Mitos dan Spiritualisme yang Mengelilingi Tata Ruang Situs Gunung Padang

Mitos dan Spiritualisme yang Mengelilingi Tata Ruang Situs Gunung Padang
info gambar utama

Situs Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat masih menyimpan banyak misteri yang belum terpecahkan. Hingga kini lokasi ini selalu menjadi arena penelitian sekaligus tempat wisata favorit wisatawan.

Hal yang menarik dari Gunung Padang adalah tempat ini dikelilingi oleh gunung-gunung dan bukit. Kondisi ini bagi sebagian masyarakat awam tentunya merupakan sebuah kenyataan yang aneh dan ajaib.

Di samping itu, beberapa mitos yang beredar di masyarakat mengenai keberadaan kampung yang menyimpan mitos. Misalnya Kampung Empang yang berjarak kurang lebih satu kilometer dari Situs Gunung Padang.

Bukan di Mesir, Struktur Piramida Tertua di Dunia Justru Ada di Indonesia

Diceritakan kata empang ini memiliki arti kolam. Mitos yang beredar dari kalangan penduduk setempat bahwa nama tersebut dilatarbelakangi oleh keberadaan kampung tersebut yang pada masa lalu menjadi lokasi mencuci batu-batu sebelum disusun di Gunung padang.

Para ahli juga memperkirakan bahwa teknik celup dan cuci diprediksi sebagai sebuah teknologi yang sangat maju pada zaman dahulu. Selain itu mencelup atau mencuci batu-batuan adalah salah satu tahapan religi.

“Untuk mensucikan batu-batuan tersebut sebelum dipergunakan untuk membangun sebuah bangunan suci,” papar Irvan Setiawan Rosyadi dan kawan-kawan dalam Mitos Tata Ruang Gunung Padang yang dimuat dari Kebudayaan Kemdikbud.

Kesucian dan teknologi

Disebutkan oleh Irvan mengenai kesucian dan teknologi pada masa lampau juga ditemukan di lokasi mata air Cikahuripan. Posisi mata air ini berada tepat di teras pertama sebelah utara yang diasumsikannya sebagai tempat mensucikan diri sebelum masuk ke situs.

Sedangkan dari sisi teknologi, jelasnya, ditemukan juga bahwa posisi batuan yang mengelilingi Mata Air Cikahuripan hampir berbentuk kerucut. Hal ini akan memudahkan para peziarah untuk turun mengambil Mata Air Cikahuripan.

Sementara itu keliling sumur ini terbuat dari batu yang menandakan bahwa kondisi tanah yang labil. Karena itu masyarakat pada zaman dahulu berinisiatif memagarinya dengan batu-batuan agar letak mata air tidak longsor dan tertutup tanah.

“Terkesan dari terjaganya dan masih mengalirnya air di Sumur Cikahuripan saat ini menjadi pertanda sebagai syarat saat berziarah untuk kemudian dibawa pulang dan diberi label air mukjizat yang berfungsi sebagai pengobatan dan penambang kekuatan,” paparnya.

Yuk Cobain Touring di Gunung Padang!

Secara ilmiah, jelasnya, Mata Air Cikahuripan juga memiliki kecenderungan antioksidan dan dibandingkan dengan air kemasan yang telah beredar di Indonesia. Berdasarkan kecenderungan sifat air dibenarkan masyarakat menggunakannya sebagai air pengobatan.

Selain sumur dan Mata Air Cikahuripan, setidaknya ada tiga lainnya yang berada di wilayah Situs Gunung Padang. Sumur kedua berbentuk mata air tersebut dibuat penampungan dan berfungsi sebagai salah sumber mata air warga.

Sumur atau mata air ketiga berada di bagian selatan dengan posisi berada dekat dengan mushola yang didirikan oleh juru pelihara situs. Mata air tersebut kini digunakan warga sebagai sarana berwudhu.

Mata air keempat berada di sebelah barat wilayah Situs Gunung Padang. Saat ini mata air tersebut belum dimanfaatkan secara khusus oleh warga dan dibiarkan begitu saja. Banyak yang menyebutkan tentang tiga mata air lain tetapi belum ditemukan.

Kisah pohon cempaka

Di lokasi situs juga ditemukan adanya pohon cempaka. Tanaman bunga berwarna putih ini telah dikenal dalam sastra Hindu. Kisah ini terkait dengan bunga cempaka yang melibatkan dua sosok dewa, yaitu Dewa Rsi Narada dan Brahmana.

Dikisahkan bahwa Dewi Rsi Narada mengutuk Brahmana karena berbohong telah sengaja memetik bunga cempaka tanpa sepengetahuannya. Brahmana kemudian menaruh bunga cempaka tersebut di puncak kuil Siva Lingga dan memujanya setiap hari.

Terkait dengan keberadaan bunga cempaka di Situs Gunung Padang dan kisah yang tertera dalam naskah Hindu, diasumsikannya bahwa situs ini merupakan sebuah tempat pemujaan atau penghormatan yang telah ada sejak era Kerajaan Hindu.

Dalam kondisi kekinian, pohon cempaka tersebut sudah mulai jarang ditemukan dan digantikan oleh pohon hanjuang yang merupakan tanaman khas orang Sunda. Pohon ini digunakan sebagai penanda batas wilayah.

Situs Watu Gong, Tersembunyi dan Penuh Sejarah

Selain pohon cempaka, ada satu sosok pohon yang menjulang tinggi, yakni pohon kemenyan. Dimitoskan pohon kemenyan adalah sebagai penyedia wewangian yang dibawa peziarah apabila hendak masuk ke teras V Situs Gunung Padang.

“Merupakan satu syarat agar ujian atau tirakat yang dilakukan dan menjadi lebih khusyuk dan cepat tersampaikan kepada Sang Maha Tinggi melalui asap hasil pembakaran kulit pohon kemenyan,” jelasnya,

Tetapi kini prosesi pembakaran kulit pohon kemenyan telah dilarang oleh juru kunci, hal ini karena dapat mengganggu pertumbuhan dan kelangsungan pohon tersebut. Karena itu pohon itu kini hanya digunakan sebagai simbol.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini