Film Indonesia yang Bangkitkan Semangat Juang

Film Indonesia yang Bangkitkan Semangat Juang
info gambar utama

Film selalu menjadi pilihan yang tepat ketika kita ingin melihat perspektif lain dalam hidup. Dengan beragam genre dan keunikannya sendiri, film senantiasa merepresentasikan sebuah pesan kepada penontonnya, termasuk pesan inspiratif yang dapat bangkitkan semangat juang.

Industri film Indonesia telah berkembang kian pesat. Kini, film-film Indonesia hadir dengan wajah otentik yang berani mengangkat isu-isu terkini atau bahkan isu-isu yang tidak banyak dibicarakan.

GoodMates, beberapa film Indonesia berikut mengandung makna yang dalam tentang arti kehidupan dan bisa bangkitkan semangat juangmu. Simak, yuk!

Baca Juga: Rekomendasi Film Animasi Klasik Penuh Makna untuk Segala Usia

Guru-Guru Gokil (2020)

Film bergenre komedi produksi BASE Entertainment ini merupakan film debut Dian Sastrowardoyo sebagai produser. Disutradarai oleh Sammaria Simanjuntak, Guru-Guru Gokil (dalam judul internasionalnya Crazy Awesome Teachers) menawarkan cerita apik tentang perjalanan Taat Pribadi (Gading Marten) yang ingin menjadi orang kaya.

Dalam pandangan Taat, uang akan menentukan kesuksesan dan kebahagiaan. Ia lantas merantau ke Jakarta untuk mewujudkan mimpi tersebut. Di Ibu Kota, Taat bekerja luntang-lantung. Sayangnya, kekayaan yang Taat idamkan tidak kunjung datang, ia justru selalu merasa kekurangan.

Taat akhirnya memutuskan untuk pulang kampung. Di rumah, kehadiran Taat bahkan tidak dianggap oleh Ayahnya. Namun begitu, Taat gigih mencari lowongan pekerjaan ke sana dan ke mari.

Taat akhirnya mendapat lowongan pekerjaan sebagai guru di sekolah yang sama dengan tempat Ayahnya mengajar. Sebetulnya, Taat tidak mau jadi guru. Mau bagaimana lagi, keadaan memaksanya untuk mengambil pekerjaan tersebut.

Dengan terpaksa, Taat mengajar mata pelajaran Sejarah untuk anak-anak jurusan IPS. Namun siapa sangka, keterpaksaan Taat itu membawanya menuju perjalanan hidup yang merubah perspektifnya tentang makna sukses dan bahagia.

Baca Juga: Bangkitkan Semangat Kuliah Dengan Menonton 3 Film Ini

Turah (2016)

Film ini menceritakan kehidupan sebuah kampung nelayan terisolir di Tegal, Jawa Tengah, bernama Kampung Tirang. Film bergenre drama yang disutradarai oleh Wicaksono Wisnu Legowo ini tidak hanya mendulang sukses di Tanah Air, Turah bahkan terpilih mewakili Indonesia di Piala Oscar 2018.

Turah berhasil memotret fenomena kesenjangan sosial antara masyarakat desa dan kota. Meskipun berjarak tidak jauh dari pusat Kota Tegal, nyatanya masyarakat Kampung Tirang masih tinggal dalam kemiskinan, kesulitan air bersih, dan bahkan tidak tersentuh aliran listrik. Rumah peot dan pakaian lusuh semakin memperkuat penggambaran kesenjangan yang terjadi di kampung ini.

Selain itu, Turah juga mengangkat isu konflik sosial di Kampung Tirang. Darso (Yon Daryono), secara sepihak mengklaim tanah di kampung tersebut. Darso berlagak sebagai juragan yang memanfaatkan warga Kampung Tirang layaknya budak. Dia mempekerjakan warga, tetapi tidak memberikan upah yang layak.

Darso bertindak seenaknya untuk keuntungan sendiri. Melihat hal itu, Jadag (Slamet Ambari)—seorang warga Kampung Tirang yang dikenal pemabuk—tidak menerima tanah kelahirannya diklaim oleh Darso. Jadag akhirnya memberi perlawanan dengan frontal. 

Di tengah konflik itu, Turah (Ubaidillah) muncul layaknya penyeimbang dari sikap Jadag yang temperamen. Dengan pribadi yang sederhana, Turah selalu mengingatkan Jadag untuk tidak terbawa emosi ketika melawan Darso. Jadag dan Turah menjadi dua karakter yang saling bertolak belakang. Namun begitu, keduanya memiliki semangat yang sama untuk mempertahankan Kampung Tirang.

Baca Juga: Ingin Mengenal Metaverse Lebih Jauh? Tonton Film Ini!

Sokola Rimba (2013)

Sokola Rimba disutradarai oleh sineas kenamaan Tanah Air, Riri Riza. Film ini berlatar tempat di Jambi dan mengangkat kisah nyata Butet Manurung (Prisia Nasution) yang bekerja untuk sebuah lembaga konservasi. Setelah tiga tahun bekerja, Butet akhirnya menemukan hidup yang diinginkannya.

Selain bekerja untuk lembaga konservasi, Butet juga mengajar membaca, menulis, dan menghitung kepada anak-anak suku anak dalam atau dikenal sebagai Orang Rimba yang hidup di hulu Sungai Makekal. Namun, niat mulianya ini tidak berjalan dengan mulus.

Suatu hari, Butet terserang malaria di tengah hutan. Nyungsang Bungo, seorang anak yang tidak dikenal, datang membantu Butet. Ternyata, Bungo telah diam-diam memperhatikan Butet mengajar. Pertemuannya dengan Bungo menyadarkan Butet untuk memperluas wilayah kerjanya untuk mengajar.

Namun, keinginan Butet tersebut tidak mendapat restu dari tempatnya bekerja, maupun dari Kelompok Rombong Bungo yang belum lepas dari stigma bahwa belajar baca tulis bias membawa malapetaka bagi mereka. Meskipun begitu, Butet teguh mencari segala cara agar bisa tetap mengajar Bungo. 

Sampai akhirnya, ketakutan dari Kelompok Rombong Bungo tersebut benar-benar terjadi. Perjuangan Butet untuk bertahan dalam mengajar anak-anak rimba menjadi semakin menantang.

 

Referensi: Tirto.idViu.comMilesfilms.net

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini