Tuturangiana Andala, Tradisi Tolak Bala di Lautan Makassar

Tuturangiana Andala, Tradisi Tolak Bala di Lautan Makassar
info gambar utama

Masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang menjaga penuh adat dan istiadat nenek moyangnya. Salah satunya adalah bentuk rasa syukur yang dilimpahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa yang dituangkan dalam Tradisi Larung Laut.

Tradisi Larung Laut sendiri merupakan tradisi yang dilakukan masyarakat pesisir atas rasa terima kasih dan syukurnya kepada Tuhan atas kelimpahan alam dan hasil tangkapan yang melimpah. Salah satu Tradisi Larung Laut yang ada di Indonesia adalah tradisi yang berasal dari Pulau Makassar yaitu Larung Laut Tuturangiana Andala.

Dan sebagaimana Larung Laut yang banyak dilakukan di Indonesia, ternyata tradisi ini memiliki nilai filosofis yang tinggi dan keunikan yang perlu kamu ketahui. Yuk simak informasi menarik mengenai Larung Laut Tuturangiana Andala.

Sudah Ada Sejak Abad Ke-16

Tradisi Larung Laut Tuturangiana Andala, salah satu tradisi yang berasal dari Pulau Makassar, Sulawesi Tenggara dengan pakaian adat Buton dan melarungkan sesajen di empat mata angin berbeda

Berawal dari pasca peperangan abad ke-16, prajurit Kerajaan Gowa pulang ke Makasar namun sebagian juga ada yang memilih untuk menetap dan menikah dengan penduduk setempat. Disaat mereka memulai mencari mata pencaharian di laut, masyarakat di Pulau Makassar membuat salah satu ritual khusus yang dinamakan Tuturangiana Andala.

Tradisi tersebut mulai dilakukan oleh masyarakat Pulau Makassar pada abad ke -18. Saat itu, Maa Laato, Daeng Maandangi, dan Daeng Maandongi dari Bugi Makassar memberi sesaji pada daerah perairan di Pulau Makassar yang dianggap oleh masyarakat sebagai tempat yang suci.

Tuturangiana Andala sendiri memiliki arti pemberian sesaji pada penguasa laut. Ritual tersebut sama seperti Larung Laut namun tradisi ini dilakukan dengan melakukan Ritual Batata terlebih dahulu. Dan yang membuat berbeda dari Larung Laut pada umumnya ialah tradisi ini dilakukan dengan memberikan sesaji di empat penjuru mata angin di Pulau Makassar.

Terjaganya Budaya Larung Laut ini tentunya tidak luput dari faktor mata pencaharian yang sebagian besar adalah nelayan dan letak geografis Pulau Makassar yang dikelilingi oleh lautan.

Baca juga tradisi laut di Indonesia lainnya: Mengenal Panglima Laot, Tradisi Aceh Dalam Penjagaan Maritim Indonesia

Dipercaya Sebagai Penghapus Kesialan

Tradisi Larung Laut Tuturangiana Andala asal Pulau Makassar, Kota Baubau, Sulawesi Tenggara sudah dilaksanakan sejak jaman kerajaan dan dilaksanakan pada musim paceklik ikan

Selain ditujukan untuk bentuk rasa syukur atas rezeki laut, masyarakat di Pulau Makassar percaya bahwa dengan adanya tradisi ini kesialan yang akan menghampiri akan tertolak atau istilah dalam bahasa mereka yaitu tolak bala.

Tradisi warisan para leluhur masyarakat setempat ini selalu mereka pertahankan sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur dan ditujukan untuk mempraktekkan kembali cara leluhur yang mendiami pulau ini dalam memanjatkan doa mereka kepada Allah SWT.

Mereka percaya bahwa bentuk rasa syukur tidak hanya dilakukan dengan main-main tetapi harus bersungguh-sungguh agar dibukakan pintu rezeki dan menolak bala dari laut.

Proses Ritual Tuturangiana Andala

Tradisi Larung Laut Tuturangiana Andala, salah satu tradisi yang berasal dari Pulau Makassar, Sulawesi Tenggara sebagai bentuk menolak kesialan dan doa-doa kepada Tuhan.

Ritual Tuturangiana Andala dilakukan oleh beberapa orang lelaki paruh baya yang berpakaian jubah panjang tradisi Buton sembari membawa sesajen di tangannya. Mereka meletakkan sesajen tersebut di atas susunan bambu besar yang dipotong dengan ukuran kecil.

Sesajen yang mereka gunakan berisi bermacam-macam jenis kue tradisional khas Buton seperti daun sirih, buah pinang, kelapa merah muda dan beberapa batang rokok.

Uniknya, ritual ini menggunakan seekor kambing untuk disembelih di area dilaksanakannya ritual. Darah kambing yang disembelih dibawa ke rumah penduduk setempat. Dan para lelaki yang memakai jubah mengambil darah kambing tersebut dengan menggunakan gelas bambu serta meletakkannya di dekat tempat sesajen.

Sesajen kemudian diarak menggunakan kapal kecil di empat penjuru Pulau Makassar yang dipercaya suci dan kramat oleh masyarakat setempat.

Tradisi warisan nenek moyang masyarakat Pulau Makassar ini hingg kini masih dilestarikan. Masyarakat setempat mempercayai bahwa semua nasehat dan ajaran dari nenek moyang tidaklah buruk apalagi menyangkut dengan doa-doa yang dipanjatkan untuk Allah SWT. Masyarakat setempat biasanya melaksanakan tradisi ini pada setiap kali musim paceklik ikan.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Phyar Saiputra lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Phyar Saiputra.

Terima kasih telah membaca sampai di sini