Wilayah pedesaan selama ini lekat dengan kesan pemukiman yang memiliki kesan sejuk dan tenang. Jauh dari hiruk-pikuk perkotaan, udara yang bersih membuat wilayah desa memiliki atmosfer berbeda dengan udara di kota.
Karena itu tak jarang, potensi desa yang tak ada di perkotaan kerap membuat desa tertentu dikembangkan menjadi desa wisata. Di Indonesia ada banyak potret desa wisata dengan keunikan masing-masing, salah satunya adalah desa di salah satu wilayah pemukiman Kabupaten Bogor, yakni kampung Tokyo.
Mendengar namanya sekilas mungkin terdengar unik, karena Tokyo sendiri merupakan nama Ibu Kota dari negara Jepang. Lantas seperti apa rupa dari kampung Tokyo yang ada di Bogor, dan mengapa memiliki julukan demikian?
Desa Wisata di Sukabumi Ini Punya Tanaman dengan Kandungan Super yang Terancam Punah
Tentang kampung Tokyo

Kampung Tokyo yang dimaksud adalah sebuah pemukiman yang berlokasi di dusun Malani, desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. Lebih tepatnya, wilayah ini berada di kawasan kaki gunung Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS).
Satu alasan yang membuat pemukiman ini dijuluki kampung Tokyo, adalah karena adanya bangunan rumah milik warga yang memiliki desain layaknya bangunan-bangunan di Negeri Sakura.
Jika berkunjung ke desa tersebut, pendatang akan melihat rumah para penduduk yang memiliki struktur bangunan layaknya di Jepang. Yakni berupa keseragaman, berjajar, berhadap-hadapan, dan tertata rapi.
Rancangan itu pula yang membuat kampung Tokyo jika dilihat dari jauh nampak begitu memanjakan mata dan tertata. Apalagi dengan pemandangan sekitarnya yang dikelilingi oleh hamparan perkebunan teh Nirmala yang hijau, persis serasa melihat potret lukisan perkampungan di alam namun dalam versi nyata.
Mengutip penjelasan Basri, selaku ketua RT setempat yan dikutip dari video di kanal YouTube Unexposed Indonesia, dijelaskan bahwa pemukiman itu sebenarnya sudah ada sejak era kedudukan Belanda, bersamaan dengan keberadaan kebun teh Nirmala sendiri yang memang sudah ada sejak kurun waktu yang sama.
Kemudian, bangunan-bangunan rumah di kampung Tokyo dibangun sebuah perusahaan ala Jepang. Dan seiring berjalannya waktu, berbagai bangunan yang saling berhadapan itu digunakan oleh warga lokal sebagai tempat tinggal.
Total ada sebanyak 32 rumah yang dibangun di atas lahan seluas 3.700 meter persegi tersebut, dengan menggunakan material kayu dan bambu yang dianyam, sederhana namun apik. Menariknya hingga saat ini, diketahui jika hampir seluruh rumah masih berupa bangunan asli yang belum mengalami perbaikan, untuk menjaga keaslian sekaligus menghormati pemilik aslinya.
Uniknya Desa Wisata Limbo Wolio, Punya Benteng Terluas di Dunia
Objek wisata kampung Tokyo
Mengenai penduduk, sebagian besar masyarakat yang tinggal di rumah-rumah kampung Tokyo kesehariannya bekerja di perkebunan teh Nirmala Agung. Perkebunan teh itu lah yang nampak mengelilingi kampung Tokyo.
Meski dijuluki kampung Tokyo, namun masyarakat di pemukiman ini pada dasarnya adalah masyarakat Sunda asli. Mereka masih menjalankan berbagai tradisi yang dijaga dan dilestarikan seperti memperingati Hari Baru Islam, dan acara yang disebut sedekah bumi.
Karena berada di kawasan wisata Taman Nasional Gunung Halimun Salak, wilayah pedesaan ini juga menjadi destinasi desa wisata dengan sejumlah akomodasi yang mendukung. Bagi wisatawan yang datang dari Ibu Kota, perjalanan untuk menuju kawasan ini menghabiskan waktu tempuh sekitar 4 jam perjalanan.
Sebagai catatan, akses jalan ke desa Malani atau kampung Tokyo bisa dikatakan susah-susah gampang. Pasalnya, akses jalan ke tempat ini belum terlalu memadai dan masih berupa bebatuan. Meski begitu, tak menyurutkan minat wisatawan yang sudah sering berkunjung.
Di sini juga sudah ada fasilitas menginap, berupa akomodasi berupa rumah tinggal atau homestay, di mana pengunjung dapat memilih salah satu dari rumah warga asli di Kampung Tokyo untuk ditinggali.
Di desa ini pula nantinya wisatawan akan disuguhkan dengan beberapa objek wisata alam seperti terasering 1001 undak, perkebunan teh Nirmala, Curug dombang dengan air terjun yang memiliki kemiringan 40 derajat, hingga pengalaman berkemah di pinggir sungai.
Sebagai informasi, harga tiket masuk ke kawasan desa wisata malasari termasuk kampung Tokyo dikenakan biaya Rp12.500/orang. Di sini juga disediakan penyewaan sewa tenda dan matras bagi yang ingin berkemah di pinggir sungai, dengan harga mulai dari Rp15.000 sampai Rp50.000.
Sementara itu bagi mereka yang ingin bermalam di homestay, hanya perlu merogoh kocek sekitar Rp150.000.
Jatiluwih, Desa Wisata dengan Pesona Alam dan Subak di Bali
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News