Kenal Lebih Dekat Biografi WR Soepratman: Sang Pencipta Lagu Indonesia Raya

Kenal Lebih Dekat Biografi WR Soepratman: Sang Pencipta Lagu Indonesia Raya
info gambar utama

Wage Rudolf Soepratman atau lebih mahsyur dipanggil WR. Soepratman adalah seorang Komponis, Violonis, Guru, dan Jurnalis di era Hindia Belanda. Ia dikenal dan dikenang sebagai pencipta lagu kebangsaan "Indonesia Raya".

Tak banyak yang tahu seluk beluk dari sosok yang juga menciptakan lagu “Ibu Kita Kartini” ini. Catatan perjalanan hidupnya juga menuai perbedaan pendapat terutama tentang informasi tanggal dan tempat dilahirkan yang sebenarnya.

Di bawah ini adalah profil singkat dari Wage Rudolf Supratman yang telah diluruskan oleh para Sejarawan.

Agama, Asal dan Tanggal Lahir WR Supratman

W.R. Supratman lahir pada hari Jumat Wage pada tanggal 19 Maret 1903 di Desa Somongari, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Hanya berselang tiga bulan setelah lahir, orang tua WR Supratman membawanya pindah ke Jatinegara.

Ayahnya adalah Jumeno Senen Sastrosoehardjo, seorang tentara KNIL (Tentara Kerajaan Belanda) berpangkat sersan, sedangkan ibunya adalah Siti Senen. Pada saat masih sekolah dasar di Boedi Oetomo, Ibunya meninggal dunia.

Meski lahir di Somongari, Purworejo, tetapi Akte Kelahiran W.R. Supratman dibuat di Jatinegara setelah kepindahannya, sehingga banyak yang menuliskan W.R. Supratman lahir di Jatinegara.

Sepanjang hidupnya, WR Supratman belum pernah menikah dan memiliki anak. Dan hingga akhir hayatnya, Ia diketahui memeluk ajaran Ahmadiyah, salah satu aliran teologis dalam Islam. Dan pada saat meninggal pada 17 Agustus 1938, ia dimakamkan secara Islam di Pemakaman Umum Kapasan Jalan Tambak Segaran Wetan Surabaya.

WR Supratman Sang Pencipta Lagu Indonesia Raya

Sewaktu tinggal di Makassar, WR Supratman menyerap pelajaran musik dari kakak iparnya yaitu Willem van Eldik, sehingga ia pandai bermain biola dan di kemudian hari bisa menggubah lagu.

Tiap pulang sekolah, Soepratman muda giat belajar memetik gitar dan menggesek biola milik Willem van Eldik. Melihat bakat adiknya, biola Willem van Eldik akhirnya memberikan biola tersebut sebagai kenang-kenangan dan pendorong untuk mengembangkan bakatnya. Kecintaanya pada musik ia teruskan dengan membentuk grup musik jazz bernama "Black and White Jazz".

Ketika tinggal di Jakarta, ia mendapati sebuah karangan dalam majalah Timbul. Penulis karangan itu menantang ahli-ahli musik Indonesia untuk menciptakan lagu kebangsaan. Soepratman tertantang, dan lalu mulai menggubah lagu.

Pada tahun 1924 lahirlah lagu Indonesia Raya. Pada waktu itu ia berada di Bandung dan masih berusia 21 tahun.

Pada bulan Oktober 1928 dilangsungkan Kongres Pemuda II di Jakarta. Kongres itu kemudian melahirkan Sumpah Pemuda. Pada malam penutupan kongres, tanggal 28 Oktober 1928, WR Soepratman memperdengarkan lagu ciptaannya secara instrumental di depan seluruh peserta.

Sejak saat itulah menjadi tonggak sejarah lagu Indonesia Raya dikumandangkan di depan umum. Seiring waktu, lagu itu terkenal secara masif di kalangan pergerakan nasional. Bahkan tiap kongres partai-partai politik, lagu Indonesia Raya selalu dinyanyikan.

Sejatinya, lagu itu adalah perwujudan rasa persatuan dan kehendak untuk merdeka. Namun WR Soepratman tidak sempat menikmati hidup dalam suasana kemerdekaan. Dan karena menciptakan lagu Indonesia Raya, ia selalu diburu oleh polisi Hindia Belanda, sampai jatuh sakit dan meninggal dunia pada usia 35 tahun.

Latar Pendidikan Wage Rudolf Soepratman

Pada tahun 1914, Soepratman dibawa oleh kakaknya yang tertua Roekijem Soepratijah dan kakak iparnya Willem van Eldik ke Makassar. Kemudian ia menambahkan namanya dengan "Rudolf" sebagai taktik agar diterima di sekolah Belanda (Europese Lagare School).

Telah diketahui bahwa di jaman penjajahan Belanda, anak yang tergolong Inlander seperti Soepratman sukar diterima masuk sekolah Belanda. Dan selang beberapa waktu, tidak lama ia dapat menikmati sekolah tersebut karena dikeluarkan akibat ketahuan ia bukan anak kandung dari Willem van Eldik.

Soepratman yang mempunyai sifat keras hati dan kemauan kuat, dengan diam-diam tanpa sepengetahuan kakaknya, ia masuk sekolah Melayu. Akhirnya kakak-kakaknya pun menyetujui dan merasa bangga. Soepratman sangat rajin belajar dan tiap tahun naik kelas.

Setelah tamat sekolah Melayu, pada tahun 1917, WR Soepratman lalu belajar bahasa Belanda di sekolah malam. Pada tahun 1919 ia berhasil lulus ujian Klein Ambtenaar Examen, yang saat itu dikenal dengan diploma K.A.E. Setelah itu melanjutkan ke Normaalschool, yaitu sekolah guru pada waktu itu hingga selesai.

Ketika berumur 20 tahun, ia menjadi guru di Sekolah Angka 2. Dua tahun selanjutnya ia mendapat ijazah Klein Ambtenaar.

Menjelang akhir hayatnya, W.R.Soepratman berkata;

Nasibkoe soedah begini inilah jang disoekai oleh pemerintah Hindia Belanda. Biarlah saja meninggal saja ikhlas. Saja toch soedah beramal, berdjoeang dengan carakoe, dengan bolakoe, saja jakin Indonesia pasti Merdeka

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Achmad Faizal lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Achmad Faizal.

Terima kasih telah membaca sampai di sini