Kaya Kebudayaan, Ini Tradisi Suku Tengger Selain Yadnya Kasada

Kaya Kebudayaan, Ini Tradisi Suku Tengger Selain Yadnya Kasada
info gambar utama

Suku Tengger merupakan masyarakat yang berasal dari dataran tinggi Bromo-Tengger-Semeru. Mereka juga biasa disebut orang Tengger. Penduduknya menempati wilayah Kabupaten Pasuruan, Lumajang, Probolinggo, dan Malang.

Bagi orang Tengger, Gunung Bromo atau yang juga disebut Gunung Brahma diyakini sebagai gunung suci. Setiap tahun, masyarakat Tengger mengadakan sebuah upacara Yadnya Kasada di bawah kaki Gunung Bromo, tepatnya di Pura Luhur Poten Bromo dan dilanjutkan ke puncak gunung.

Upacara tersebut setahun sekali digelar pada tengah malam hingga dini hari setiap bulan purnama tanggal 14 atau 15 pada bulan kasada atau bulan ke-12 menurut penanggalan tradisional Tengger. Pada hari Yadnya Kasada, masyarakat Tengger akan menghaturkan persembahan berupa sesajen bernama ongkek untuk Sang Hyang Widhi dalam manifestasinya sebagai Batara Brama dan para leluhur.

Tahun ini upacara Yadnya Kasada berlangsung pada 15-16 Juni 2022. Seiring dengan berlangsungnya tradisi tersebut, maka kawasan Gunung Bromo pun ditutup untuk wisatawan domestik maupun mancanegara karena upacara sakral ini tertutup untuk pengunjung. Meski demikian, wisatawan bisa masuk sampai ke kawasan Cemoro Lawang.

Upacara Yadnya Kasada memang selalu menarik perhatian. Namun, itu bukan satu-satunya tradisi dalam kebudayaan Suku Tengger. Berikut fakta menarik soal orang Tengger dan tradisi unik lainnya:

Nandong, Mitigasi Bencana Tsunami dengan Kearifan Lokal Masyarakat Simeulue

Mengenal orang Tengger

Ritual sembahyang Suku Tengger | Wikimedia Commons
info gambar

Suku Tengger dipercaya merupakan keturunan dari penduduk Kerajaan Majapahit. Pada abad ke-16, Majapahit mendapat serangan dari kerajaan yang dipimpin Raden Patah dan saat itu memang sering terjadi peperangan serta pertentangan karena adanya perbedaan agama. Pada masa itu, agama Buddha dan Hindu yang lebih dulu masuk mulai tergeser karena masuknya agama Islam.

Sebagian besar orang Tengger sendiri memeluk agama Hindu dan diyakini sebagai keturunan langsung dari Kerajaan Majapahit karena termasuk kerajaan Hindu. Hal ini juga selaras dengan asal-usul nama Tengger yang berasal dari legenda Rara Anteng dan Jaka Seger.

Berbeda dengan agama Hindu di India yang menganut sistem kasta dalam kehidupan sosialnya, bagi orang Tengger semua adalah satu saudara dan satu keturunan. Mereka menganut ajaran Rara Anteng dan Jaka Seger yang mengajarkan rasa persaudaraan yang kuat dan tidak ada memberlakukan sistem kasta.

Dalam keseharian, masyarakat Tengger berkomunikasi dengan bahasa Jawa Tengger yang terbagi dua tingkatan, yaitu ngoko dan kromo. Kromo dipakai untuk bicara dengan orang yang lebih tua sedangkan ngoko digunakan kepada mereka yang usianya sebaya. Orang Tengger juga masih mempertahankan bahasa Kawi.

Selain itu, keunikan lain dari suku ini adalah penanggalan tradisional yang digunakan untuk tanda-tanda kejadian alam, pertanian, peternakan, dan kebudayaan. Sistem penanggalan mereka untuk bulan berjumlah 12, tetapi ada perbedaan dalam penamaan bulan-bulan tersebut. Dari bulan 1 sampai 12 disebut Kasa, Karo, Katiga, Kapat, Kalima, Kanem, Kapitu, Kawolu, Kasangka, Kasadasa, Dhesta, dan Kasadha.

Mereka juga memiliki Mecak Tengger, yaitu bertemunya dua tanggal pada penanggalan Tengger. Pada tanggal dan bulan tertentu, ada tanggal yang digabungkan karena adanya perbedaan perhitungan penanggalan bulan dan matahari. Mecak merupakan tumpuan bagi orang Tengger untuk menentukan upacara-upacara besar seperti Unan-Unan, Kasada, dan Karo.

Dikei, Ritual Pengobatan Suku Sakai yang Melibatkan Roh Baik Pembangkit Semangat

Tradisi Suku Tengger

 Suku Tengger | @Hardiansyah Luzard Shutterstock
info gambar

Selain Yadnya Kasada, tradisi orang Tengger lainnya adalah Unan-Unan yang diselenggarakan untuk untuk kembali menyelaraskan alam karena adanya bulan yang dihapus pada tahun manis atau tahun kabisat. Dalam bahasa Tengger, Unan-Unan artinya melengkapi bulan yang hilang agar kembali utuh. Uniknya, upacara ini diselenggarakan setiap lima tahun sekali dan wajib diadakan di setiap desa.

Tujuan dari Unan-Unan juga untuk memberikan sedekah kepada alam dan isinya, juga pada mereka yang menjaga sumber mata air, desa, dan tanah untuk pertanian. Unan-Unan juga sering disebut bersih desa, yang dimaknai sebagai membebaskan desa dari gangguan makhluk halus atau bhutakala dan sebagai bentuk permohonan agar terhindar dari penyakit dan terbebas dari penderitaan dalam kehidupan.

Pada upacara ini, masyarakat akan mengurbakan kerbau. Pemilihan hewan kurban ini karena orang Tengger percaya bahwa kerbau merupakan hewan pertama yang muncul di bumi. Ketika upacara berlangsung, semua masyarakat bergotong-royong menyiapkan seluruh persiapannya dan mengesampingkan perbedaan agama.

Selanjutnya, ada pula Hari Raya Karo yang kedatangannya selalu ditunggu-tunggu oleh masyarakat Tengger. Hari Raya Karo pada dasarnya dirayakan bersamaan dengan Nyepi. Ritual saat Karo akan dipimpin ratu, yaitu orang yang bertugas untuk memimpin doa. Namun, ratu ini adalah seorang laki-laki atau juga sering disebut dukun.

Ketika Hari Raya Karo tiba, masyarakat akan pawai sambil membawa hasil bumi dan dimeriahkan oleh pentas kesenian adat seperti tari sodoran. Di hari raya, orang-orang pun akan bersilaturahmi ke rumah saudara dan tetangga.

Kemudian ada lagi Ojung yang merupakan kesenian asli orang Tengger. Ojung adalah seni perkelahian satu lawan satu menggunakan senjata dari rotan. Peserta Ojung biasaya pria berusia 17 sampai 50 tahun dan mereka akan saling mencambuk satu sama lain dan pemenangnya adalah orang yang lebih banyak mencambuk. Tak hanya jadi kesenian, Ojung juga digelar sebagai bentuk ritual memohon hujan kepada Sang Pencipta dan biasa dilakukan saat musim kemarau.

Mengenal Serunai, Alat Musik Serupa Suling Bambu dari Kesenian Bengkulu

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dian Afrillia lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dian Afrillia. Artikel ini dilengkapi fitur Wikipedia Preview, kerjasama Wikimedia Foundation dan Good News From Indonesia.

DA
MS
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini