Tradisi Mekare Kare, Sebuah Perang Penghormatan kepada Dewa

Tradisi Mekare Kare, Sebuah Perang Penghormatan kepada Dewa
info gambar utama

Bali memang sudah tidak asing lagi dengan ragam budaya dan tradisi yang selalu dilestarikan oleh masyarakatnya. Kekayaan budaya dan adat istiadatnya inilah yang membawa nama Bali hingga ke mancanegara. Salah satu budaya dan tradisi tersebut adalah tradisi Mekare-Kare atau Upacara Perang Pandan.

Tradisi Mekare-Kare atau yang biasa dikenal sebagai Perang Pandan merupakan upacara persembahan yang dilakukan sebagai bentuk penghormatan terhadap Dewa Indra atau dewa perang serta para leluhur.

Tradisi ini menjadi salah satu upacara keagamaan terbesar yang dilakukan oleh masyarakat Bali khususnya masyarakat yang menganut agama Hindu dan dilaksanakan di Desa Tenganan, Karangasem Bali. Tradisi ini dilakukan dengan menggunakan properti daun pandan berduri sebagai senjata atau tameng yang terbuat dari rotan.

Sejarah Tradisi Mekare-Kare

Sejarah tradisi Mekare Kare atau Perang Pandan yang disebabkan perang antara Dewa Indra dan Raja Maya Denawa

Tradisi Mekare-Kare ini awalnya dilakukan sebagai persembahan kepada Dewa Indra, Dewa yang bertempur melawan Maya Denawa seorang raja keturunan raksasa yang sakti dan sewenang-wenang melarang rakyatnya menyembah Dewa.

Perlakuannya yang semena-mena membuat masyarakat memohon kepada Dewa Indra untuk melawan Maya Dewana dan membebaskan mereka dari sifat diktatornya. Dan untuk menghormati berkat dari Dewa Indra tersebut, masyarakat Bali melakukan Perang Pandan atau tradisi Mekare-Kare untuk mengenang perjuangan Dewa Indra saat melawan Maya Dewana.

Prosesi Tradisi Mekare-Kare

Tradisi Mekare Kare atau Perang Pandan, sebuah ritual perang di Desa Tenganan Bali sebagai penghormatan kepada Dewa Indra.

Sesuai dengan namanya yaitu Mekare-Kare, tradisi ini menggunakan pandan berduri yang diikat menjadi satu menjadi bentuk sebuah gada dan rotan yang dibentuk menjadi perisai. Tradisi ini dilakukan oleh dua orang laki-laki yang mulai naik ke masa remaja hingga dewasa serta bersifat wajib di desa tersebut.

Kedua lelaki tersebut nantinya akan berperang ditengah sebuah lapangan yang ditonton oleh para pengunjung atau masyarakat desa. Tradisi ini diawali dengan acara mengelilingi desa sebagai bentuk memohon keselamatan dan dilanjut dengan ritual minum tuak yang dituang ke daun pisang sebagai gelasnya. Lalu peserta tradisi Mekare-Kare akan saling menuangkan tuak ke daun pisang peserta lain sampai dikumpulkan menjadi satu dan dibuang di area lapangan.

Lalu saat Mekare-Kare akan dimulai, seorang pemimpin adat di Desa Tenganan akan memberikan aba-aba kepada dua peserta yang bersiap-siap. Peserta akan saling berhadapan dengan seikat daun pandan di tangan kanan dan perisai di tangan kiri. Seperti layaknya pertandingan, tradisi ini juga menggunakan wasit sebagai penengah yang berdiri di antara dua pria yang berperang.

Kemudian saat dimulai kedua peserta akan mengangkat tangannya tinggi-tinggi dan mulai saling menyerang. Peserta akan memukul punggung lawan dengan daun pandan sambil menggoresnya. Mekare-Kare juga diiringi oleh permainan gamelan yang ditabuh dengan tempo yang cepat dan sorakan peserta lain yang memberi semangat.

Dan setelah tradisi Mekare-Kare selesai, para peserta yang berpartisipasi akan makan bersama dengan sajian menu ayam betutu dan olahan khas lainnya tanpa rasa dendam atau marah.

Baca juga tradisi unik Indonesia lainnya: Mengenal Sasi Nggama, Tradisi Menjaga Laut Masyarakat Kaimana

Keunikan Tradisi Mekare-Kare

Tradisi Mekare Kare atau Perang Pandan dapat dilakukan oleh seorang lelaki dari anak remaja hingga orang dewasa

Setelah tradisi ini berlangsung peserta yang melakukan Mekare-Kare tidak ada yang kesakitan, menyesal, bahkan marah, namun peserta akan merasa gembira karena telah melakukan tradisi Mekare-Kare tersebut dengan ikhlas.

Diketahui juga, tradisi ini diyakini sebagai ritual pemujaan masyarakat Desa Tenganan kepada Dewa Indra yang dihormati dengan adanya luka dan darah dari para peserta yang mengikuti Tradisi Mekare-Kare ini.

Waktu Pelaksanaan Tradisi Mekare-Kare

Para peserta akan makan bersama setelah kegiatan tradisi Mekare Kare atau Perang Pandan

Tradisi ini diadakan selama dua hari berturut-turut dan biasanya dimulai mulai pukul 2 sore. Saat tradisi diadakan, para masyarakat setempat akan memakai pakaian adat khas Tenganan yaitu kain Tenun Gringsing.

Untuk pria hanya boleh menggunakan Kamen atau sarung dengan Saput sebagai selendang dan tidak lupa memakai ikat kepala atau udeng, para peserta yang mengikuti tradisi ini juga tidak boleh mengenakan pakaian bagian atas dan diharuskan bertelanjang dada.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Phyar Saiputra lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Phyar Saiputra.

Terima kasih telah membaca sampai di sini