Iwa Koesoemasoemantri merupakan salah satu tokoh Pahlawan Nasional sekaligus politisi di Indonesia. Dia merupakan Menteri Sosial Indonesia pada masa kepemimpinan Presiden Soekarno (19 Agustus sampai 14 November 1945).
Dirinya lahir pada Rabu, 30 Mei 1899 di Ciamis, Jawa Barat. Dia menamatkan sekolah khusus bumiputera di Ciamis, kemudian melanjutkan pendidikan ke Hollandsch Inlandsche School (HIS) dan Opleidingsschool voor Inlandsche Ambtenaren (Osvia) di Bandung.
Setelahnya Iwa memilih masuk ke Sekolah Menengah Hukum (Recht School) di Batavia. Dirinya kemudian menyelesaikan pendidikan hukum pada 1921, lalu pernah bekerja di sejumlah kantor hukum.
Nina Herlina dalam Meneladani Perjuangan Iwa Koesoemasoemantri menyebut salah satu kasus hukum Iwa adalah pengadilan H.O.S Tjokroaminoto, Ketua Umum Sarekat Islam di Pengadilan Negeri Jakarta.
Berkunjung ke Gunung Tangkuban Perahu, Layaknya Bertamu ke Rumah Dewa
“Kasus-kasus tersebut menginspirasinya untuk sekolah lagi ke Belanda,” paparnya yang dimuat dari Bandung Bergerak.
Iwa menolak beasiswa dari pemerintah Belanda dan memilih menggunakan biaya sendiri. Dirinya pun berhasil meraih gelar master dari Fakultas Hukum Universitas Leiden, Belanda pada 1925.
Selama kuliah di Leiden, Iwa juga aktif dalam dunia pergerakan nasional. Disebutkan dia bergabung dengan Serikat Indonesia (Indonesische Vereeniging), sebuah kelompok nasionalis para intelektual.
“Iwa menekankan bahwa Indonesia harus bekerja sama, terlepas dari ras, keyakinan, atau kelas sosial, untuk memastikan kemerdekaan dari Belanda, ia menyerukan tentang non-kerjasama dengan kekuatan-kekuatan kolonial.”
Sekolah di Uni Soviet
Dirinya kemudian mengusulkan agar Serikat Indonesia diubah menjadi Perhimpunan Indonesia (PI). Dari Belanda, Iwa ditugaskan oleh PI Pergi bersama Semaun ke Moskow, Uni Soviet.
“Di sana, dia sempat belajar selama setengah tahun dan menikah dengan seorang wanita Ukraina bernama Anna Ivanova. Kedua memiliki seorang putri bernama Sumira Dingli.”
Disebutkan oleh Nina, pasca pemberontakan PKI pada 1926-1927, Iwa kembali ke tanah air dan bergabung dengan Partai Nasionalis Indonesia (PNI). Setelahnya, dia memilih untuk pindah ke Medan.
Terbengkalainya Saksi Sejarah Penanaman Kina di Hindia Belanda
Di Medan, dirinya memimpin surat kabar Mata Hari Indonesia dan menayangkan tulisan-tulisannya yang mengkritik pemerintah kolonial Hindia Belanda. Pandangan politik Iwa yang progresif revolusioner dianggap membahayakan pemerintah kolonial saat itu.
Pada Juli 1929, Nina mencatat, Iwa kemudian ditangkap dan disekap dalam penjara di Medan selama satu tahun. Kemudian dipindahkan ke penjara Glodok dan penjara Struis Wyck di Batavia (Jakarta).
Di pengasingan ia bertemu Dr Cipto Mangunkusumo yang lebih dulu dibuang. Menyusul pula tokoh pergerakan nasional lainnya. yaitu Moh Hatta dan Sutan Syahrir. Pada 1941 dengan status sebagai tahanan politik, Iwa dipindahkan ke Makassar.
Tersingkir karena komunis
Setelah masa kemerdekaan, Iwa diangkat menjadi Menteri Sosial dan Perburuhan pada Kabinet RI pertama yang dipimpin oleh Soekarno. Aktivitasnya berpolitik tetap aktif, juga turut perang mempertahankan kemerdekaan bersama dengan pemuda.
Tetapi pada masa itu, Iwa difitnah terlibat dalam Peristiwa 3 Juli 1946. Dia dituduh akan menggulingkan pemerintah sah bersama Tan Malaka dan teman-teman lainnya. Dirinya kembali ditangkap oleh Pemerintahan Sutan Sjahrir.
Setelah Kabinet Sutan Syahrir jatuh dan digantikan oleh Kabinet Amir Syarifuddin. Iwa dan kawan-kawannya mendapatkan grasi Soekarno dan juga dibebaskan dari penjara. Hal ini membuktikan bahwa pemerintah telah menyadari ada yang keliru.
Franz Wilhelm Junghuhn dan Kecintaannya Akan Priangan hingga Akhir Hayat
“Iwa Koesoemasoemantri tidak bersalah, ia telah menjadi korban fitnah politik. Hal ini bisa saja terjadi dalam pergolakan politik di republik yang masih sangat muda itu,” terang Nina.
Iwa kemudian juga pernah diangkat menjadi menteri pertahanan pada masa Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo. Pada masa menjadi menteri pertahanan inilah, Iwa dituduh berpaham komunis.
Hal ini karena kebijakannya menghapus salah satu jabatan di tubuh Angkatan Darat dan latar belakangnya yang pernah hidup lama di Uni Soviet. Pembelaan datang dari presiden Soekarno yang menyatakan Iwa adalah pejuang nasionalis revolusioner bukan komunis.
Tetapi setelah kabinet Ali menyerahkan mandatnya pada 1955, Iwa tidak lagi aktif lagi dalam bidang pemerintahan dan politik. Di kembali ke daerah asalnya, Ciamis dan ikut dalam Badan Musyawarah Sunda.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News