Peran Kesultanan Banten dalam Kejayaan Lada Hitam dari Lampung

Peran Kesultanan Banten dalam Kejayaan Lada Hitam dari Lampung
info gambar utama

Sejak abad 15, hasil lada Lampung diperdagangkan di sepanjang Selat Sunda. Puncaknya pada abad 16, pemimpin lokal Lampung mendapat kejayaan dari penjualan lada, meski itu Lampung ada di bawah Kesultanan Banten.

Meskipun perkebunan lada di Lampung sudah ada sebelum Lampung dikuasai Banten, lada Lampung dikenal dunia tidak bisa dilepaskan dari peran Kesultanan Banten yang secara politik menguasai Lampung pada abad ke-16.

Di bawah kekuasaan Banten, masyarakat Lampung diwajibkan menanam dan memelihara lada sebanyak 5.000 batang. Hasil ladanya diwajibkan dijual dan dibeli oleh Kesultanan Banten.

“Meski tidak dikenai pajak, harga jual lada ditentukan oleh kesultanan. Alhasil, Kesultanan Banten pun mampu menguasai perdagangan lada di Jawa dan Sumatra,” papar MB Dewi Pancawati dalam Menanti Kembalinya Kejayaan Lada Lampung dimuat Kompas.

Lada Hitam, Riwayat Raja Rempah yang Populer di Masyarakat Dunia

Seiring menguasai perdagangan lada, Banten yang wilayahnya menjangkau hingga Lampung dan Sumatra Selatan itu ramai dikunjungi kapal-kapal dagang dari China, Arab, dan juga Eropa.

Pesisir utara laut Jawa pun ramai dengan lalu lintas kapal yang membawa hasil bumi. Pasar Karangantu yang lokasinya dekat dengan pelabuhan menjadi pusat perdagangan internasional.

“Lada yang merupakan komoditas utama Kesultanan Banten menjadi barang yang banyak ditransaksikan di pasar tersebut. Sejak saat itulah, Lampung menjadi sumber pemasok utama bagi perdagangan lada di Banten,” tandasnya.

Jejak pengaruh Banten

Dewi menulis pengaruh Banten terhadap perkembangan lada Lampung tidak terlepas dari masuknya Islam ke wilayah tersebut. Selain itu bukti-bukti masa permulaan masuknya pengaruh Banten bisa dilihat dari Piagam Tembaga.

Dijelaskannya piagam tersebut bertuliskan perjanjian persahabatan yang dibuat pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin dari Banten dan Ratu Darah Putih dari Keratuan Darah Putih dari Lampung.

“Kedua pemimpin itu adalah anak Fatahillah (Sunan Gunung Jati) yang berlainan ibu,” paparnya.

Hikayat Sihir Lada Hitam yang Antar Petani Lampung Berangkat ke Tanah Suci

Dewi kemudian mengungkapkan masih ada lagi bukti kekuasan Banten yang bisa dilihat dari Piagam Sukau berangkat tahun 1104 hijriah atau kira-kira tahun 1695, saat mereka berwenang mengangkat dan memecat kepala daerah di Lampung.

Dijelaskannya para kepala daerah ini ditugaskan untuk mengumpulkan lada kepada Banten. Setiap lada yang dibawa ke luar Lampung dihitung, lalu diberi surat keterangan dan distempel untuk dilaporkan ke sultan.

Sehingga pada masa antara tahun 1500-1800, pengaruh Banten atas Lampung sudah sedemikian kuat. Sistem tata niaga yang dikontrol melalui piagam tembaga ini berlangsung berabad-abad.

Digeser oleh VOC

Setelahnya Lampung dikuasai VOC, pasca keberhasilannya meruntuhkan kedaulatan Kesultanan Banten. Keruntuhan Kesultanan Banten berawal dari pergolakan di Banten tahun 1682.

Ketika itu terjadi perselisihan antara Sultan Banten, Sultan Ageng Tirtayasa dan putra mahkota Sultan Haji. Sultan Haji yang terdesak meminta bantuan VOC dengan janji akan menyerahkan beberapa daerah yang dikuasai oleh ayahnya, termasuk Lampung.

Setelah Sultan Ageng Tirtayasa kalah, Sultan Haji menandatangani surat perjanjian, di mana VOC mendapatkan hak monopoli perdagangan lada. Sejak itu Belanda secara yuridis mempunyai perdagangan lada di Lampung.

Tatkala Armada Dunia Berperang Perebutkan Lampung Demi Lada Hitam

“Sampai akhirnya Banten kehilangan kekuasaan di Lampung. Hingga tahun 1799, VOC bangkrut dan diambil alih oleh Pemerintah Belanda,” tulis Dewi.

Dilanjutkannya, setelah berada di bawah kontrol pemerintah Hindia Belanda, Lampung masih tetap sebagai produsen lada hitam terbesar di Indonesia, bahkan terbesar di dunia. Tahun 1910-1930, ekspor lada Hindia Belanda bisa mencapai 25.000 ton per tahun.

Dicatat oleh Dewi, ketika itu Lampung menguasai lebih dari separuh kebutuhan lada hitam di dunia. Satu dekade kemudian, ekspor lada menguasai 80 persen kebutuhan dunia. Sebagian besar produksi lada Hindia Belanda disumbang dari Lampung dan Bangka.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini