Lumpia Semarang, Potret Akulturasi Dua Kebudayaan

Lumpia Semarang, Potret Akulturasi Dua Kebudayaan
info gambar utama

Melancong ke Semarang, jangan melewatkan kuliner khasnya. Bukan sekadar menikmati enaknya penganan asli daerah tersebut, tetapi Kawan GNFI juga bisa memotret kebudayaan, karakter, dan ciri masyarakatnya.

Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah ini, memiliki beragam penganan khas. Olahan penganan Kota Semarang dikenal dengan bumbu minimalis, disajikan dalam keadaan panas, dan bercitarasa pedas. Hal ini tidak lepas dari kondisi geografisnya yang merupakan daerah pesisir dimana keadaan iklim dan cuacanya yang panas.

Bumbu yang sederhana dan minimalis merepresentasikan masyarakatnya yang sederhana dan tidak neko-neko. Hal itu seperti termuat dalam penelitian berjudul Penelusuran Jejak Makanan Khas Semarang Sebagai Aset Inventarisasi dan Promosi Wisata Kuliner Jawa Tengah ditulis oleh Novia Rochmawati, Nailah, dan Imam Oktariadi.

Ragam kuliner khas seperti Tahu Gimbal, Bandeng Presto, hingga Wingko Babat merupakan makanan asli Kota Semarang. Eits, selain itu masih ada lumpia yang menjadi trade mark daerah yang dijuluki Kota Atlas tersebut.

Selain rasa yang nikmat, tahukah Anda jika lumpia Semarang merupakan penganan hasil akulturasi dua kebudayaan? Telah banyak referensi yang menuliskan tentang filosofi penganan hasil akulturasi antara budaya Cina dan Jawa tersebut.

Dalam penelitian Novia Rochmawati dkk, disebutkan bahwa adanya akulturasi kebudayaan pada kuliner khasnya terjadi karena Kota Semarang merupakan kota pelabuhan yang pada zaman dahulu banyak bangsa luar yang singgah dan berlabuh di wilayah tersebut. Oleh sebab itu, banyak makanan Semarang yang merupakan akulturasi dari bangsa lain seperti lumpia yang merupakan akulturasi dengan Cina.

Lumpia Semarang | Foto: Solopos.com
info gambar

Laman resmi Kemdikbud menyebutkan Loenpia (baca: Lun Pia) diserap dari kata dialek bahasa Cina Hokkian run bing yang kemudian bersinergi dengan bahasa Jawa Lum Ping (kulit) menjadi lumpia. Lun atau lum berarti lunak atau lembut, sedangkan Pia berarti kue sehingga lumpia semestinya tidak digoreng.

Lumpia merupakan spring roll berbahan dasar rebung (tunas bambu muda) yang direbus, udang kupas, dan daging ayam rebus. Cita rasa gurih berasal dari aneka bumbu terdiri dari ebi, bawang putih, bawang merah, daun bawang, hingga minyak wijen. Tidak lupa juga bahan utamanya yakni kulit lumpia.

Lumpia Semarang tercatat sebagai warisan budaya tak benda Indonesia pada 2014. Biasa disajikan ketika perayaan Imlek, dengan harapan agar semua manusia dapat lebih meningkatkan rasa cinta kasih kepada sesama. Makna dari gulungan lumpia adalah manusia di seluruh bumi bersatu padu tanpa memandang perbedaan.

Pengaruh budaya Cina terhadap masakan Semarang tidak terlepas dari sejarahnya. Seperti ditulis dalam Buku Seri Masak Femina Media Primarasa berjudul Kuliner Khas Daerah Cirebon-Semarang, pengaruh itu tidak lepas dari kisah Laksamana Cheng Ho dari Cina sudah singgah di Semarang pada pertengahan abad ke-15 dan tidak sedikit anak buahnya yang tinggal menetap di kota itu. Sejak itu pula masyarakat Cina hidup membaur dengan masyarakat setempat. Tidak heran jika banyak makanan ala Cina khas Semarang salah satunya Lumpia.

Lantas, dimana Kawan GNFI bisa menelusuri lumpia legendaris di Kota Semarang? Dikutip dari Kompas.com, setidaknya ada 5 produsen lumpia legendaris di Kota Semarang yang bisa dicoba.

Pertama, Lunpia Cik Me Me yang telah dirintis sejak 1870. Kawan GNFI bisa menemukannya di Jalan Gajahmada Nomor 107, Miroto, Kecamatan Semarang Tengah.

Kedua, Lunpia Gang Lombok yang kini dikelola oleh generasi keempat. Kawan GNFI bisa menemukannya di Gang Lombok Nomor 11, Purwodinatan, Kecamatan Semarang Tengah.

Ketiga, Loenpia Mbak Lien yang berdiri sejak 1930 berlokasi di Jalan Pemuda, Gang Grajen Nomor 1, Pandansari, Kecamatan Semarang Tengah.

Keempat, Lunpia Mataram yang berdiri sejak 1984. Kawan GNFI bisa menemukannya di Jalan Pandanaran Nomor 29A, Randusari, Kecamatan Semarang Selatan.

Terakhir, Loempia Lanny yang berdiri sejak 1988 berlokasi di Jalan Kampung Plampitan Nomor 81, Kembangsari, Kecamatan Semarang Tengah.

Jadi, penawasaran untuk mencoba kuliner legendaris hasil akulturasi dua kebudayaan ini? Mari Kawan GNFI berkunjung ke Kota Semarang.

Referensi:Warisan Budaya Takbenda | Beranda (kemdikbud.go.id), 5 Tempat Makan Lumpia Legendaris di Semarang, Ada yang Buka Sejak 1870 (kompas.com), Penelusuran Jejak Makanan Khas Semarang sebagai Aset Inventarisasi dan Promosi Wisata Kuliner Jawa Tengah - Neliti

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AA
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini