3 Penemuan Paling Ikonik B.J. Habibie yang Diakui Dunia

3 Penemuan Paling Ikonik B.J. Habibie yang Diakui Dunia
info gambar utama

Bukan hal sulit untuk mengukur seberapa dibanggakannya B.J. Habibie oleh masyarakat tanah air. Saat ini hampir sebagian besar kalangan rasanya tidak asing dengan sosok Presiden ke-3 Indonesia tersebut.

Tidak hanya dihormati karena dianggap berhasil memimpin negara dalam waktu relatif singkat, yakni kurang dari dua tahun. B.J. Habibie juga dikenal karena kejeniusan yang membuatnya menghadirkan sejumlah penemuan besar di dunia penerbangan. Yang mana penemuannya tidak hanya diakui secara nasional, namun juga internasional.

Satu yang paling fenomenal, penemuan di dunia penerbangan yang membuat nama B.J. Habibie begitu dihormati dunia adalah mengenai Crack Progression Theory. Singkatnya, teori tersebut merupakan perhitungan perambatan keretakan pada struktur pesawat hingga tingkat atom, yang diprediksi dengan model matematika.

Teori tersebut bisa begitu meroket, karena sebelum mendiang Habibie mulai menyelami kariernya di bidang aviasi, banyak kecelakaan pesawat yang berukuran semakin besar terjadi akibat kegagalan struktural.

Tentu tidak hanya berhenti sampai di situ. Selain teori yang juga membuat Habibie dijuluki Mr. Crack oleh dunia, ada sederet karya nyata berupa rancangan pesawat langsung yang beberapa di antaranya bahkan dibeli langsung oleh NASA.

Apa saja karya pesawat B.J. Habibie yang paling ikonik? Berikut 3 di antaranya.

Mengenang B.J Habibie, dan Beberapa Hasil Karyanya

VTOL (Vertical Take Off & Landing) DO-31

VTOL Dornier DO-31 | airliners.net
info gambar

Pesawat satu ini bisa dibilang istimewa, karena merupakan salah satu karya yang menyertakan andil B.J. Habibie di dalamnya. Dulu, sekitar tahun 1960-an B.J. Habibie pernah menetap di Jerman untuk melanjutkan studi sekaligus meniti karier di bidang penerbangan.

Rupanya, ia terlibat dalam sebuah tim dari proyek eksperimen pesawat VTOL di Jerman Barat, yang kemudian diberi nama VTOL Dornier DO-31. Pesawat yang mengudara secara perdana pada 10 Februari 1967 tersebut dirancang di bawah kontrak sekaligus untuk memenuhi spesifikasi kebutuhan NATO (BMR-4), sebagai pesawat dukungan taktis untuk pesawat strike serangan.

Namun karena berbagai kendala mulai dari tingginya biaya produksi, kendala teknis, dan adanya perubahan persyaratan yang diperoleh dalam kontrak, akhirnya proyek pesawat tersebut dibatalkan pada tahun 1970.

Meski prototipe dari pesawat tersebut kini telah disimpan oleh pihak Jerman, namun disebutkan jika draft pesawat tersebut akhirnya dibeli oleh NASA. Di mana nama B.J. Habibie juga terdaftar sebagai penyumbang ide dalam rancangan yang dimaksud.

Kala Habibie Perlakukan Rupiah Seperti Pesawat Terbang

N250 Gatotkaca

Yang satu ini bisa dibilang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. N250 Gatotkaca merupakan pesawat pertama yang diproduksi RI pada tahun 1995, yang saat itu menjadi sejarah baru bagi industri maskapai di tanah air.

Proyek pembuatan pesawat ini berhasil mendapatkan sertifikasi dari Federal Aviation Administration (FIA). N250 Gatotkaca ini merupakan satu-satunya pesawat turboprop di dunia yang mengunakan fly by wire dengan jam terbang 900 jam.

Disebutkan jika Kecepatan maksimalnya bisa mencapai 610 km per jam dengan kapasitas penumpang 50 orang. N250 juga mampu mengudara hingga ketinggian 24 ribu kaki (7.620 meter), dengan daya jelajah sejauh 1.480 km.

Kala itu, pesawat N250 Gatotkaca dibuat oleh Habibie dengan tujuan agar Indonesia mampu berdaya dengan memproduksi sendiri pesawat secana mandiri. Terbang secara perdana di Bandara Husein Sastranegara, Bandung. Kala itu ribuan orang menyaksikan langsung penerbangan perdana pesawat pertama buatan dalam negeri tersebut, yang mencatatkan hasil uji coba dengan sukses.

Kesuksesannya bahkan digadang-gadang mampu dipersiapkan untuk industri penerbangan Indonesia hingga 30 tahun selanjutnya. Sayang, krisis moneter yang melanda di tahun 1998 membuat proyek N250 terpaksa terhenti.

Kini, pesawat N250 Gatotkaca telah menjadi penghuni Museum Pusat TNI Angkatan Udara Dirgantara Mandala (Muspusdirla), D.I. Yogyakarta.

Kisah N250 Gatotkaca, Pesawat Pertama Indonesia Mahakarya BJ Habibie yang Dimuseumkan

Pesawat R80

Pesawat R80 | Yudhi Mahatma/Antara
info gambar

Berbeda nasib dengan N250, satu karya pesawat karya B.J. Habibie yang setidaknya masih memiliki masa depan untuk mengudara adalah R80. Sama-sama dilengkapi dengan teknologi fly by wire, pesawat satu ini dirancang dengan teknologi terbaru dan super canggih dengan tingkat keamanan yang tinggi bagi penumpang.

Lebih detail, fly by wire sendiri adalah sebuah sistem kendali yang menggunakan sinyal elektronik dalam memberikan perintah. Dirancang oleh PT Regio Aviasi Industri (RAI) yang didirikan oleh Habibie bersama putra sulungnya Ilham Akbar Habibie, Sebelumnya pesawat satu ini sempat direncanakan menjadi bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN).

Setelah B.J. Habibie wafat pada tahun 2019, sayangnya R80 keluar dari daftar PSN. Ada beberapa hal yang melatarbelakangi kondisi tersebut, selain karena pandemi yang menimpa beberapa saat setelah Habibie wafat, ada ketentuan mengenai target proyek PSN yang kabarnya tidak memungkinan untuk dipenuhi.

Hal tersebut diungkap oleh Ilham Akbar Habibie sendiri, yang menjelaskan jika pengembangan pesawat membutuhkan waktu yang tidak bisa dilakukan secara singkat.

“Diberikan keterangan kepada kami bahwasanya terutama terkait kebijakan pemerintah, semua proyek yang masih ada di PSN harus selesai tahun 2024. Tentu itu tidak bisa kami penuhi dan oleh karena itu, ya memang kita tidak bisa qualified lagi untuk PSN” ujar Ilham, mengutip CNBC Indonesia.

Meski keluar dari PSN, kini berbagai upaya telah dan masih dilakukan untuk memastikan jika R80 akan tetap dikembangkan, dan menjadi pesawat komersil perdana Indonesia yang mengudara sebagai karya asli dalam negeri.

Dikeluarkan dari Proyek Strategis Nasional, Pesawat R80 Akan Tetap Mengangkasa

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Siti Nur Arifa lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Siti Nur Arifa.

SA
MS
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini