Kampung Miduana, Dihuni Keturunan Kerajaan dan Punya Tradisi Unik

Kampung Miduana, Dihuni Keturunan Kerajaan dan Punya Tradisi Unik
info gambar utama

Masyarakat Jawa Barat tentunya sudah mengenal Cianjur, kabupaten yang berbatasan dengan Bogor, Purwakarta, Sukabumi, dan Bandung. Cianjur dikenal dengan sebagian besar wilayahnya yang berupa pegunungan dan terdiri dari lahan pertanian tanaman pangan, hortikultura, peternakan, perkebunan, perikanan, dan kehutanan yang menjadi sumber kehidupan.

Di Cianjur juga terdapat sebuah kampung adat yang dulunya terkenal tertutup dari kemajuan teknologi, pun tidak banyak dikunjungi orang luar karena adanya perbedaan adat istiadat. Namanya adalah Kampung Adat Miduana yang kini telah siap membuka diri dan akan dikembangkan pemerintah daerah sebagai kampung wisata.

Kampung Adat Miduana berlokasi di Desa Balegede, Kecamatan Naringgul. Nama kampung ini berarti terbagi dua karena terletak di antara dua sungai yaitu Cipandak Hilir dan Cipanak Girang yang kemudian bertemu menjadi Sungai Cipandak.

Layaknya kampung adat, Miduana juga memiliki cerita yang unik dengan kearifan lokal yang masih terjaga. Apa saja keunikan dari kampung adat ini?

Sosok Perempuan Pahlawan Literasi Bagi Suku Baduy

Kampung Adat Miduana

Kampung Miduana | Tangkapan layar Youtube Cianjurkab TV
info gambar

Menurut keterangan kokolot atau sesepuh Kampung Adat Miduana yang bernama Abah Yayat, keberadaan Desa Balegede yang menjadi lokasi kampung adat ini tidak lepas dari kedua tokoh pendirinya yaitu Eyang Jagat Nata dan Eyang Jagat Niti. Kedua eyang ini diketahui merupakan keturunan dari Kerajaan Padjajaran yang saat itu mencari pemukiman untuk menghindari kondisi genting yang terjadi di kerajaan.

Eyang Jagat Nata dan Eyang Jagat Niti pun mendirikan perkampungan baru dan membuat tempat pertemuan dengan koleganya dari berbagai daerah dalam sebuah rumah besar yang disebut Balegede atau tempat pertemuan besar.

Setelah itu, kedua eyang memiliki anak bernama Jagat Sadana yang kemudian membuka Kampung Miduana tak jauh dari Balegede. Jagat Sadana pun mendapatkan tempat spesial dari warganya sebagai pembuka hutan belantara menjadi tempat menetap. Kampung ini pun pertama kali dibuka dengan nama Joglo Alas Roban dan pertama kalinya dihuni oleh sembilan kepala keluarga. Keluarga yang tinggal di sana pun kemudian beranak cicit hingga saat ini dan tetap memegang teguh tradisi kesundaan pikukuh karuhun dengan segala aturan.

Penghormatan dan Sakralitas Terhadap Perempuan dalam Budaya Sunda

Tradisi dan kesenian Kampung Miduana

Rustiman, Dewan Adat Kampung Miduana, menjelaskan bahwa kampung adat ini memiliki 21 rumah dan dihuni 21 kepala keluarga. Rumah-rumah yang ada di kampung juga masih mempertahankan bangunan tradisional berupa rumah panggung dengan dinding dari bilik bambu. Semua rumah juga punya bentuk yang sama dan bagian pintu menghadap ke selatan.

"Masyarakat di sini tetap menjalankan ucapan dari karuhun atau leluhur. Tanpa diminta atau disuruh pun mereka sudah memegang tradisi membangun rumah dengan pintu yang mengarah ke selatan atau utara, tapi di sini semuanya menghadap selatan. Kalau ada yang tidak sesuai pun biasanya saling mengingatkan apa yang disampaikan leluhurnya jika membangun rumah," jelas Rustiman.

Tak hanya itu, setiap rumah juga punya gowah untuk menyimpan padi dan parakuyan atau tempat penyimpanan beras. Uniknya, gowah dan parukuyan harus dilewati ketika warga kampung hendak menuju jamban.

"Tradisinya begitu, tidak boleh ke jamban atau toilet tanpa melalui gowah. Sampai sekarang masih dijaga tradisi atau budaya itu. Makanya warga membuat jamban selalu di arah yang nantinya akan melewati gowah," ujarnya.

Warga kampung sendiri memiliki mata pencaharian dari hasil pertanian. Sawah di sekeliling kampung menjadi sumber penghidupan masyarakat. Dalam bertani, mereka masih menjalankan tetekon atau aturan tradisi dalam mengelola pertanian yang sudah turun-temurun. Namun, ada juga sebagian kecil warga yang berdagang.

Di kampung ini juga warganya masih melestarikan kebudayaan dari leluhur mereka, seperti Dongdonan Wali Salapan, Lanjaran Tatali Paranti, Mandi Kahuripan, Opatlasan Mulud, dan berbagai kesenian buhun. Sementara untuk kesenian yang masih bertahan antara lain wayang gejlig, nayuban, lais, wayang golek, calung, rengkong, reog, tarawangsa, dan patun buhun.

Ketika mengunjungi Kampung Miduana, wisatawan dapat melihat situs-situs bersejarah yang menjadi aset kampung, seperti Batu Rompe, Arca Cempa Larang Kabuyutan, dan Goa Ustrali.

Pengembangan kampung wisata

Kepala Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disparpora) Cianjur, Pratama Nugraha, menuturkan bahwa pihaknya akan mengembangkan bagian luar perkampungan. Dari Pemkab Cianjur pun sudah menyiapkan anggaran untuk pengembangan zona luar kampung adat. Sementara untuk zona inti perkampungan akan dilakukan penataan, termasuk membangun rumah adat seperti semula.

Usai pembangunan dan penataan, pengelolaan nantinya akan diserahkan ke masyarakat kampung adat. Mereka akan mendapatkan pembinaan dan pelatihan tata kelola kampung agar lebih baik dan dapat meningkatkan perekonomian.

Sementara itu Wina Rezky Agustina selaku Ketua Yayasan Kebudayaan Lokatmala Indonesia mengatakan bahwa pihakknya menyambut baik bantuan pemerintah untuk mengembalikan Kampung Adat Miduana seperti semula dan bisa dijadikan destinasi wisata unggulan baru di Cianjur.

Wina juga menambahkan bahwa Kampung Adat Miduana ini masih memegang teguh budaya leluhur, sama seperti kampung adat lain yang ada di Jawa Barat, misalnya Baduy dan Ciptagelar. Ke depannya, Kampung Adat Miduana bisa menjadi destinasi wisata edukasi dengan fokus seni budaya Sunda.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dian Afrillia lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dian Afrillia. Artikel ini dilengkapi fitur Wikipedia Preview, kerjasama Wikimedia Foundation dan Good News From Indonesia.

Terima kasih telah membaca sampai di sini