Menguak Resep Asli Wajit ala Karuhun, Si Ketan Legit Khas Cililin

Menguak Resep Asli Wajit ala Karuhun, Si Ketan Legit Khas Cililin
info gambar utama

Mendengar wilayah Kabupaten Bandung Barat terutama Kecamatan Cililin, ingatan banyak orang mungkin akan langsung tertuju pada kuliner khasnya, yakni Gurilem dan Wajit.

Gurilem adalah kerupuk yang terbuat dari tepung tapioka lalu dicetak panjang-panjang dan ‘digoreng’ menggunakan pasir. Bila Gurilem bercita rasa gurih hingga pedas, lain halnya dengan Wajit. Kudapan lengket berwarna coklat ini memiliki rasa manis nan legit dengan aroma kelapa.

Tak hanya sekadar penganan, Wajit punya sejarah panjang. Melalui akun YouTube Cil TV, ahli kuliner Sunda Riadi Darwis mengemukakan jika Wajit telah ada di wilayah Tatar Sunda sejak abad ke-15. Hal itu dibuktikan dengan adanya catatan kudapan serupa di berbagai literatur Sunda Kuno, salah satunya dalam naskah Sanghyang Siksakandang Karesian. Ia dikategorikan sebagai makanan amis atau manis yang terbuat dari campuran ketan, gula aren, dan kelapa.

Wajit sendiri berasal dari kata “Wajik” dalam bahasa Jawa yang sama-sama memiliki bahan baku serupa. Namun, karena faktor dialek yang berbeda, orang Sunda mengganti huruf “K” dengan “T”. Nama Wajit sendiri melejit sekitar tahun 1916 saat Juwita dan Uti menjadi generasi pertama yang memproduksi Wajit secara massal. Pada awalnya, mereka hanya membuatnya untuk konsumsi pribadi. Lama kelamaan, ia menjadi primadona di kalangan masyarakat.

Ayam Bumbu Anam, Kuliner Ayam Lebaran khas Palembang
proses penjemuran Wajit Cililic
info gambar

Namun di kemudian hari, Wajit hanya bisa dinikmati kaum menak alias bangsawan. Wajit semakin sulit dijangkau masyarakat proletar di masa penjajahan Belanda. Beras ketan yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan Wajit merupakan salah satu komoditi ekspor dari Hindia-Belanda.

Alhasil, para petani diwajibkan menyetor panen beras ketan kepada kolonial. Di pasaran, harganya pun melonjak sehingga pribumi biasa tak mampu memperolehnya.

Kelegitan Wajit nyatanya menjadi ‘senjata’ pemberontakan pribumi kepada kaum kolonial. Aksi Belanda yang memonopoli peredaran Wajit membuat masyarakat pribumi terutama para petani berang.

Kala itu, kudapan ini hanya tersaji di acara-acara besar dan penting yang dihadiri kaum bangsawan serta Belanda. Baru pada 1936, generasi kedua produsen Wajit, yakni Siti Romlah alias Irah mulai memproduksi Wajit secara komersil supaya dapat dinikmati siapa saja.

Tahu Pong, Kuliner Wajib Ketika ke Semarang
Wajit Cililin
info gambar

Beralih ke bahan baku dan proses pembuatan, Wajit hanya membutuhkan tiga bahan utama, yakni beras ketan, gula kawung (aren), dan kelapa. Ketan yang digunakan adalah jenis ranggeuyan yang memiliki bulir utuh. Ia didapat dari padi ketan yang dipanen manual menggunakan tangan.

Makanan yang dibuat dari ketan ranggeuyan terasa lebih legit. Gula kawung yang dipakai pun harus berkualitas, yaitu bertekstur keras dengan warna kekuningan.

Merujuk pada resep karuhun alias orang tua dulu, kelapa yang digunakan dalam proses pembuatan wajit adalah kelapa dengan kematangan sedang, yaitu bukan kelapa muda atau tua.

Sebelum diparut, kelapa harus dicuci bersih dan dibuang atau dikupas kulit arinya agar menghasilkan parutan kelapa yang putih bersih.Untuk hasil parutan yang berserat panjang, kelapa diparut manual menggunakan tangan dan pamarud alias parutan tradisional.

Perbandingan beras ketan, gula kawung, dan kelapa yang digunakan adalah 1:10:10. Bila menggunakan 1 kg beras ketan, dibutuhkan 10 kg kelapa parut, dan 10 kg gula kawung.

Komposisi ini bertujuan untuk menghasilkan Wajit dengan tekstur ngagolomong atau padat, garing di luar, lembut di dalam, dan membantu pengawetan Wajit secara alami. Agar beraroma khas, Wajit tradisional dimasak di atas tungku api berbahan bakar batok dan sabut kelapa.

Proses pembuatan Wajit dimulai dengan merendam beras ketan semalaman. Kemudian, ketiga bahan baku dicampur dengan air lalu dimasak selama hampir 6 jam hingga teksturnya memadat.

Selama pemasakan, adonan Wajit harus terus diaduk agar tidak menggumpal dan gosong. Proses ini hampir sama dengan cara pembuatan Dodol Garut atau Jenang Kudus. Setelah suhunya mulai turun atau mendingin, adonan Wajit yang disebut Wajit Ngora dibentuk sesuai kebutuhan.

Mi Juhi khas Betawi, Kuliner Akulturasi Batavia yang Semakin Langka
proses pembuatan Wajit Cililin
info gambar

Keunikan Wajit Cililin terletak pada pembungkusnya. Jika kudapan serupa dibalut kertas minyak atau plastik, ia dibungkus kulit jagung kering. Selain memberi guratan bergerigi di permukaannya, pembungkus tersebut tentu lebih aman dan ramah lingkungan.

Selanjutnya, Wajit dijemur hingga tekstur luarnya mengeras. Bila cuaca terik, penjemuran hanya membutuhkan waktu sehari. Wajit dapat bertahan selama sebulan dan bahkan lebih bila disimpan dalam kulkas.

Karena rasanya yang terlampau manis, Wajit Cililin merupakan kudapan sempurna untuk dikonsumsi bersama teh atau kopi pahit hangat. Para pecinta Wajit biasa menikmatinya di sore hari sambil bersantai bersama.

Kudapan legit khas Bandung Barat ini dapat diperoleh secara langsung di sentra oleh-oleh yang tersebar mulai dari Alun-alun Cililin, Jalan Radio, hingga Sasak Bubur, Kecamatan Cililin. Kini, ia juga tersedia secara daring di berbagai platform marketplace. Harganya berkisar antara 25 hingga 40 ribu untuk 1 kg atau 2 bungkus Wajit.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AD
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini