Dorong Pariwisata Berkelanjutan, Menparekraf Luncurkan Program Carbon Footprint di Bali

Dorong Pariwisata Berkelanjutan, Menparekraf Luncurkan Program Carbon Footprint di Bali
info gambar utama

Perubahan iklim telah menjadi perhatian penting bagai seluruh negara di dunia termasuk Indonesia. Sesuai dengan ketetapan Paris Agreement (2015) semua negara punya kewajiban untuk berkontribusi dalam penurunan emisi. Hal ini termasuk melaksanakan, mengkomunikasikan upaya ambisius, mitigasi, dan adaptasi yang ditetapkan secara nasional atau dikenal sebagai National Determined Contribution (NDC).

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno mengatakan bahwa dari data Nature Climate Change tahun 2018, pariwisata dunia saat ini menyumbang 8 persen dari emisi global, di mana 49 persennya berasal dari jasa transportasi.

Sebagai upaya menekan emisi karbon dan mewujudkan pariwisata yang berkualitas dan berkelanjutan, Menparekraf baru saja meluncurkan program "Towards Climate Positive Tourism through Decarbonization and Eco-tourism” di Plataran Menjangan, Taman Nasional Bali Barat pada 7 Juli 2022.

Program ini memiliki tujuan untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian dari para pemangku kepentingan di industri pariwisata terhadap lingkungan.

Mengenal Fungsi Tahura dan Perbedaannya dari Cagar Alam dan Taman Wisata Alam

Program carbon footprint

Ilustrasi jejak karbon | @petrmalinak Shutterstock
info gambar

Perubahan iklim menjadi isu penting yang dibahas berbagai pihak mengingat risikonya dapat menyebabkan bencana hidrometeorologi, di mana saat ini mencapai 80 persen dari total bencana yang terjadi di Indonesia. Selain itu, perubahan iklim juga dapat memicu kelangkaan air, kerusakan ekosistem lahan dan lautan, kelangkaan pangan, bahkan penurunan kualitas kesehatan.

Adapun konsekuensi dari kondisi akan berdampak negatif pada industri pariwisata dan daya saing destinasi. Menurut penjelasan Sandiaga, Indonesia merupakan negara pertama di ASEAN yang memiliki komitmen net zero pada sektor pariwisata.

“Saya hari ini sangat termotivasi, sangat memiliki harapan yang berbinar-binar karena kami menjadi pelopor net zero di ASEAN dan kami mendapatkan mitra yang kuat di industri pariwisata,” kata Menparekraf.

Sandiaga juga menerangkan bahwa kegiatan ini merupakan kolaborasi antar berbagai pihak, termasuk Plataran Indonesia, Wise Steps, Jejak.in, dan Indecon. Juga melibatkan kementerian seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Dalam Negeri, dan Otoritas Jasa Keuangan.

Program carbon footprint atau jejak karbon ini juga melibatkan pemerintah daerah dan lima destinasi yang menjadi pilot project. Adapun ke lima destinasi yang akan menerapkan program jejak karbon yaitu Plataran Menjangan di Taman Nasional Bali Barat, Mangrove Tembudan Berseri di Berau, Pantai 3 Warna di Clungup Mangrove Conservation di Malang, Bukit Peramun di Belitung, dan Taman Wisata Mangrove Klawalu, di Sorong.

Menparekraf juga menjelaskan bahwa kondisi pasca pandemi, market pariwisata berkelanjutan diperkirakan terus meningkat. Sekitar 90 persen wisatawan yang berkunjung ke Bali tertarik untuk mengetahui lebih banyak mengenai ecotourismdan 83 persen percaya bahwa perjalanan berkelanjutan penting secara global. Bahkan, 69 persen di antaranya pun telah berkomitmen untuk mengurangi jejak karbon dari setiap perjalanan.

Untuk itu, carbon offset calculator pun diperlukan guna menghitung seberapa besar emisi karbon yang dihasilkan dari aktivitas perjalanan wisata.

“Perhitungan jejak karbon tersebut nantinya dikonversi menjadi nilai uang selanjutnya disalurkan untuk mendukung program positif seperti penanaman pohon, renewable energy, hingga pengembangan ekowisata,” jelas Menparekraf.

Pada dasarnya, jejak karbon adalah jumlah total emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh apapun, baik itu seseorang, organisasi, aktivitas, atau produk. Gas rumah kaca adalah gas di atmosfer yang menghasilkan efek rumah kaca dan berkontribusi terhadap pemanasan global dan perubahan iklim.

Jejak karbon yang dihasilkan dapat memberikan dampak yang negatif bagi kehidupan di bumi, mulai dari kekeringan dan berkurangnya sumber air bersih, timbul cuaca ekstrem dan bencana alam, perubahan produksi rantai makanan, dan berbagai kerusakan alam lainnya.

Beberapa aktivitas manusia yang menimbulkan jejak karbon antara lain penggunaan kendaraan berbahan bakar fosil seperti bensin, solar, atau gas. Proses pembakaran bahan bakar tersebut akan menimbulkan jejak karbon. Jika setiap orang bepergian menggunakan kendaraan pribadi, maka orang-orang tersebut berkontribusi untuk menghasilkan lebih banyak gas emisi. Semakin banyak kendaraan yang digunakan, pelepasan jejak karbon ke udara pun semakin banyak.

Jejak karbon juga dihasilkan oleh aktivitas lain seperti penggunaan energi listrik dan air untuk kehidupan sehari-hari. Selanjutnya adalah konsumsi makanan mulai dari bahan baku, proses produksi, hingga proses distribusi, semuanya meninggalkan jejak karbon.

Teluk Kabui dan Pesona Pulau Karang di Raja Ampat

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dian Afrillia lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dian Afrillia.

Terima kasih telah membaca sampai di sini