Prabu Siliwangi dengan Jejak Kecintaan dan Konservasi Alam pada Zaman Pajajaran

Prabu Siliwangi dengan Jejak Kecintaan dan Konservasi Alam pada Zaman Pajajaran
info gambar utama

Kerajaan Pajajaran mengalami puncak kejayaan saat dipimpin oleh Sri Baduga Maharaja atau yang bergelar Prabu Siliwangi. Prabu Siliwangi memimpin Pajajaran, setelah menyatukan kedua kerajaan yakni Kerajaan Galuh dan Kerajaan Sunda.

Dirinya memang mendapat mandat memimpin dua kerajaan. Ayahnya Prabu Dewa Niskala, menyerahkan mandat dari Kerajaan Galuh, sedangkan mertuanya Prabu Susuktunggal memberikan Kerajaan Sunda.

Namun konon sebelum memerintah dan memimpin sebagai raja Prabu Siliwangi dikenal sebagai pengembara. Hal ini berdasarkan buku Hitam Putih Pajajaran: dari Kejayaan Hingga Keruntuhan Kerajaan Pajajaran karya Ferry Taufiq El Jaquene.

“Prabu Siliwangi terkenal sebagai ksatria pengembara yang berani terhadap siapapun,” catatnya.

Maung Bodas, Khadam Prabu Siliwangi yang Jadi Simbol Masyarakat Sunda

Prabu Siliwangi memiliki kesukaan menjelajahi hutan sembari berburu binatang. Dalam hal ini dia terkenal memiliki ketangkasan dalam berburu jika dibandingkan dengan teman yang lainnya.

Sejarah mencatat, Prabu Siliwangi kemudian menikah. Dalam perjalanannya, Prabu Siliwangi juga sempat memimpin Kerajaan Sindangkasih yang saat ini masuk wilayah administratif Kabupaten Majalengka.

Setelahnya Prabu Siliwangi juga dinobatkan sebagai Raja Kerajaan Galuh yang sekarang berada di wilayah Kabupaten Ciamis. Tidak berhenti di situ, Sri Baduga Maharaja kemudian menerima mandat kedua dari mertuanya Prabu Susuk Tunggal.

Dari sinilah kemudian Prabu Siliwangi mencatatkan sejarah dengan menyatukan Kerajaan Galuh dan Sunda. Kemudian memindahkan ibu kota negara dari Kawali ke Pakuan Pajajaran.

Suka tinggal di hutan dan gua

Prabu Siliwangi merupakan tokoh leluhur dari suku Sunda atau Pasundan. Beberapa nama tempat menjadi alasan kuat yang selalu merujuk kepada Prabu Siliwangi, misalnya artefak ataupun benda-benda lainnya.

Namun masih banyak yang belum terungkap mengenai sosok Prabu Siliwangi. Tetapi dengan segala keterbatasan setidaknya beberapa peninggalan yang ditemukan, Prabu Siliwangi konon berawal dari Rumpin di daerah Bogor.

Dari sanalah diyakini awal kisah Prabu Siliwangi, Raja Pajajaran digelar ke alam persada ini. Hal ini berdasarkan fakta bahwa Prabu Siliwangi yang menyukai pegunungan dan gua untuk ditinggali.

Hutan dan gua menjadi tempat favorit Prabu Siliwangi karena berbagai alasan tertentu. Tempat-tempat ini dianggap sebagai awal mula leluhur tanah Sunda yang dipercaya tinggal di tempat-tempat tinggi.

Melacak Lokasi Keraton Pajajaran yang Lenyap di Batutulis Bogor

Selain itu dahulu kala alam terutama hutan masih sangat lebat atau sebaliknya masih berupa padang savana tanpa pepohonan. Di sisi lain, Prabu Siliwangi juga menyukai gua atau lembah yang mendekati aliran sungai.

Hal inilah yang membuatnya mengukir sejarah di beberapa wilayah seperti Batu Tulis, Pasir Angin, Cengkuk, Cangkuang yang merupakan tempat awal penyebaran keturunannya sebelum tersebar ke seantero Nusantara.

Selain itu, hampir semua pegunungan di Tatar Sunda pernah menjadi tempat hunian Prabu Siliwangi, seperti Gunung Munara, Gunung Galuh, Gunung Kapur Ciampea, Gunung Gede, Gunung Ciremai, dan lain-lain.

Pelestarian lingkungan zaman Pajajaran

Peneliti etnobotani Pusat Penelitian Biologi LIPI, M Fathi Royyani menjelaskan pada masa Kerajaan Pajajaran, pelestarian lingkungan dilakukan dengan cara menanam jenis-jenis tanaman yang dianggap penting pada masa itu

“Mereka menanam jenis-jenis pohon yang digunakan untuk ritual di kawasan yang disebut Samida yang lokasinya sekarang diduga terletak di Kebun Raya Bogor,” ujar Fathi.

Samida, jelas Fathi, diduga merupakan hutan buatan yang didirikan oleh Sri Baduga Maharaja (Prabu Siliwangi) dan menjadi warisan abad ke 14 dari Kerajaan Pakuan Pajajaran.

Prabu Siliwangi dan Sejarah Berseminya Islam di Tatar Sunda

Pendirian Samida ini tercatat dalam prasasti Batu Tulis oleh Surawisesa putra Prabu Siliwangi. Hutan samida dibangun untuk menjaga kelestarian lingkungan serta tempat untuk memelihara benih-benih kayu yang langka.

Dikutip dari LIPI Indonesia, dalam prasasti tersebut disebutkan Prabu Siliwangi membuat tanda peringatan gugunungan, mendirikan balai, membuat Samida, dan membuat Sang Hyang Telaga Rena Mahawijaya.

“Beberapa sumber menyebutkan, Samida merupakan hutan yang kayu-kayunya diperuntukkan bagi upacara-upacara persembahan,” jelasnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini