jika jarak keduanya berada di kisaran 384.400 kilometer. Mengapa ‘untuk saat ini’?

Jawaban dari pertanyaan tersebut sedikit lebih kompleks, sekaligus menjurus ke sebuah fenomena yang bisa dibilang tak terduga.

Planet Tata Surya dalam Bahasa Jawa, Namanya Unik

Bulan yang terus menjauhi bumi

Bulan dan bumi
info gambar

Jika membahas mengenai asal-usulnya menurut para ilmuwan, bulan diperkirakan terbentuk sekitar 4,5 miliar tahun yang lalu. Salah satu hipotesis pembentukannya yang dipercaya hingga saat ini adalah sisa dari serpihan benda langit seukuran Mars saat bertubrukan dengan Bumi.

Berawal dari kejadian tersebut, mulanya disebutkan jika jarak bulan dan bumi hanya sekitar 22.500 kilometer. Seorang astronom asal Inggris yang hidup hampir 300 tahun lalu, yakni Edmond Halley sudah meneliti hal tersebut. Menurut penelitiannya, gerakan penjauhan bulan dan bumi pertama kali terjadi pada 1,5 miliar tahun lalu.

Kita tahu jika inti bumi memiliki pusat gravitasi, ketidak stabilan gravitasi itu yang membuat bulan terkadang mendekat namun terkadang juga menjauh. Mengutip penjelasan BBC, kondisi tersebut terjadi karena tidak seimbangnya salah satu gaya tarik antar bumi dan bulan yang dalam bidang sains dikenal dengan istilah sentripetal dan sentrifrugal.

Sentripetal adalah gerak semu pada benda berputar yang menarik benda ke pusat putaran. Dalam hal ini, objek yang memiliki gaya sentripetal adalah bumi yang menarik bulan. Sedangkan sentrifugal, adalah gerak semu benda yang menjauh dari pusat rotasi. Dalam hal ini, objek yang mengalami gaya sentrifugal adalah bulan terhadap bumi.

Analogi sederhananya, kita bisa membayangkan wahana komedi putar. Semakin kencang dan cepat putarannya, maka semakin kuat dorongan untuk membuat orang yang menaikinya bisa terpental keluar.

Gambaran kondisi di atas yang terjadi pada bulan dan bumi. Besarnya gaya sentrifugal bulan terhadap bumi membuat satelit tersebut bergerak menjauh. Kini, jarak antara keduanya sudah mencapai lebih dari 17 kali lipat dari jarak bumi dan bulan di awal yang sebelumnya diperkirakan para peneliti.

Pendaratan Manusia Pertama di Bulan, dan Era Space Race Baru

Dampak yang mencengangkan

Bumi
info gambar

Pada tahun 1970, AS dan Soviet menjalankan misi percobaan dengan menembakkan sinar laser ke cermin yang dipasang di bulan. Dalam pengamatan, perkiraan mengenai jarak bulan yang terus menjauh dari bumi akhirnya terbukti, sebagaimana penjelasan yang dimuat dalam laman public.nrao.edu, yang menyebut jika kecepatan bulan dalam menjauhi bumi bergerak dengan kisaran 3,78 sentimeter per tahun.

Gerakan menjauh yang dilakukan bulan dipercaya ilmuwan akan membawa satelit alami bumi itu tertarik ke medan gravitasi matahari, dan akhirnya meledak di permukaan terluar atau 'ditelan' oleh pusat tata surya tersebut.

Di sisi lain, bumi juga akan memiliki dampak tersendiri dari hilangnya satelit yang dimiliki. Ada beberapa hal yang diyakini akan dialami oleh bumi, salah satunya rotasi yang melambat. Seperti diketahui, normalnya bumi mengalami rotasi selama 24 jam yang menyebabkan pergantian siang dan malam untuk saat ini.

Ungkapan ‘untuk saat ini’ lagi-lagi digunakan karena dulunya, para ilmuwan menemukan fakta bahwa masa rotasi atau pergantian siang dan malam bumi pernah ada di masa 5 jam saja per hari, lain itu juga pernah menjadi 18 jam per hari. Dan saat ini, miliaran tahun sejak bulan disebut semakin menjauh dari bumi normalnya menjadi 24 jam per hari.

Apabila bulan semakin menjauh, maka masa pergantian siang dan malam bukan tidak mungkin di beberapa tahun yang akan datang akan semakin lama dan panjang, seperti yang dikutip dari publikasi Independent.co.uk.

Di lain sisi, rotasi yang melambat juga akan memberikan dampak lanjutan berupa hilangnya kestabilan dan kacaunya situasi musim atau iklim di bumi, mulai dari pergantian musim yang ekstrem hingga perubahan suhu yang drastis dan dapat menimbulkan berbagai macam bencana di setiap wilayah tertentu.

NASA bahkan memperingatkan jika berubahnya orbit bulan yang menjauhi bumi akan menyebabkan sejumlah fenonema bencana alam yang meningkat, di antaranya banjir yang disebabkan oleh faktor pasang dan surut di wilayah pesisir laut, dan semakin meningkatnya risiko perubahan ketinggian air laut.

Seribu Gardu Pandang Matahari Terbit, Temanggung

Sudah dituliskan dalam Al-Qur’an

Jika memahami dan melihat angka perubahan jarak bulan yang disebut hanya berada di kisaran 3 sentimeter per tahun, di mana jarak itu setara dengan kecepatan pertumbuhan kuku jari manusia, kebanyakan orang awam mungkin berpendapat jika hal tersebut bukanlah perkara besar.

Apalagi jarak bulan dan matahari saat ini masih ratusan juta kilometer jauhnya. Memang, peneliti sendiri memprediksi jika ragam kemungkinan di antaranya bulan yang tertarik dan ‘tertelan’ matahari akan terjadi dalam kisaran waktu jutaan tahun yang akan datang, beberapa bahkan menyebut jika mungkin situasi tersebut bisa saja teratasi dengan kemajuan teknologi.

Namun, kecilnya angka jarak yang bertambah juga tidak bisa dianggap sepele. Terlepas dari dampak mencengangkan yang untuk saat ini mungkin sulit diterima dengan nalar, sejatinya fenomena tersebut sudah dituliskan dalam salah satu kitab suci umat beragama, yakni Al-Qur’an bagi umat Muslim.

Peristiwa bulan yang menjauh dari bumi dan secara spesifik mendekati matahari rupanya sudah lebih dulu dituliskan dalam salah satu surat yakni Al-Qiyamah ayat 8-9, yang mengandung arti “dan bulan pun telah hilang cahayanya, lalu matahari dan bulan dikumpulkan”.

Letusan Gunung Krakatau, Kiamat Kecil dari Ujung Selat Sunda

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Siti Nur Arifa lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Siti Nur Arifa. Artikel ini dilengkapi fitur Wikipedia Preview, kerjasama Wikimedia Foundation dan Good News From Indonesia.

Terima kasih telah membaca sampai di sini