Sejarah Bahasa Indonesia dan Ejaannya dari Masa ke Masa

Sejarah Bahasa Indonesia dan Ejaannya dari Masa ke Masa
info gambar utama

Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional dan bahasa resmi negara kita. Bahasa ini sering kita gunakan untuk berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari, serta digunakan dalam kegiatan belajar-mengajar.

Bahasa Indonesia juga mulai digunakan sebagai bahasa resmi di sekolah, universitas, maupun institusi resmi dari berbagai negara. Misalnya Australia, Jepang, Belanda, dan Amerika Serikat.

Sejarah Bahasa Indonesia

Sebelum menjadi seperti sekarang, bahasa Indonesia mengalami sejarah yang panjang. Mulai dari bahasa Melayu kuno yang dipakai pada abad ke-7 sampai peresmian bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan pada Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Untuk tahu lebih lengkapnya, mari kita simak pembahasan berikut ini!

1. Bermula dari Bahasa Melayu Kuno

Sejarah terciptanya bahasa Indonesia tidak lepas dari eksistensi bahasa Melayu di Nusantara. Pemakaian bahasa Melayu kuno sendiri sudah digunakan sejak abad ke-7. Salah satu kerajaan yang sering memakai bahasa Melayu kuno adalah Kerajaan Sriwijaya. Saat itu, kerajaan ini menggunakan bahasa Melayu kuno untuk kebutuhan kebudayaan dan perdagangan, serta menjadi bahasa resmi kerajaan.

Nama Melayu pada bahasa ini merujuk pada wilayah Kerajaan Melayu yang berada di pulau Sumatera. Namun, lama-kelamaan istilah tersebut juga mencakup negeri-negeri yang ada di pulau Sumatera, sehingga membuat pulau tersebut mendapat julukan Bumi Melayu.

Ada banyak kata dalam bahasa Melayu kuno yang masih digunakan pada bahasa Indonesia zaman sekarang, yaitu: istri, putra, kawin, dan raja.

2. Perkembangan dan Persebaran Bahasa Melayu

Setelah abad ke-7, bahasa Melayu kuno mulai menyebar ke berbagai daerah di Nusantara dan membuat bahasa ini menjadi lingua franca alias bahasa yang menghubungkan antar pulau, kerajaan, suku, golongan, dan antar pedagang. Luasnya penyebaran bahasa Melayu kuno di Nusantara bersamaan dengan penyebaran agama Islam di masa itu.

Bahasa Melayu mengalami perkembangan pesat. Perkembangan tersebut bisa dilihat dari banyaknya kosakata serapan yang berasal dari bahasa lain, seperti Portugis, Persia, Arab, Inggris, Belanda, dan Sansekerta. Dialeknya pun juga lebih variatif berkat adanya perpaduan bahasa Melayu dengan budaya daerah di Nusantara.

Pada abad ke-19, ada dua kelompok bahasa Melayu yang dikenal masyarakat saat itu, yaitu Melayu Pasar dan Melayu Tinggi. Melayu Pasar cenderung tidak baku dan sering dipakai di lingkungan pergaulan sehari-hari, sedangkan Melayu Tinggi cenderung baku dan memiliki standar tertentu.

3. Berganti Nama Menjadi Bahasa Indonesia dan Dijadikan Bahasa Persatuan

Pada Kongres Pemuda I yang dihelat pada 30 April - 2 Mei 1926 di Batavia, Moh. Yamin menyatakan bahwa suatu bangsa penting memiliki bahasa persatuan. Saat itu, ia mengusulkan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan Indonesia. Bahasa ini dipilih karena berpotensi bisa menjadi bahasa pergaulan dan bahasa persatuan di Indonesia.

Pada kongres yang sama, Mohammad Tabrani menyarankan untuk mengganti nama bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia. Ia berpendapat bahwa jika bangsa kita bernama bangsa Indonesia, maka bahasa yang digunakan juga harus bernama bahasa Indonesia.

Jauh sebelum memberikan usulan tersebut, Tabrani sudah menggunakan istilah “bahasa Indonesia” pada berbagai tulisan yang ia buat. Salah satunya adalah tulisan berjudul “Bahasa Indonesia” yang terbit di harian Hindia Baroe pada 11 Februari 1926. Pada tulisan itu, ia menjelaskan bahwa bahasa Indonesia harus ada karena bisa menjadi jalan persatuan bangsa Indonesia.

Dua tahun setelah Tabrani membuat tulisan tersebut, bahasa Indonesia pun ditasbihkan sebagai bahasa persatuan bangsa Indonesia dan termaktub dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Hal ini sesuai fungsi bahasa Indonesia yakni sebagai lambang identitas bangsa sekaligus bahasa persatuan.

Selepas Sumpah Pemuda, bahasa Indonesia semakin berkembang seiring berkembangnya kesusastraan di Indonesia. Mayoritas perkembangan bahasa dan sastra Indonesia dilakukan oleh para sastrawan kelahiran Minangkabau, seperti Marah Rusli, Sutan Takdir Alisyahbana, Abdul Muis, dan Chairil Anwar.

Pada 1933, lahir sebuah angkatan sastra bernama Pujangga Baru yang dipimpin Sutan Takdir Alisyahbana. Meskipun banyak melakukan pembaruan, angkatan sastra ini masih menggunakan bahasa Melayu Tinggi pada setiap karya buatan mereka. Hal ini sempat membuat bahasa Melayu Tinggi dan Melayu Pasar kian berjarak. Jarak antara dua bahasa Melayu itu pun memudar sejak munculnya puisi-puisi karya Chairil Anwar dan kemunculan para sastrawan Angkatan ‘45 seperti Asrul Sani, Sitor Situmorang, dan HB Jassin. Kehadiran mereka juga menjadi awal lahirnya bahasa Indonesia yang lebih modern.

Perkembangan Ejaan Bahasa Indonesia

Berkembangnya bahasa Indonesia mempengaruhi ejaan dari bahasa ini. Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan ejaan pada bahasa Indonesia, mulai dari pengaruh politik sampai perkembangan seni, budaya, dan teknologi. Sudah delapan kali Indonesia mengalami perubahan ejaan. Apa saja kira-kira?

1. Ejaan van Ophuisjen

Ini adalah pedoman ejaan bahasa Indonesia yang pertama kali digunakan. Pedoman yang diterbitkan pada tahun 1901 ini digunakan saat bahasa Indonesia masih bernama bahasa Melayu.

Sesuai namanya, ejaan ini disusun oleh orang Belanda bernama Charles A. van Ophuijsen. Dalam penyusunannya, ia dibantu oleh Moehammad Taib Soetan Ibrahim dan Engku Nawawi Gelar Soetan Ma;moer. Beberapa ciri khas dari ejaan ini adalah penulisan u yang menggunakan oe, j yang ditulis dj, penggunaan apostrof (‘) pada beberapa kata (misalnya: Jum’at),serta kata berulang yang ditulis memakai angka 2 (misalnya: kata-kata yang ditulis kata2).

2. Ejaan Soewandi

Kalau yang satu ini adalah ejaan yang diresmikan setelah bahasa Indonesia ditasbihkan sebagai bahasa persatuan, serta merupakan ejaan pertama yang disusun langsung oleh orang Indonesia. Ejaan ini diresmikan pada 19 Maret 1947 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Indonesia Nomor 264/Bhg.A.

Bisa dibilang jika ejaan yang dibuat Mr. Raden Soewandi ini adalah pembaruan dari ejaan sebelumnya. Hal ini bisa dilihat dari penulisan oe yang berganti jadi u, serta dihilangkannya apostrof pada kata-kata tertentu. Tanda baca tersebut akan diganti dengan huruf ‘k’ atau dihilangkan sama sekali. Misalnya: Jum’at menjadi Jumat atau ra’yat menjadi rakyat.

3. Ejaan Pembaharuan

Pada Kongres Bahasa Indonesia II di Medan tahun 1954, sejumlah pihak meminta untuk membuat Ejaan Pembaharuan dari ejaan sebelumnya. Pembaruan tersebut ada pada ejaan ai, au, dan oi menjadi ay, aw, dan oy; serta dihilangkannya tanda hubung (-) pada kata berulang yang memiliki makna tunggal. Misalnya: alun-alun menjadi alunalun. Sayangnya, ejaan ini tidak diresmikan di dalam undang-undang, sehingga tidak dipakai sama sekali pada masa itu.

4. Ejaan Melindo

Ini adalah ejaan yang disusun pada 1959 dan merupakan hasil kerjasama Indonesia dengan Persekutuan Tanah Melayu (Malaysia). Ejaan ini disusun supaya ada keseragaman antara ejaan bahasa Indonesia dan bahasa Melayu yang dipakai di Malaysia. Sayangnya, ejaan ini tidak jadi digunakan akibat ketegangan politik antara Indonesia dan Malaysia saat itu.

5. Ejaan Lembaga Bahasa dan Kesusastraan (LBK)

Setelah gagal menggunakan Ejaan Melindo, pihak Indonesia dan Malaysia kembali menyusun ejaan baru yang bernama Ejaan Lembaga Bahasa dan Kesusastraan (LBK). Salah satu ciri khas ejaan ini adalah banyaknya istilah asing yang diserap dan ditulis ulang sesuai dengan ejaan Indonesia. Misalnya extra yang ditulis jadi ekstra dan guerilla menjadi gerilya.

6. Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)

Kita semua pasti mengenal ejaan satu ini. Di antara ejaan-ejaan sebelumnya, EYD adalah ejaan yang paling lama digunakan, yakni selama 43 tahun (1972-2015). Ejaan ini juga tergolong lengkap dalam memberikan kaidah penulisan bahasa Indonesia, mulai dari penulisan kata serapan, tanda baca, sampai penggunaan huruf kapital. EYD juga mulai menjadikan huruf f, v, x, q, dan z pada bahasa asing menjadi bagian dari bahasa Indonesia.

7. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI)

Setelah tahun 2015, EYD resmi tidak digunakan dan diganti oleh PUEBI. Penyusunan PUEBI merupakan bagian dari penyesuaian terhadap perkembangan seni, budaya, dan teknologi di Indonesia yang semakin pesat. PUEBI juga memberikan pembaruan pada EYD, terutama pada aspek penulisan huruf kapital, penambahan diftong, dan penulisan cetak tebal.

8. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan Edisi V (EYD Edisi V)

Ejaan Yang Disempurnakan edisi V (EYD edisi V) adalah versi terbaru dari ejaan bahasa Indonesia yang telah disempurnakan dari versi sebelumnya. Sejak Tgl. 16 Agustus 2022, EYD kembali digunakan karena penutur bahasa Indonesia lebih familiar, lebih mudah mengingat, dan lebih gampang mengucapkan istilah EYD oleh dibandingkan PUEBI.

Penetapan EYD Edisi V ini sesuai Keputusan Kepala Badan No. 0321/I/BS.00.00/2021 yang menjelaskan pemutakhiran pedoman sebelumnya. Jadi, di dalam EYD Edisi V terdapat beberapa perubahan kaidah lama yang disesuaikan dengan perkembangan bahasa Indonesia dan penambahan kaidah baru.

Referensi:

https://www.gramedia.com/literasi/sejarah-bahasa-indonesia-dari-era-kerajaan-hingga-era-penjajahan/
https://kantorbahasamaluku.kemdikbud.go.id/2022/09/pemutakhiran-pedoman-umum-ejaan-bahasa-indonesia-menjadi-ejaan-bahasa-indonesia-yang-disempurnakan-edisi-v/
https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20220510121948-246-794976/sejarah-bahasa-indonesia-yang-jadi-pemersatu-bangsa
https://www.ruangguru.com/blog/perkembangan-ejaan-bahasa-indonesia

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Anggie Warsito lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Anggie Warsito.

AW
RP
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini