Eceng Gondok: Dua Sisi Kehidupan dari Tanaman Penguasa Danau

Eceng Gondok: Dua Sisi Kehidupan dari Tanaman Penguasa Danau
info gambar utama

Eceng gondok (Eichhornia crassipes) seperti layaknya Dr Oct yang memiliki dua kepribadian, pada satu sisi baik, namun kemudian berubah menjadi monster Octopus yang jahat dalam sekuel Spiderman.

Tanaman ini sangat berjasa menyerap cemaran logam berat dan zat beracun dalam air. Namun, ketika penambahan populasinya merajalela, dia ibarat drakula penghisap oksigen yang terlarut sehingga mengancam kehidupan makhluk air.

Selain dikenal dengan eceng gondok, tumbuhan air ini juga mempunyai nama lain seperti di daerah Palembang dikenal dengan nama kelipuk, di Lampung disebut ringgak, di Dayak disebut ilung-ilung dan di Manado disebut tumpe.

Seorang ahli botani dari Jerman bernama Carl Friedrich Philipp von Martius menjadi orang pertama yang menemukan spesies eceng gondok. Penemuan ini terjadi ketika ia sedang melakukan ekspedisi ke Sungai Amazon, Brazil.

Sugiarto, Dedikasikan Hidup Lebih dari 20 Tahun untuk Gaungkan Aksi Menanam Pohon

Eceng gondok bentuknya mudah untuk dikenali. Selain ciri utamanya yang hidup mengapung di permukaan air, tumbuhan ini juga memiliki akar serabut seperti rambut untuk menyerap nutrisi.

Tinggi tanaman ini mulai 40 hingga 80 centimeter. Bentuk daunnya tunggal, berbentuk oval, permukaannya licin dan berwarna hijau. Pada bagian ujung serta pangkal daun cenderung meruncing dengan pangkal tangkai daun lumayan menggelembung.

Jenis bunga eceng gondok termasuk bunga majemuk, berbentuk bulir dan kelopaknya berbentuk tabung. Bijinya berwarna hitam dan berbentuk bulat. Ketika berbuah, buahnya berbentuk kotak, memiliki tiga ruang dan berwarna hijau.

Tanaman ini biasa tumbuh di kolam dangkal, rawa, lahan basah, aliran air yang lambat, danau, penampungan air dan sungai yang arus airnya relatif tenang. Eceng gondok juga bisa berkembangbiak dengan sangat cepat sehingga dianggap gulma.

Selain itu, eceng gondok juga tumbuhan yang sangat kuat dan mampu beradaptasi di hampir semua lingkungan. Dia mampu beradaptasi dengan perubahan kondisi air yang ekstrim bahkan berbagai jenis racun serta zat kimia berbahaya.

Menyerap polutan

Eceng gondok juga memiliki manfaat untuk menyerap bahan kimia dari pupuk anorganik serta zat beracun asal limbah rumah tangga dan industri. Hal inilah yang dimanfaatkan Erdi Sutardi di Desa Gunungsari, Kecamatan Sukaratu, Tasikmalaya, Jawa Barat,

Edi menjaga kualitas air untuk memenuhi syarat budidaya organik. Maklum kini dia bermitra dengan eksportir beras organik ke Amerika Serikat yang menerapkan syarat ketat. Sehingga budidaya organik ini sangat dibutuhkan.

“Budidaya organik tak hanya menghindari pemakaian pupuk dan pestisida kimia sintesis. Kualitas air juga mesti dijaga,” katanya yang dimuat dalam Eceng Gondok, Kisah Gurita Penguasa Danau diterbitkan Trubus.

Dr Nia Rossiana Dhahiyat MS, ahli bioremediasi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran menyebut eceng gondok memang memiliki daya serap tinggi terhadap polutan.

Karena itu telah sejak lama eceng gondok dimanfaatkan untuk mengelola limbah. Penelitian tentang pengolahan limbah pemotongan hewan ternak, menunjukkan eceng gondok mampu mengurangi kadar padatan terlarut pada limbah hingga 23,92 persen.

Kadar senyawa organik yang tidak terurai secara biologis turun 51,65 persen, amonia 58 persen, nitrat 32,07 persen, dan fosfor total 25,81 persen, Eceng gondok juga rakus menyerap unsur hara.

Bedanya Bunga Bangkai dan Raflesia

Karena itu tanaman air ini mampu menyerap 5.850 kg nitrogen per hektare per tahun dan 350-1.125 kg fosfor per hektare per tahun. Karena itu pertumbuhan eceng gondok sangat cepat yakni mencapai 10 g bobot tanaman per hari.

Namun pertumbuhan eceng gondok yang cepat itu malah menjadi bumerang. Bila populasinya padat akan menghambat aliran air. Karena itu Edi, rutin melakukan penjarangan, kemudian dicacah, difermentasi untuk bahan baku pupuk organik.

Bila tidak dicabut, bisa dilihat dari kejadian di Danau Rawa Pening, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah pada 2007. Ketika itu ribuan ikan dalam keramba mati akibat terkurung eceng gondok yang populasinya 60 persen menutup danau.

Ahli ekologi dan biosistematika Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung, Dr Tati Subahar menyebut permukaan daun eceng yang lebar membuat intensitas penguapan air danau tinggi.

“Lama kelamaan danau bisa surut,” jelasnya.

Hama yang bermanfaat

Penyebaran eceng gondok yang tidak terkendali tentu akan menyebabkan gangguan lingkungan. Hal ini dirasakan oleh Pemerintah Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi yang kewalahan menghadapi serangan eceng gondok.

Tanaman ini menutup dua pertiga permukaan Danau Kerinci seluas 5.000 m2. Akibatnya cahaya matahari tidak bisa menembus air, hal ini menghambat fotosintesis fitoplankton yang memproduksi oksigen.

“Efeknya populasi ikan di danau vulkanik sedalam 110 meter itu merosot."

Eceng gondok yang mati mengendap di dasar danau dan mempercepat pendangkalan, juga mengganggu transportasi air. Berbagai upaya penanggulan seperti penyemprotan herbisida hingga memindahkan langsung pun tak membuahkan hasil.

Mengenal Ragam Pohon Endemik Langka dan Upaya Pelestariannya di Indonesia

Pemerintah pun menggunakan musuh alami eceng gondok yaitu ikan graskap (Ctenopharyngodon idelius). Akibat penebaran 47.800 ikan graskap ke danau, populasi eceng gondok memang tinggal 5 persen.

Namun hal ini malah berdampak buruk, karena biota danau yang bermanfaat seperti udang air tawar, ikan seluang, siput, dan ikan kepala timah ikut berkurang populasinya. Pemerintah setempat pun perlu memutar otak untuk mengendalikan eceng gondok ini.

Djeni Hendra, peneliti di Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan, Bogor, Jawa Barat memiliki ide untuk mengubah eceng gondok menjadi briket.

“Dari hasil risetnya, daya bakar briket eceng gondok buatan Djeni mencapai 3.061 kalori per gram. Itu hanya sedikit di bawah kayu bakar, yang rata-rata 4.000 kal per gram.”

Menurut Djeni, pemanfaatan limbah seperti eceng gondok sebagai bahan bakar nabati memberi banyak keuntungan secara langsung. Keuntungan itu antara lain peningkatan efisiensi energi secara keseluruhan.

Hal ini karena kandungan energi yang terdapat pada limbah cukup besar dan akan terbuang percuma jika tidak dimanfaatkan. Selain itu penghematan biaya, karena sering kali membuang limbah bisa lebih mahal dari pada memanfaatkannya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini