Asal Mula Ayam Menjadi Hewan Peliharaan Manusia, Termasuk Masyarakat Indonesia

Asal Mula Ayam Menjadi Hewan Peliharaan Manusia, Termasuk Masyarakat Indonesia
info gambar utama

Ayam [Gallus gallus domesticus] merupakan hewan yang dekat dengan kehidupan manusia. Selain sebagai peliharaan, ayam juga dijadikan sumber makanan.

Pernahkah terpikirkan oleh Anda, kapan, di mana, dan bagaimana hewan bertaji itu menjadi jinak [domestikasi] seperti saat ini?

Penelitian terbaru, dilakukan para akademisi di Universitas Exeter, Munich, Cardiff, Oxford, Bournemouth, Toulouse, serta institut di Jerman, Prancis, dan Argentina, yaitu Joris Peters, Ophelie Lebrasseur, Greger Larson, dan kolega berjudul The Biocultural Origins and Dispersal of Domestic Chickens, dimuat dalam Jurnal The Proceeding of The National Academy of Sciences [PNAS], edisi 6 Juni 2022.

Riset ini menjelaskan bahwa tulang ayam domestik pertama ditemukan di Neolitik Ban Non Wat di Thailand tengah, diperkirakan pada 1650 hingga 1250 SM. “Thailand paling tua, bukan didomestikasi di Anak Benua India, China Tengah, Asia Selatan, Mesopotamia, Ethiopia atau Eropa Mediterania pada 800 SM,” tulis peneliti.

Sebelumnya, ada klaim bahwa ayam didomestikasi pada 10.000 tahun lalu di China, Asia Tenggara, atau India, dan ayam ada di Eropa lebih dari 7.000 tahun silam.

Kekuatan pendorong dibalik domestikasi ayam adalah kedatangan pertanian padi kering ke Asia Tenggara. Wilayah ini memang tempat nenek moyang liar mereka, yaitu ayam hutan merah.

“Pertanian padi kering bertindak sebagai magnet menarik unggas hutan liar turun dari pohon, dan memulai hubungan lebih dekat antara manusia dengan unggas hutan yang menghasilkan ayam.”

Para peneliti lintas universitas antarbenua ini menilai, proses domestikasi ayam berlangsung sekitar 1.500 SM di semenanjung Asia Tenggara.

“Kemudian diangkut pertama kali melintasi Asia, lalu ke seluruh Mediterania sepanjang rute yang digunakan pedagang maritim Yunani, Etruscan, dan Fenisia awal,” jelas peneliti.

Dinamika hubungan manusia-ayam

Penelitian Julia Best, Sean Doherty, Ian Armit, dan kolega berjudul Redefining The Timing and Circumstances of The Chicken’s Introduction to Europe and Noerth-West Africa yang diterbitkan Cambrige University Press, pada 7 Juni 2022 menjelaskan bukti meyakinkan pertama yang menunjukkan hubungan dekat antara manusia dengan ayam.

Kerangka lengkap ayam terlihat ditempatkan di samping penguburan manusia Zaman Perunggu di Thailand [misalnya Ban Non Wat, sekitar 800 SM] dan China [Pemakaman Kerajaan Dasikongcun, 1320–1046 SM]. Sedangkan Eropa, di Italia, ayam yang paling awal diidentifikasi berasal dari makam abad kesepuluh hingga kesembilan SM.

“Untuk memahami bagaimana hubungan manusia-ayam berevolusi, perlu fokus pada bukti dari daerah yang memiliki catatan arkeologi luas, mencakup berbagai jenis situs,” tulis peneliti.

Lukisan kuno ayam | Foto: China Online Museum
info gambar

Di Inggris, ada cukup bukti tentang bagaimana sikap manusi terhadap ayam, yang berubah seiring waktu. “Di banyak daerah, ayam awalnya tidak muncul di kuburan manusia, tetapi sebagai kerangka yang dikubur secara individual.”

Selain yang berasal dari Weston Down dan Houghton Down di Inggris, sisa-sisa ayam telah ditemukan dari situs Zaman Besi di seluruh Eropa.

“Tidak satu pun dari kerangka ini menunjukkan bukti pemotongan atau konsumsi manusia; mereka juga sering merupakan hewan yang lebih tua. Taji panjang pada ayam Houghton Down, misalnya, menunjukkan bahwa umurnya lebih dari dua tahun.”

Penelitian ini menemukan fakta menarik, yaitu selama Zaman Besi di Eropa, ayam dihormati dan umumnya tidak dianggap sebagai makanan.

Kesimpulan ini didapatkan dari ayam paling awal dikubur sendirian yang tidak disembelih, dan banyak juga ditemukan terkubur bersama manusia. Selain itu, ayam jantan sering dikubur dengan jantan lainnya dan begitu juga dengan betina.

“Survei kami tentang penguburan bersama di Inggris menunjukkan, ritus penguburan seringkali sangat berjenis kelamin: jantan dikuburkan dengan jantan dan betina dengan ayam betina.”

Peneliti menduga, ayam dimasukkan dalam kuburan manusia sebagai pemandu jiwa manusia ke alam baka. Peran seperti itu akan cocok dengan hubungan mereka dengan Merkurius (Dewa Komunikasi dan Perjalanan Romawi), yang kepadanya sejumlah besar ayam dikorbankan di Kuil Uley, Gloucestershire.

“Pada kesempatan lain, kehadiran ayam di kuburan jelas merupakan persembahan makanan, sebuah praktik yang menjadi lebih umum di Inggris selama periode Romawi.”

Selanjutnya, Kekaisaran Romawi mempopulerkan ayam dan telur sebagai makanan.

“Misalnya, di Inggris, ayam tidak dikonsumsi secara teratur sampai abad ketiga Masehi, kebanyakan di lokasi perkotaan dan militer,” terang Julia Best, Sean Doherty, Ian Armit dan kolega.

Di Inggris, bukti paling awal untuk konsumsi ayam tingkat tinggi berasal dari situs ‘Romanisasi’ Istana Fishbourne, sejumlah besar ayam dimakan pada awal abad pertama Masehi.

Di sini, tulang ayam terdiri dari delapan persen dari total kumpulan, jauh lebih tinggi dari situs Zaman Besi/Romawi Inggris lainnya.

Di tempat lain di Inggris, ayam tidak dikonsumsi secara teratur sampai abad ketiga Masehi, sekali lagi, terutama di lokasi perkotaan dan militer yang sangat diromanisasi.

Bukti ini menunjukkan bahwa, di Inggris, 700-800 tahun telah berlalu antara pengenalan awal ayam sebagai hewan eksotis [yang dagingnya tampaknya dilarang untuk dikonsumsi] dan penerimaan hewan ini sebagai sumber protein makanan.

Penelitian hasil evaluasi sisa-sisa ayam ini ditemukan di lebih dari 600 lokasi di 89 negara. Mereka memeriksa kerangka, lokasi pemakaman dan catatan sejarah mengenai masyarakat dan budaya di mana tulang itu ditemukan.

Tim peneliti juga menggunakan penanggalan radiokarbon untuk menentukan usia 23 tulang ayam yang ditemukan di Eurasia barat dan Afrika barat laut.

Hewan dihormati

Atit Kanti, peneliti dari BRIN mengatakan, sejarah Indonesia mencatat ayam merupakan hewan yang sangat dihormati. Bahkan arti nama raja keempat kerajaan Majapahit yaitu Hayam Wuruk berarti ayam yang terpelajar.

“Ini menjadi bukti, selain dikonsumsi, di sisi lain ayam sangat dihargai,” tutur Atit Kanti saat membuka webinar internasional Museum Nasional Sejarah Alam Indonesia bertema “Etnobiological Perspektif of Indonesian Chickens” pada Senin, 20 Juli 2020 lalu, dikutip dari situs LIPI.go.id.

Temuan menarik tentang ayam juga diungkap Hidayat Ashari, Peneliti Genetika Molekular. Dia menuturkan, Indonesia memiliki dua spesies ayam hutan [Gallus sp.], yaitu ayam hutan merah atau red jungle-fowl [Gallus gallus] dan ayam hutan hijau atau green jungle-fowls [Gallus varius].

G. gallusmemiliki beberapa subspesies yaitu G. gallus spadiceus, G. gallus bankiva, G. gallus murgha, danG. gallus jabouillei.

Ayam hutan merah ini dapat ditemukan di luar pulau Indonesia, sedangkan ayam hutan hijau adalah ayam asli Indonesia yang dapat ditemukan di Sumatera Selatan, Jawa, Bali, Lombok, dan Nusa Tenggara.

“Contohnya seperti ayam pelung, cemani, kapas, kedu putih, atau kedu hitam,” tutur Hidayat.

Lalu dari manakah ayam asli Indonesia berasal? Hidayat menjawab teka-teki tersebut melalui studi keberagaman genetik berdasarkan penanda molekular. “Melalui metode ini kita dapat membangun peta keterkaitan genetik, analisis sistem perkawinan, struktur populasi, merekonstruksi hubungan filogenetik antar populasi dan mempelajari variasi genetik antar dan di dalam populasi hewan.”

Berdasarkan hasil studi tersebut, Hidayat menemukan adanya keragaman dan keunikan ayam asli. Namun di sisi lain, keragaman genetik ayam hutan, secara keseluruhan relatif rendah. Keberagaman dan keunikan tersebut dipengaruhi letak geografis setiap lokasi. Keberagaman jenis ayam di Aceh dan Sumatera Utara lebih tinggi dibanding daerah Sumatera lainnya, karena terletak di ujung Sumatera.

“Di ujung barat kita berbatasan dengan Selat Malaka, Malaysia dan Thailand. Termasuk juga di Sulawesi Utara yang merupakan jalur perdagangan internasional dan berbatasan dengan Filipina. Perkawinan silang pasti lebih tinggi,” ungkapnya.

Ayam yang kini dekat dengan kehidupan manusia. Foto: Pixabay/Public Domain/Danganhfoto
info gambar

Selain itu, Hidayat mengungkapkan terdapat tanda perkawinan silang yang signifikan di sebagian besar populasi ayam asli dan ayam hutan yang terfragmentasi bertahan hidup di bawah tekanan manusia dan populasinya, dapat terus meningkat di pulau yang berbeda. Sedangkan populasi ayam hutan merah di Jawa Timur terpisah dari sampel ayam hutan merah lainnya di Sumatera.

Ayam hutan hijau menunjukkan pola pencampuran genetik yang berbeda di berbagai daerah di Jawa Timur, juga ada perbedaan genetik signifikan antarpulau.

“Ayam asli Indonesia memiliki keanekaragaman genetik yang kaya dan unik, tetapi dengan campuran genetik yang dipengaruhi ayam hutan merah dan boiler serta lapisan komersial,” paparnya.

--

Artikel ini adalah republikasi dari web Mongabay.co.id atas MoU GNFI dengan Mongabay Indonesia

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Akhyari Hananto lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Akhyari Hananto.

Terima kasih telah membaca sampai di sini