Kisah T'wan Anoak Langia, Tabib Spesialis Pengobatan dari Hutan

Kisah T'wan Anoak Langia, Tabib Spesialis Pengobatan dari Hutan
info gambar utama

Di Bengkulu terdapat Suku Rejang yang memiliki metode pengobatan tradisional yang bersandar pada keahlian T’wan Anoak Langia. Telah banyak pasien yang mampu diobati hingga sembuh.

Keahlian para tabib ini telah diwariskan secara turun temurun sejak ratusan tahun silam, dan bersandar pada keberadaan hutan di wilayah itu. Keberadaan tabib tak dapat terpisahkan dan menempati sejumlah wilayah di Bengkulu hingga Sumatra Selatan (Sumsel).

Di Air Kopras, sebuah desa di Provinsi Bengkulu terdapat seorang tabib bernama Yusdawati atau lebih dikenal dengan Wak Yus. Dirinya tampak bersemangat ketika membagikan resep desinfektan dan hand sanitizer buatannya kepada sejumlah tamu.

“Bangle (zingiber montanum) dan jeringau (acorus calamus) ditumbuk umbinya lalu dicampur air, setelah itu disaring, airnya dapat dimanfaatkan untuk penyemprot rumah, membunuh kuman termasuk pencegah Covid 19. Pengganti hand sanitizer dan desinfektan,” kata Wak Yus yang dimuat Ekuatorial, Selasa (28/6/2022).

Masalah Sampah di TN Kerinci Seblat dan Dampaknya pada Sektor Wisata

May Yus merupakan salah satu pengobat handal di Kabupaten Lebong. Di tempat tinggalnya, mayoritas warganya berasal dari Suku Rejang, karena itu cukup wajar bila mereka dikenal sebagai tabib atau pengobat tradisional.

Pada tahun 2020, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mengidentifikasi 30 pengobat tradisional aktif di Kabupaten Lebong, di mana mayoritas masyarakatnya masih menjadikan T’wan Anoak Langia sebagai rujukan utama bagi pengobatan.

Mereka layaknya dokter, juga memiliki spesialisasi, seperti ahli tulang, penyakit perempuan, kanker, kusta, kulit, jantung, ayan, dan lainnya. Pasiennya tidak hanya datang dari Kabupaten Lebong, namun dari luar Provinsi Bengkulu.

“Pasien T’wan Anoak Langia, dikenal dengan Anoak Langia, berasal dari kelompok beragam. Ada pejabat, masyarakat biasa hingga tenaga medis,” tulis Firmansyah dalam T’wan Anoak Langia Melestarikan Pengobatan Suku Rejang yang Bertumpu pada Hutan.

Cempaka Sari (27) menceritakan pengalamannya sebagai salah satu pasien sembuh yang diobati oleh T’wan Anoak Langia. Bidan di Pusat Kesehatan Desa Ketenong, Kabupaten Lebong ini, pada 2013 sempat divonis dokter menderita kanker payudara.

Dirinya kemudian memilih menjalankan pengobatan tradisional dengan Wak Yus. Disebutkan oleh Cempaka ada dua macam pengobatan yang diberikan, yakni dengan cara dioles dan diminum.

“Sekitar 2 bulan benjolan pada payudara saya menghilang, hingga saat ini sembuh total,” ungkapnya.

Ramuan dari hutan

Cempaka mengatakan bahwa ramuan yang diberikan T’wan Anoak Langia terbuat dari sejumlah akar pohon, tumbuhan, kelapa hijau, dan madu. Terdapat pula tanaman obat yang kini sulit didapat.

Tetapi semua bahan baku ini dipenuhi sendiri oleh Wak Yus dengan cara menggunakan tenaga masyarakat yang masuk hutan. Perjalanan pencarian untuk mendapatkan tanaman obat memerlukan waktu berminggu-minggu.

Wak Yus menjelaskan sejumlah tumbuhan yang diperlukan dalam mengobati kanker, seperti daun sirih, keduduk putih lalu diolah sedemikian rupa. Kemudian ramuan ini harus dikonsumsi selama tiga hari.

Wak Yus menyebut batang dan daun keduduk putih merupakan tumbuhan yang sering digunakannya. Di Bengkulu, pohon yang biasa disebut seduduk ini kini sulit dan langka, apalagi yang berwarna putih.

Selain keduduk putih, ada juga tanaman lain yang diperlukan seperti akar merah atau dalam bahasa Rejang disebut sipuah abang dan tanaman akar janggut udang. Tanaman lain adalah akar pisang udang, buah kelapa hijau, madu, kunyit putih, dan pohon jelatang ayam.

Taman Nasional Kerinci Seblat Dibuka untuk Kunjungan Wisata dengan Prokes Ketat

Para tabib ini mengemukakan bahwa semua bahan obat yang mereka butuhkan telah ada di sekitar pekarangan rumah, kebun dan hutan. Wak Yus mengakui ada sejumlah bahan obat yang sulit didapatkan, sehingga perlu mencarinya di Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).

Wak Yus mencontohkan keduduk putih yang digunakan untuk mengobati kanker sebagai salah satu tanaman yang sulit didapatkan. Dirinya butuh waktu berminggu-minggu untuk berjalan ke dalam hutan untuk mendapatkannya, itu pun bila beruntung.

Sementara itu, agar menyiasati kelangkaan bahan obat baku obat, sejumah T’wan Anoak Langia melakukan budidaya di pekarangan rumah, namun kadang berhasil, kadang gagal. Seperti halnya Wak Yus yang gagal membudidayakan keduduk putih.

Selain sulitnya mencari obat hingga harus masuk ke dalam kawasan inti TNKS, sejumlah T’wan Anoak Langia juga mengalami kesulitan masuk, karena tidak boleh sembarang orang masuk ke kawasan yang dijaga dan dilindungi tersebut.

Hampir tiga per empat wilayah Kabupaten Lebong berada di TNKS, sisanya adalah Areal Peruntukan Lain (APL). Luas Kabupaten Lebong kurang lebih 166.527 hektare yang 27 persen kawasannya dapat dikelola, selebihnya adalah wilayah taman nasional.

“73 persen wilayah Kabupaten Lebong adalah TNKS, masyarakat hanya dapat mengakses 27 persen kawasan APL. Jadi kadang sulit juga bergerak melakukan pembangunan karena semua kawasan kami adalah TNKS. Meski demikian, ini merupakan anugerah luar biasa berupa alam yang lestari, hutan yang lebat, air yang melimpah untuk pertanian,” kata Bupati Lebong, Rosjonsyah.

Dibuat buku

Fahmi Arisandi, akademisi Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah mengungkapkan T’wan Anoak Langia merupakan kekayaan yang dimiliki Suku Rejang. Kekayaan ini dalam bentuk pengobatan berbasiskan hutan di wilayah TNKS.

Karena itu, menurutnya upaya menuliskan cara pengobatan adat Suku Rejang harus dilakukan sebagai harta serta pengetahuan masyarakat adat. Baginya pengobatan adat sesungguhnya dapat diilmiahkan dan menjadi bagian pengetahuan yang perlu dilestarikan.

“Agar hak kesehatan itu tidak mutlak monopoli medis saja, namun ada juga pengetahuan alami Nusantara, mestinya ini harus didorong agar sejajar dengan medis modern,” jelasnya yang dimuat Kompas.

Melihat dorongan ini, akhirnya pada 2019, AMAN wilayah Bengkulu meluncurkan buku berisi dokumen tentang resep dan cara masyarakat adat Rejang menjaga kesehatan. Buku ini diharapkan menjaga pengetahuan pengobatan adat tersebut.

Para Penjaga Hutan Desa Rio Kemuyang

Ketua AMAN wilayah Bengkulu, Deff Tri Hamdi mengatakan dalam buku yang disusun ini mereka berusaha menuliskan secara lengkap bagaimana Suku Rejang menjaga pengobatan adatnya untuk dimanfaatkan pada anggota masyarakat.

“Ada banyak nilai-nilai kearifan yang didapat bila melihat cara pengobatan Suku Rejang. Kebergantungan suku ini pada hutan menjadikan sebuah keharusan karena semua jenis pengobatan yang mereka gunakan 100 persen bertumpu pada hutan,” kata Deff yang dikabarkan Antaranews.

Bagi Deff, hutan begitu penting bagi kehidupan Suku Rejang. Karena itu suku ini selalu melihat hutan sebagai penyelamat kehidupan. Masyarakat Adat Rejang memang memiliki wilayah adat yang cukup luas, mulai dari perkampungan, persawahan, hingga hutan.

Berdasarkan pertimbangan itulah, menurut Deff, diperlukan sebuah kebijakan yang berpihak pada kesehatan Suku Rejang. Deff menyebut keberadaan dan kinerja T’wan Anoak Langia harus diberikan kemudahan dalam menjaga kesehatan Suku Rejang.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada tahun 2015, melaporkan Indonesia memiliki sekitar 7.500 tumbuhan yang dapat digunakan sebagai tanaman obat, dari sekitar 30.000 hingga 50.000 jenis tumbuhan yang ada.

Profesor Andria Agusta dari pusat penelitian kimia LIPI menyatakan bahwa selain China dan India, saat ini Indonesia termasuk negara Timur yang terkenal sebagai penghasil obat yang dikenal sebagai obat herbal.

Tetapi Indonesia baru memanfaatkan sekitar 180 spesies bahan baku obat dari sekitar 950 spesies yang teridentifikasi berkhasiat sebagai obat. Sedangkan itu, pengobatan tradisional masyarakat adat Rejang pun belum ada penelitian secara spesifik hingga kini.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini