Bagaimana Soto Betawi dan Soto Tongkor Tertuang Nilai-Nilai Bhineka Tunggal Ika

Bagaimana Soto Betawi dan Soto Tongkor Tertuang Nilai-Nilai Bhineka Tunggal Ika
info gambar utama

#WritingChallengeKawanGNFI #CeritadariKawan #NegeriKolaborasi #MakinTahuIndonesia

Indonesia Tempat Di Mana Semua Budaya bisa Dihargai

Indonesia adalah rumah terbuka bagi siapapun yang ingin berkarya di tanah air ini, bagi siapapun yang bisa berkontribusi terhadap berkembangan bangsa dan negara maka dia telah menjadi seorang individu yang hormat kepada prinsip pancasila dan kebhinekaan tunggal Ika. Indonesia tidak akan pernah berhenti dalam menerima individu-individu yang hebat dan menarik tanpa melihat latar suku, agama, adat, budaya, nilai sosial, dan ras.

Indonesia terlahir dari zaman di mana kemerdekaan hanya bisa terciptakan bila negara ini menuju ke arah kesatuan bersama, kesatuan yang terciptakan atas satu gagasan dan satu tujuan untuk menyatukan semua penduduk Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Dengan begitu, kita harus berterima kasih kepada bapak pendiri Indonesia seperti Ir. Soekarno dan Moh. Hatta dalam membantu mengarahkan Indonesia menjadi Negara yang berprinsip berbeda tapi tetap satu.

Maka dengan begitu, berdasarkan pppa.or.id, Indonesia adalah tempat yang cocok bagi semua budaya untuk berkembang dan melestarikan ciri khas mereka demi kepentingan bangsa bersama dalam membangun identitas nasional yang berdasarkan atas ribu-ribuan suku, ras, agama, dan lain-lainnya.

Bagaimana DKI Jakarta menjadi Tempat Terciptanya Soto Betawi dan Soto Tangkar

Menurut halaman dari Wikipedia, Jakarta menjadi salah satu provinsi yang memiliki populasi gabungan Arab, Timur Tengah dan Tionghoa. Seluruh wilayah Jakarta adalah bentuk dari asimilasi budaya-budaya Indonesia yang bikin provinsi ini berbeda dengan lain, karena sebelum Jakarta menjadi nama resminya dulu wilayah ini disebut dengan Batavia. Batavia yang pernah dijajah oleh kolonial Belanda dulunya menjadi tempat populer bagi pedagang Arab dan pedagang Tionghoa.

Kesempatan menjadi tempat sektor berdagangan ini tentu membawakan sebuah jumlah hal positif bagi pertumbuhan populasi Jakarta pada saat itu. Sekarang setelah zaman penjajahan, Jakarta menjadi provinsi resmi di antara 38 provinsi di Indonesia (dalam artikel resmi oleh cnbcindonesia.com).

Tanpa melupakan bagaimana bangsa Tionghoa memilih untuk melajur ke Indonesia, berdasarkan sejarah dari voi.di, kebanyakan bangsa Tionghoa mengalami beberapa gelombang migrasi pada abad pertengahan ke-19 yang mayoritas diisi oleh orang-orang Hakka, Hokkian, dan Hokcia. Tujuan mereka adalah untuk mencari nafkah dan kesempatan untuk hidup yang lebih baik. Berkat keahlian mereka maka di antara mereka ada yang pula menjadi petani, pedagang dan lainnya.

Mereka akhirnya belajar untuk mulai melakukan proses asimilasi dengan membawakan budaya dan kuliner mereka sebagai tanda atas memberi kenangan terhadap tempat tinggal mereka. Mempelajari cara berkenalan dengan budaya sekitarnya, mereka berhasil membikin sebuah komunitas yang bertinggal bersamaan dengan bangsa lain sepert bangsa Arab dan penduduk lokal.

Bersamaan dengan proses asimilasi, mereka juga membantu menambahkan ciri khas dari kuliner Indonesia yang luas. Melansir dari Liburan.info, nasi goreng, pempek, lumpia dan bakpia merupakan salah satu contoh dari bentuknya influensi dari budaya Tionghoa yang akhirnya diperkenalkan ke Indonesia. Kesamaan cara bermakan penduduk lokal dengan warga Tionghoa adalah mereka menjadikan nasi sebagai makanan bahan pokok mereka, menumbuhkan rasa saling cocok dan bersama.

Salah satu bentuk dari berkelanjutan asimilasi adalah warga Tionghoa menghargai kepercayaan yang dipegang oleh masyarakat sekitar, dengan begitu mereka menyesuaikan resep makanan mereka dengan menggantikan daging babi dengan yang berupa Halal seperti daging sapi atau daging ayam. Berdasarkan halaman dari Wikipedia, orang Tionghoa cenderung menyesuaikan makanan mereka dengan menambahkan bahan-bahan seperti santan, kecap manis, saus kacang dan lainnya untuk membentuk persilangan antara dua budaya lokal dan budaya Tionghoa.

Asal Usul Terkenalnya Soto Betawi dan Soto Tongkor

Gerbang Parking Lot Lokasari

Melansir dari www.kebudayaanbetawi.com dan nibble.id, Soto betawi merupakan percobaan eksperimen atas hasil dari bentuk asimilasi yang dialami oleh warga Tionghoa. Nama soto Betawi pertama kali popular pada tahun 1977, namun ciri khas dari soto Betawi sudah dikenal duluan sebelum nama tersebut diciptakan. Nama soto Betawi pertama kali diciptakan oleh Lie Bowen Bo. Beliau adalah penjual orang Tionghoa yang membantu mempopulerkan soto Betawi melalui penjualannya di Taman Hiburan Rakyat Lokasari. Namun setelah toko beliau tutup di tahun 1991, masyarakat di sekitarnya mengenal makanan soto khas dia sebagai soto Betawi yang kita kenal sekarang.

Tak terlepas juga soto tangkar yang merupakan hasil dari percampuran budaya lain dan proses asimilasi terhadap masyarakat sekitar. Soto tangkar menggunakan minyak samin sebagai salah satu bahan untuk memasak kuliner tersebut dan soto Betawi memiliki kuah santan dan daging sapi yang lembut sebagai hasil dari atas toleransi warga Tionghoa untuk mengakomodasi masyarakat Muslim yang tertarik pada daging yang disembelih secara Halal.

“Ada beberapa ya (silang budaya) seperti ragam soto betawi dan tangkar yang mana itu notabenenya perserapan dari kebudayaan Tionghoa. Kemudian sudah melokal dan menjadi kebudayaan Betawi,” terang sejarawan kuliner Fadly Rahman kepada Kompas.com, Kamis (4/5/2017).

Atas kerjasama dengan Pemerintan Provinsi DKI Jakarta, soto Betawi diberi status sebagai salah satu warisan budaya tak benda di Indonesia yang telah terdaftar di Convention For the Safeguarding of Intangible Cultural Heritage. Menurut kutipan dari Republika.co.id:

"Tujuannya melindungi warisan budaya takbenda Indonesia. Diharapkan kepedulian masyarakat untuk budaya tak benda meningkat," kata Nadjamuddin Ramly sebagai Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Senin (24/10/2016).

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan. Artikel ini dilengkapi fitur Wikipedia Preview, kerjasama Wikimedia Foundation dan Good News From Indonesia.

FR
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini