Tak Hanya Lompat Batu, Ini Deretan Objek Wisata Alam dan Budaya di Pulau Nias

Tak Hanya Lompat Batu, Ini Deretan Objek Wisata Alam dan Budaya di Pulau Nias
info gambar utama

Nias merupakan pulau yang berada di sebelah barar Sumatra dan dihuni oleh mayoritas suku Nias atau Ono Niha. Pulau ini dikenal dengan tradisi lompat batu atau fahombo batu, di mana anak laki-laki akan melompati susunan batu setinggi dua meter sebagai lambang kedewasaan.

Sejak lama fahombo batu menjadi daya tarik unggulan Nias yang membuat wisatawan dari berbagai daerah untuk menyaksikan langsung tradisi tersebut. Namun, tentunya pesona Nias tak terbatas di tradisi tersebut sebab begitu banyak hal yang bisa dijelajahi, dari wisata alam, budaya, hingga sejarah pulau ini yang tak kalah menarik.

Untuk mendukung pengembangan ekonomi dan pariwisata, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melakukan pembangunan sejumlah infrastruktur di Pulau Nias. Salah satunya adalah pembangunan jalan dan jembatan.

"Kami akan coba menyelesaikan Jalan Lingkar Nias, untuk itu saya juga melihat dari Nias Utara ke Nias Barat pada bagian yang belum tersambung. Dari total panjang 23 km, sudah dikerjakan sekitar 7 km sedangkan sisanya sekitar 16 km akan kita programkan selanjutnya sehingga dapat menjadi jalan lingkar seperti di Samosir," kata Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono di Lahewa, Nias Utara, Kamis (30/6/2022).

Menurut keterangan Basuki, pembangunan jalan ini akan sangat menenntukan perekonomian di seluruh Pulau Nias. Peningkatan akses konektivitas jalan ini juga diharapkan dapat mendorong produksi dan distribusi dari perkebunan kelapa.

"Terlebih Pulau Nias banyak potensi wisatanya seperti saya lihat di Afulu tadi baik di Pantai Pasir Merah dan surfing. Kita akan bantu dengan penataan kawasan," kata Menteri Basuki.

Berbak Sembilang, Tempat Terbaik untuk Melihat Tapir Asia dan Burung Air

Wisata alam

Pantai Sorake | @hasanudin Tamali Mubari Shutterstock
info gambar

Salah satu tempat wisata alam yang dapat dikunjungi di Nias adalah Pantai Tureloto di Desa Balefadorotuho, Kecamatan Lahewa, Kabupaten Nias Utara. Pantai ini memiliki keunikan berupa batu karang raksasa berbentuk bulat dan terletak di bibir pantai. Masyarakat menyebutnya batu otak karena jika dilihat bentuknya menyerupai otak manusia.

Meski berhadapan langsung dengan Samudera Hindia yang terkenal mempunyai ombak besar, pantai ini cenderung tenang dan tidak berombak besar. Ini karena keberadaan gugusan karang yang berada di bibir pantai dan menjadi serupa benteng pemecah ombak. Di pantai ini, wisatawan bisa bermain di pantai, menjelajah laut dengan perahu nelayan, atau menyelam dan mengeksplor keindahan bawah lautnya.

Namu, jika Anda tertarik untuk berselancar bisa mengunjungi Pantai Sorake yang terkenal dengan ombaknya. Pada bulan April hingga September, ketinggian ombak bahkan mencapai 15 meter. Di pantai ini, Anda akan menemukan para peselancar yang sedang melakukan atraksinya. Bagi pemula yang baru mau belajar pun tetap bisa berselancar dengan bantuan warga lokal.

Dari Sorake, kita bisa beralih ke Pulau Asu yang memiliki pantai pasir putih yang bersih dan air yang jernih. Di pulau ini juga ada lima desa yang jaraknya berjauhan dan dibatasi perkebunan, yaitu Desa Hanefa, Hinako, Lahaba, Balemadate, Bawah, dan de Sawah. Di pulau ini juga wisatawan bisa menikmati kegiatan seperti berselancar hingga menyelam.

Eksplorasi Wisata Kaimana, Sepotong Surga di Papua Barat

Wisata budaya

Fahombo batu | @Bastian AS Shutterstock
info gambar

Untuk mempelajari kebudayaan, tradisi, dan adat istiadat yang melekat di masyarakat Nias, Anda bisa menungjungi kampung adat. Di Nias sendiri ada banyak desa-desa adat yang bisa jadi destinasi wisata. Misalnya, Desa Orahili Fau di Kabupaten Nias Selatan.

Desa Orahili Fau dikenal dengan kegagahannya dalam menaklukan musuh dalam masa penjajahan Belanda. Di desa ini masih banyak peninggalan sejarah, mulai dari rumah adat, lompat batu, tari perang, tradisi lisan hoho, maluaya, mogaele, dan ritual-ritual seperti fame afo atau pemberian sekapur sirih untuk tamu. Masyarakat desa juga mengerjakan kerajinan seperti memahat, membuat anyaman, hingga menjadi pandai besi.

Kemudian, ada Desa Hilinawalo Fau atau Desa Hilinawalo Batusalawa yang memiliki Omo Nifolasara, rumah adat besar dengan hiasan kepala lasara yang merupakan tempat tinggal Si'ulu atau bangsawan. Desa ini juga masih memiliki kelengkapan elemen desa adat khas Nias Selatan, seperti gerbang desa , susunan batu yang jadi poros desa, batu pusat desa, tugu lompat batu, situs musyawarah adat, rumah raha, dan pancuran batu tempat pemandian umum.

Selanjutnya ada Desa Bawömataluo yang memiliki lebih dari 140 rumah tradisional. Desa ini sering mendapatkan kunjungan dari wisatawan yang ingin menyaksikan atraksi lompat batu dan tarian perang. Lalu ada juga Desa Lahusa Fau yang mempunya 65 rumah tradisional, Desa Hili'amaetaniha yang memiliki 80 rumah tradisional dan ada rumah-rumah modern, juga ada Desa Botohilitanö dan Desa Siwalawa.

Selain desa adat, wisatawan juga bisa mengunjungi Museum Pusaka Nias. Museum ini didirikan oleh Pastor Johannes Hammerle yang telah bekerja di Nias sejak tahun 1971. Sang pastor memiliki ketertarikan pada bahasa, budaya, dan sejarah Nias kemudian mendirikan museum untuk pelestarian budaya Nias. Di museum ini ada lebih dari 6 ribu artefak, senjata dan perlengkapan perang, perhiasan dan pakaian, benda-benda keagamaan dan upacara, alat musik, dan benda-benda yang digunakan sehari-hari di rumah.

Festival Lembah Baliem yang Bawa Jayawijaya Dikenal Dunia

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dian Afrillia lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dian Afrillia. Artikel ini dilengkapi fitur Wikipedia Preview, kerjasama Wikimedia Foundation dan Good News From Indonesia.

Terima kasih telah membaca sampai di sini