Candi Jago, Tempat Persembahan untuk Raja dengan Pancaran Relief Kehidupan

Candi Jago, Tempat Persembahan untuk Raja dengan Pancaran Relief Kehidupan
info gambar utama

Candi Jago terletak di Dusun Jago, Desa Tumpang, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, tepatnya 22 km ke arah timur dari Kota Malang. Dikarenakan letaknya berada di Desa Tumpang, tempat bersejarah ini juga disebut Candi Tumpang.

Menukil dari laman Perpustakaan Nasional yang diwartakan Kompas, candi ini sudah termuat dalam kitab Negarakertagama dan Pararaton. Pada kitab klasik ini, nama candi tersebut yang sebenarnya adalah Jajaghu.

Menurut kitab Negarakertagama dan Pararaton, pembangunan Candi Jago berlangsung sejak tahun 1268 M sampai dengan tahun 1280 M. Candi ini dibangun sebagai penghormatan bagi Raja Singasari ke 4 yakni Sri Raja Wisnuwardhana.

Melihat Betapa Mengerikannya Siksa Neraka dalam Relief Candi Jago

Keterkaitan Candi Jago dengan Kerajaan Singasari terlihat juga dari pahatan padma (teratai) yang menjulur ke atas dari bonggolnya, yang menghiasi tatakan arca-arcanya. Motif teratai semacam itu sangat populer pada masa Kerajaan Singasari.

Berdasarkan pupuh 41 gatra ke 4 Negarakertagama dijelaskan bahwa Raja Wisnuwardhana yang memerintah Singasari menganut agama Syiwa Buddha yakni suatu aliran keagamaan yang merupakan perpaduan antara ajaran Hindu dan Buddha.

Pada masa pemerintahaan Kerajaan Singasari yang terletak sekitar 20 km dari Candi Jago, aliran tersebut berkembang cukup pesat. Jajaghu sendiri memiliki arti keagungan yang merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut tempat suci.

Revitalisasi Candi Jago

Meskipun candi ini dibangun pada masa pemerintahan Kerajaan Singasari, tetapi pada dua kitab klasik tersebut disebut bahwa Candi Jago selama tahun 1359 M menjadi salah satu tempat yang sering dikunjungi Raja Hayam Wuruk dari Kerajaan Majapahit.

Diduga Candi Jago juga telah mengalami pemugaran pada tahun 1342 M atas perintah Raja Adityawarman dari Melayu. Dirinya memang masih memiliki hubungan darah dengan Raja Hayam Wuruk.

Candi Jago pertama kali diumumkan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Sir Thomas Stamford Raffles dalam sebuah buku yang diterbitkannya yang berjudul History of Java pada tahun 1917.

Menaikkan Tarif Demi Merawat Candi Borobudur, Perlukah?

Saat ini, Candi Jago masih berupa reruntuhan yang belum dipugar. Keseluruhan bangunan candi berbentuk segi empat dengan luas 23 x 14 meter. Atap candi telah hilang, sehingga tinggi bangunannya aslinya belum diketahui pasti, walau diperkirakan 15 meter.

Bangunan candi menghadap ke barat, berdiri di atas batu setinggi 1 meter dan kaki candi yang terdiri atas 3 teras bertingkat. Semakin berjalan ke atas, teras kaki candi akan terlihat semakin mengecil.

Karena itu, pada lantai pertama dan kedua terdapat selasar yang dapat dilewati untuk mengelilingi candi. Garba graha atau ruang utama terletak bergeser agak ke belakang dari posisi candi.

Dipenuhi relief

Candi dengan bentuk bangunan bersusun dan berselasar merupakan bentuk umum yang biasa ditemukan pada zaman megalitikum yaitu disebut sebagai bangunan punden berundak.

“Bentuk semacam ini umumnya digunakan dalam membangun tempat pemujaan arwah leluhur. Namun masih perlu dibuktikan kebenarannya,” tulis Dini Daniswari dalam Candi Jago: Sejarah, Relief, dan Corak.

Candi Jago dipenuhi dengan panel relief yang terpahat rapi mulai kaki hingga dinding teratas. Relief Candi Jago menggambarkan jalinan cerita yang mengandung unsur pelepasan dan kepergian.

Dilema Kunjungan Candi Borobudur, Antara Konservasi dan Kebutuhan Edukasi

Pahatan paling bawah menggambarkan ajaran Buddha dan cerita Tantri Kamandaka dan cerita Kunjarakarna. Pada dinding teratas kedua terpahat lanjutan cerita Kunjarakarna dan petikan kisah Mahabarata dalam ajaran Hindu, yakni Parthayajna dan Arjuna Wiwaha.

“Pada dinding tubuh candi dipenuhi dengan pahatan relief cerita Hindu, yaitu peperangan Krisna dan Kalayawana.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini