Tentang Pajak dan 'Pecah Telur' Target Penerimaan dalam 1 Dekade Terakhir

Tentang Pajak dan 'Pecah Telur' Target Penerimaan dalam 1 Dekade Terakhir
info gambar utama

Belum banyak yang tahu, jika setiap tanggal 14 Juli diperingati sebagai Hari Pajak Nasional. Padahal, penetapan momentum ini telah dipilih bersamaan dengan upaya jajaran pemimpin negara terdahulu saat masih mengupayakan kemerdekaan Indonesia.

Mengutip periwayatan di laman DDTC, tanggal 14 Juli dipilih karena berkaitan dengan proses pembentukan negara saat masa sidang BPUPKI. Di mana topik pajak pertama kali disebut oleh Ketua BPUPKI sendiri, yakni Radjiman Wedyodiningrat dalam sebuah sidang mengenai aspek keuangan.

Setelahnya, kata pajak muncul dalam RUU yang disampaikan tanggal 14 juli 1945. Dalam bab VII Hal. Keuangan - Pasal 23 butir kedua. Yang mana di dalamnya terdapat pernyataan “segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang”.

Sejak saat itu pula urusan pajak terus masuk dalam pembahasan UUD 1945, yang bahkan mendapat pembahasan khusus pada tanggal 16 juli setelahnya. Pada pembahasan tersebut, dirinci apa saja sumber-sumber penerimaan utama negara yang menjadi cikal bakal jenis perpajakan hingga saat ini.

Berlaku Mulai 2023, Ini Penjelasan NIK yang Akan Berfungsi Sebagai NPWP

Jenis pajak yang berlaku di Indonesia

NPWP
info gambar

Secara garis besar pajak di Indonesia sendiri terbagi menjadi dua pengelolaan, yakni pajak pusat dan pajak daerah. Sedangkan orang, badan, organisasi, atau pihak yang memiliki kewajiban untuk membayar pajak disebut wajib pajak (WP).

Untuk pajak pusat pembedanya dibagi lagi menjadi 5 jenis, yakni pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), pajak bumi dan bangunan (PBB), dan bea meterai. Mengenai penjelasannya:

1. Pajak penghasilan, adalah jenis pajak yang selama ini dibebankan kepada orang pribadi atau badan usaha atas segala penghasilan yang diperoleh setiap tahunnya. Adapun yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh WP.

Penghasilan yang dimaksud dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan sejenisnya.

2. PPN, adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi barang kena pajak atau jasa kena pajak. Sebagai catatan, menurut penjelasan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), pada dasarnya setiap barang dan jasa adalah barang kena pajak atau jasa kena pajak, kecuali yang ditentukan sebagai barang jenis lain oleh undang-undang PPN.

3. PPnBM, jenis pajak yang dibebankan kepada WP yang melakukan pembelian atau konsumsi terhadap barang tergolong mewah.

Adapun ciri barang-barang yang dimaksud tergolong mewah adalah jenisnya yang bukan merupakan barang kebutuhan pokok. Lain itu jenisnya hanya bisa dikonsumsi oleh masyarakat dengan kondisi ekonomi tertentu, yang pada umumnya memiliki penghasilan tinggi atau di atas rata-rata.

4. PBB, yakni pajak yang dikenakan terhadap kepemilikan dan pemanfaatan satu pihak terhadap tanah dan bangunan. Sebenarnya PBB juga kembali dibagi ke dalam dua sektor, yakni PBB sektor P2 (Perdesaan dan Perkotaan) yang dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota.

Ada juga PBB Sektor P3 (Perhutanan, Pertambangan, dan Perkebunan) yang umumnya dikelola langsung oleh pemerintah pusat.

5. Bea meterai, yakni pajak yang dikenakan atas pemanfaatan dokumen seperti surat perjanjian, akta notaris, kwitansi pembayaran, surat berharga, dan efek. Tadinya ada beberapa jenis meterai yang dikeluarkan oleh DPJ dan beredar dari masyarakat, mulai dari meterai 1000, 2022, dan 6000.

Namun terbaru, beredar jenis meterai baru yang diimbau lebih banyak digunakan yakni meterai 10000, yang mana wujud dan pengaplikasiannya bisa digunakan secara digital.

Tak berhenti sampai di situ, selain pajak pusat masih ada pajak daerah. Sesuai penamaannya, jenis ini merupakan penerimaan pajak yang dikelola baik oleh pemerintah tingkat Provinsi baik Kota atau Kabupaten.

Ragam jenis pajak yang biasanya dikelola oleh pemerintah daerah terdiri dari pajak rokok, pajak restoran, pajak hotel, pajak parkir, pajak reklame, PBB perdesaan dan perkotaan, dan sejenisnya.

Menilik Upaya Indonesia Hadapi Permasalahan Iklim Lewat Pajak Karbon

Titik balik penerimaan pajak dalam 1 dekade

Statistik realisasi penerimaan pajak 1 dekade terakhir | Data Kemenkeu diolah DDTC
info gambar

Kemana uang hasil pajak yang dibayarkan oleh masyarakat selama ini berakhir?

Secara sederhana, sebagian besar masyarakat Indonesia selama ini pasti sudah mengetahui jika pajak yang mereka bayarkan berperan besar sebagai sumber utama penerimaan APBN setiap tahunnya.

Yang mana APBN itu sendiri menjadi tonggak utama dalam menopang pembangunan dan pertahanan negara dari segi ekonomi untuk berbagai aspek. Mulai dari pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan lain sebagainya.

Bagaimana realisasi penerimaan pajak selama ini?

Kenyataannya, penerimaan pajak yang diterima negara tidak pernah berhasil menutupi anggaran belanja negara setiap tahunnya. Bahkan selama 12 tahun terakhir, penerimaan pajak Indonesia tidak pernah mencapai target yang telah ditetapkan berdasarkan APBN dari tahun ke tahun.

Pecah telur atau titik balik penerimaan pajak yang mencapai bahkan melampaui target baru terjadi pada tahun 2021, di mana penerimaan pajak yang dimaksud berada di angka 103,9 persen, atau sekitar Rp1.277,5 triliun, dari total APBN negara sebesar Rp2.750 triliun.

Melihat pencapaian tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkap bahwa kondisi yang ada menggambarkan pemulihan ekonomi yang terjadi di Indonesia, bahkan setelah hantaman pandemi yang terjadi di tahun 2020.

“Kalau kita lihat, ini menggambarkan pemulihan ekonomi. Bahkan di kuartal III-2021 dan kuartal IV-2021 ada peningkatan penerimaan yang besar dan seperti sudah engga ada Covid-19,” tuturnya, mengutip Kontan.

Akankah pencapaian tersebut kembali terulang di tahun 2022?

Masih berjalan, belum ada jawaban pasti akan pertanyaan tersebut. Namun terbaru, diketahui sejauh mana realisasi penerimaan pajak negara di tahun ini. Setidaknya per bulan April 2022, Menkeu melaporkan jika penerimaan perpajakan negara sudah mencapai persentase 44,88 persen atau sekitar Rp567,69 triliun.

Adapun secara lebih rinci, penerimaan tersebut berasal dari PPh non migas Rp342,48 triliun, PPnBM Rp192,12 triliun, PPh migas Rp30,66 triliun, serta PBB dan pajak lainnya sebesar Rp2,43 triliun.

“Pajak kita masih tumbuh sangat kuat sampai dengan akhir April karena memang bulan April adalah penyerahan SPT untuk pajak badan atau korporasi. Kita berharap ini masih bertahan,” pungkas Menkeu Sri.

Kaleidoskop 2021: Ragam Upaya Indonesia Gencarkan Pemulihan Ekonomi Nasional

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Siti Nur Arifa lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Siti Nur Arifa.

Terima kasih telah membaca sampai di sini