Kala Rumah dan Budaya Gembala Kerbau dari Lombok Tergeser Investasi

Kala Rumah dan Budaya Gembala Kerbau dari Lombok Tergeser Investasi
info gambar utama

Kerbau (Bubalus bubalis) mendadak menjadi pembicaraan di Lombok, Nusa Tenggara Barat, ketika persiapan MotoGP di Sirkuit Mandalika, di Desa Kuta, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah.

Akun Twitter @jowoshitpost menjadi salah satu yang turut mengunggah video tersebut. Semua video memperlihatkan beberapa ekor kerbau yang sedang asyik merumput dengan latar belakang Sirkuit Mandalika.

Kamera lantas beralih menyorot ke berbagai sudut lain, memperlihatkan kerbau-kerbau yang merumput sampai ke daerah puncak perbukitan hijau nan asri tersebut. Tampak pula pemandangan pantai dan laut yang kian cantik dengan cerahnya langit biru.

Tentunya warganet ikut terpukau dengan video singkat tersebut. Namun sebagian ikut menyoroti keberadaan kerbau, karena khawatir bila hewan-hewan ternak tersebut sampai memasuki lintasan Sirkuit Mandalika.

Lhah iki nek moro-moro kebone mlayu nang lintasan piye (Lha ini kalau tiba-tiba kerbaunya lari ke lintasan gimana?)” ujar seorang warganet yang dimuat Suara.

Kerbau memang oleh masyarakat Lombok dianggap bukan hewan ternak biasa. Hewan ini sering dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari, seperti halnya dalam membantu petani membajak sawah.

Pertama di Asia, Indonesia Punya Pabrik Bata dari Sampah Plastik di NTB

Di Kecamatan Sambelia, Lombok Timur misalnya, peran kerbau dalam melakukan aktivitas bajak sawah tidak tergantikan sampai saat ini. Mengingat tekstur sawah yang ada di sana banyak terdapat bebatuan yang konon batu hasil serpihan letusan Gunung Rinjani.

Meski traktor sekalipun, tidak akan bisa menggantikan kerbau untuk membantu petani membajak sawah. Kerbau lebih banyak lepasliarkan dibandingkan sapi. Oleh para peternak, sapi lebih sering dikandangkan atau dimanjakan.

Sebagai simbol kekayaan

Bagi masyarakat Suku Sasak -warga lokal Lombok- kerbau adalah lambang dari status sosial. Kekayaan seseorang akan diukur dari berapa kerbau yang mereka milik. Bahkan ketika melamar anak gadis, masyarakat masih menjadikan kerbau sebagai mahar.

Misalnya di Bayan, Lombok Utara yang masih menggunakan kerbau sebagai mahar atau pisuke. Walau di daerah kaki Gunung Rinjani ini, bisa dihitung dengan jari orang yang memiliki kerbau.

Di Sembalun, Lombok Timur, salah satu ritual adat ngayu ayu masih menjadikan kerbau sebagai salah satu syarat. Penyembelihan kerbau dalam ritual syukuran atas berkah kesuburan hasil pertanian itu tak bisa lepas dari kerbau.

Walau kini di Sembalun sudah jarang ditemukan pengembala dan peternak kerbau.Biasanya mereka akan mendatangkan kerbau dari daerah selatan Lombok, atau terdekat dari Sambelia.

“Sejak zaman dahulu kerbau yang disembelih,” kata Pe Mardisah, Ketua Adat Sembalun Bumbung yang dimuat dari Mongabay Indonesia.

Walau jumlah sapi jauh lebih banyak, kerbau masih menjadi ukuran untuk acara adat. Misalnya ada pelanggaran adat, menurut Mardisah, kerbau tetapi jadi “syarat” untuk membersihkan diri dari pelanggaran itu.

Kisah Raja Mataram Memberantas Korupsi dalam Catatan Wallace

Misalnya jelas Mardisah dalam ritual Nyalamaq Dilauq bagi masyarakat Suku Bajo di Tanjung Luar Lombok Timur, juga dalam ritual Rebo Bontong Tetulak Tamperan di masyarakat pesisir Lombok Timur, kepala kerbau dilarungkan ke laut.

Akademisi Universitas Mataram yang juga budayawan Lombok, Nuriadi Sayip mengatakan tradisi yang hampir punah saat ini adalah nemoeq moto seong. Hal ini terjadi karena seiring mulai berkurangnya animo masyarakat memelihara kerbau.

Dijelaskannya nemoeq adalah acara ritual yang khusus untuk meminta kepada Sang Pencipta demi terjaga dan terpeliharanya hewan ternak. Prosesi ritual ini pada malam hari, saat magrib, pada malam Jumat (Kamis malam) dengan mendatangi kandang hewan.

Pertama, sang pemilik hewan ternak menyiapkan sajian yang dinamai moto seong yaitu beras yang digoreng kering (disangrai), lalu ditaburi gula jawa dan parutan kelapa. Ada juga yang dibuat bulat-bulat.

Setelah proses pembuatannya moto seong ini disajikan dalam wadah. Hal yang menarik, makin banyak hewan peliharaan, porsi moto seong makin banyak, bahkan jumlah suwiran pun makin banyak.

Dalam proses ritual akan dipimpin oleh ketoaq atau pemimpin adat yang membacakan doa di depan kandang. Ketika melemparkan genggaman moto seong, dia tidak henti-henti berdoa demi keselamatan hewan ternak dan pemiliknya.

Proses selesai ditandai pemberian aba-aba tanda selesai dari sang ketoaq. Semua orang yang hadir di acara itu menyantap sajian moto seong. Menarinya yang hadir bukan hanya pemilik dan keluarga, tetapi juga para tetangga.

“Ada nemoq moto seong sebagai tradisi menandakan konstruk budaya dan kesadaran orang Sasak itu adalah religuitas. Bahwa kehidupan, pencapaian, dan harta kekayaan merupakan titipan atau pemberian dari Yang Maha Kuasa,” kata Nuriadi.

Tergeser investasi

Warga di Lombok memang biasa memelihara hewan peliharaannya dengan dilepas, setelah keluar dari kandang, kerbau-kerbau ini bebas berjalan mencari rumput sendiri, sejauh tempat atau wilayah itu tidak dilarang dengan ada tanda pagar.

Disebut oleh Nuriadi, penggembala hanya mengikuti kemana rombongan kerbau atau sapi berjalan. Karena biasanya memang rombongan kerbau atau sapi itu sudah tahu tempat-tempat di mana mendapat makanan dengan kekuatan intuisi atau indranya.

“Tugas penggembala hanya menjaga keamanan dan menghalau jika mengganggu tanaman musiman berupa padi, palawija, jagung, rumput gajah, pohon turi, dan lain sebagainya,” katanya.

Menurut Nuriadi, model pemeliharaan seperti ini sudah sulit dilakukan, karena hampir semua ladang sudah jadi lahan produktif untuk menanam palawija. Bahkan katanya di pegunungan di sepanjang pantai selatan, kini telah berpindah ke tangan investor.

Pulau Seribu Masjid, Inilah Deretan Masjid Megah dan Bersejarah di Lombok

Misalnya saja Sirkuit Mandalika, dahulunya merupakan kubangan kerbau. Di tempat itu, para pengembala biasa memanjakan kerbau, berendam hingga sore. Saat kerbau berendam, para pengembala duduk memandangi keindahan pantai.

Tetapi setelah ada Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, kerbau-kerbau ini kehilangan rumah. Para pengembala makin kesulitan mencarikan jalan. Para pengembala harus hati-hati agar kerbau tak terperosok, terjebak ke dalam KEK Mandalika.

“Sekarang masyarakat yang dulu bertani dan peternak mulai membuka usaha wisata,” kata Supriandi tokoh adat Desa Kuta.

Ketua Gerakan Rakyat NTB, Arsa Ali Umar juga menyebut kehadiran investor di sebuah wilayah yang harusnya mensejahterakan, namun kini malah menyengsarakan rakyat dengan mengusir para penggembala.

Akhir Januari 2022, Pemerintah Lombok Timur mengundang para investor untuk menyelesaikan masalah ini. Dalam rapat itu, pemerintah menjanjikan ada lahan seluas 10 hektare bagi penggembala kerbau.

Sayangnya lahan seluas 10 hektare itu tak kunjung ketemu. Sepanjang Januari sampai April, pengusiran penggembala kerbau tetap terjadi. Makin hari kehidupan para penggembala dan peternak kerbau makin terjepit.

“Ruang gerak makin sempit. Mereka tak bebas lagi membangun kandang, makin sulit mencari kubangan,” tulis Fathul Rahman dalam Kala ‘Rumah’ Kerbau Tergusur, Budaya Orang Lombok Bakal Terkubur.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini