Kisah Laksamana Malahayati - Panglima Laut Perempuan Pertama di Dunia

Kisah Laksamana Malahayati - Panglima Laut Perempuan Pertama di Dunia
info gambar utama

Laksamana adalah pangkat tertinggi untuk perwira Angkatan Laut dan telah umum diketahui bahwa yang menyadang pangkat tersebut adalah seorang pria.

Namun tahukah kalian bahwa ada seorang perempuan Nusantara yang pernah menyabet gelar Laksamana?. Bahkan ia perempuan pertama di dunia yang menyandang panglima tertinggi di laut.

Dialah Laksamana Malahayati. Seorang pejuang dari Kesultanan Aceh yang berhasil memenangkan duel maut dengan Pemimpin Pasukan Kolonial Belanda saat itu.

Atas jasa kepahlawanannya tersebut, namanya diabadikan dalam berbagai tempat dan lembaga strategis di Indonesia.

Lalu siapa sebenarnya sosok Malahayati ini?. Ikuti kisahnya berikut ini.

Sekilas tentang Laksamana Malahayati

Keumalahayati atau Malahayati adalah salah seorang perempuan pejuang yang berasal dari Kesultanan Aceh. Ia merupakan keturunan darah biru alias ada darah sultan mengalir di urat nadinya.

Ayahnya bernama Laksamana Mahmud Syah dan Kakeknya dari garis ayahnya adalah Laksamana Muhammad Said Syah, putra dari Sultan Salahuddin Syah yang memerintah sekitar tahun 1530–1539 M.

Ia dilahirkan di Aceh Besar pada tahun 1550. Pada masa kanak-kanak dan remaja ia mendapat pendidikan istana. Dari situlah semangat kelautan Malahayati muncul. Ia kemudian mengikuti jejak ayah dan kakeknya dengan menempuh pendidikan militer jurusan angkatan laut di akademi Baitul Maqdis.

Maka tak perlu heran jika darah patriotisme mengalir ke Malahayati sejak kecil karena ia berada di lingkungan yang tepat.

Kariernya di medan tempur berawal dari dibentuknya pasukan Inong balee atau janda-janda pahlawan yang telah syahid. Laksamana Malahayati sendiri kehilangan suaminya yang gugur dalam pertempuran melawan Portugis.

Peran Laksamana Malahayati dalam Membentuk Pasukan Janda

Pada tahun 1585–1604, Laksamana Malahayati diberi jabatan strategis sebagai Kepala Barisan Pengawal Istana Panglima Rahasia dan Panglima Protokol Pemerintah dari Sultan Saidil Mukammil Alauddin Riayat Syah IV.

Tidak hanya itu, Malahayati pun memimpin pasukan yang diberi nama Inong Balee. Inong berati wanita, sedangkan Balee artinya janda. Jadi Inong Balee artinya adalah wanita janda.

Para Janda ini sebenarnya adalah para perempuan yang ditinggal oleh suaminya yang gugur dalam peperangan.

Maka Malahayati melalui armada Inong Balee, melatih para janda tersebut untuk menjadi pasukan Kasultanan Aceh yang tangguh guna menghadapi pasukan Belanda atau Portugis yang datang sewaktu-waktu.

Untuk memperkuat armada Inong Bale, mereka membangun benteng setinggi 100 meter dari permukaan laut. Tembok benteng itu menghadap ke laut lebar tiga meter dengan lubang-lubang meriam yang moncongnya mengarah ke pintu teluk.

Selain memiliki benteng, pasukan wanita janda itu juga memiliki pangkalan militer yang terletak di Teluk Lamreh Krueng Raya.

Duel Maut Malahayati dengan Cornelis de Houtman

Perjuangan Malahayati bermula dari peristiwa perang di perairan Selat Malaka. Pasukan kasultanan Aceh dipimpin oleh Sultan Alauddin Riayat Syah Al-Mukammil yang dibantu dua orang laksamana, salah satunya Laksamana Tuanku Mahmuddin bin Said Al Latief.

Pertempuran yang berlangsung sengit tersebut dimenangkan oleh pasukan Kesultanan Aceh. Namun, suami Malahayati itu tewas dalam pertempuran tersebut.

Tahu suaminya tewas, Malahayati pun berjanji akan menuntut balas dan meneruskan perjuangan suaminya.

Akhirnya tibalah momen dimana Cornelis de Houtman ditantang untuk bertarung dengan pimpinan pasukan Inong balee, yakni Malahayati.

Kendati lawannya adalah seorang pria, Malahayati tidak gentar dan akhirnya mampu menumbangkan Cornelis de Houtman melalui sabetan tajam Rencongnya. Padahal kala itu Cornelis de Houtman bersenjatakan pedang.

Pertarungan berlangsung di geladak kapal Cornelis de Houtman pada 11 September 1599. Tanggal ini dicatatkan sejarah sebagai hari kematian Cornelis de Houtman.

Kapten itu tewas di tangan seorang perempuan Aceh ini. Malahayati kemudian mendapat gelar “Laksamana” untuk keberaniannya.

Nama Laksamana Hayati Terabadikan dalam Banyak Penghargaan

Atas jasa-jasa Laksamana Malahayati, maka pada Peringatan Hari Pahlawan pada 2017, Presiden Joko Widodo menganugerahkan Gelar Pahlawan Nasional kepada Laksmana Malahayati.

Tidak hanya itu, berbagai tempat dan lembaga strategis Indonesia menggunakan nama Laksamana Malahayati.

Sebut saja nama pelabuhan laut Malahayati di Teluk Krueng Raya, Aceh Besar. Kemudian salah satu kapal perang jenis Perusak Kawal Berpeluru Kendali kelas Fatahillah milik TNI Angkatan Laut juga dinamakan KRI Malahayati.

Tak ketinggalan di Bandar Lampung, terdapat kampus bernama Universitas Malahayati.

Dan pada 2021, Pemerintah DKI Jakarta menjadikan nama Laksamana Malahayati sebagai nama salah satu jalan di ibu kota. Nama Laksamana Malahayati menggantikan Jalan Inspeksi Kalimalang sisi sebelah utara.

Akhir Kisah Perjuangan Laksamana Malahayati

Perjuangan Laksamana Malahayati yang gigih melawan penjajah bersama Inong Balee harus terhenti pada tahun 1606. Saat pertempuran Inong Balee melawan Portugis di periaran Selat Malaka, Laksamana Malahayati tewas.

Jasad Laksamana Malahayati kemudian dimakamkan di Desa Lamreh, Kecamatan Majid Raya, Kabupaten Aceh Besar, sekitar 35 kilometer dari ibu kota Provinsi Nanggrou Aceh Darussalam atau pusat Kota Banda Aceh.

Makam laksamana Malahayati berada di puncak bukit kecil sebelah utara Desa Lamreh.

Demikianlah secuil kisah dan fakta seputar sosok Laksamana Malahayati. Semoga keberanian dan kecerdasannya dapat menginspirasi khusunya kepada para perempuan Indonesia.

Referensi: nationalgeographic.grid.id | nasional.tempo.co | humas.acehprov.go.id

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Achmad Faizal lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Achmad Faizal.

Terima kasih telah membaca sampai di sini