Konsep Rupiah Digital, Akankah Sesukses 'Pelopor' Sand Dollar Bahama?

Konsep Rupiah Digital, Akankah Sesukses 'Pelopor' Sand Dollar Bahama?
info gambar utama

Pertama kali berita soal rupiah digital terdengar adalah sekitar Mei 2021 lalu. Di tengah kondisi pandemi, kala itu aset kripto atau yang lebih populer dengan istilah cryptocurrency sedang naik daun. Sebut saja Bitcoin, Ethereum, dan Dogecoin.

Fenomena meroketnya tren aset kripto ternyata direspon oleh Bank Indonesia. Disebut-sebut BI ingin “menanggulangi” keberadaan aset kripto yang tidak diatur oleh bank sentral. Akhirnya rencana soal rupiah digital kala itu terlontar langsung oleh Gubernur BI, Perry Warjiyo. Mata uang digital yang akan jadi alat pembayaran sah ini nantinya dikenal sebagai Central Bank Digital Currency (CBDC).

Perlu diketahui, bank sentral di negara-negara berkembang di dunia seperti Indonesia memang sudah memiliki motivasi tinggi menciptakan CDBC sebagai alternatif atau bahkan bisa menggantikan uang fisik. Pertimbangannya tentu saja soal efisiensi pembayaran, keamanan dalam mekanisme pembayaran, serta inklusi keuangan.

Dibandingkan negara G20 lainnya, Indonesia rupanya jadi salah satu negara tercepat memproses rupiah digital atau CBDC versi Indonesia ini. China, Jepang, India, Rusia, dan Korea Selatan juga diketahui sedang menguji coba dan menjajaki CBDC versi negaranya.

Data Atlantic Council juga memperlihatkan bahwa saat ini lebih dari 100 negara yang mewakili lebih dari 95 persen PDB global, sedang menjajaki penerbitan CBDC versi masing-masing negara.

Baru 10 negara yang sudah resmi meluncurkan CBDC, 15 negara masih dalam tahap pilot project, 24 negara masih dalam tahap pengembangan, 43 negara dalam tahap riset, ini termasuk Indonesia. Lalu 10 negara tercatat CBDC-nya tidak aktif dan dua negara membatalkan penggunaan CBDC.

Akankah Indonesia bisa jadi negara ke-11 yang berhasil menjalankan CBDC-nya?

Pada 30 November 2022, BI akhirnya meluncurkan white paper rupiah digital sejalan dengan pengembangan CBDC. Proyek ini pun dinamakan Proyek Garuda. Pengembangannya dibagi dalam tiga tahap dan berat uji. Susunannya berdasarkan empat kriteria kelayakan: kepentingan, urgensi, kesiapan, dan dampak. Semuanya dimulai dengan konsultasi publik, dilanjutkan dengan eksperimen teknologi, dan diakhiri dengan kajian sikap kebijakan.

Baik Indonesia, China, Jepang, India, Rusia, dan Korea Selatan yang tengah menjajaki CBDC versi negara masing-masing, nampaknya kita harus bercermin pada negara kecil Bahama yang jadi pionir CBDC yang dipandang paling sukses dalam implementasinya sampai saat ini.

Sand dollar Bahama jadi mata uang digital bank sentral pertama di dunia yang mencatat keberhasilan implementasi dalam waktu enam bulan saja. Debut sand dollar Bahama diketahui pada Oktober 2020 silam. Orang di balik kekuatan digital kala itu adalah John Rolle yang menjabat sebagai gubernur bank sentral negara itu sejak 2016.

Dalam berita hasil wawancaranya bersama Bloomberg Markets pada 20 Mei 2021 silam, Rolle bercerita soal keberhasilan sand dollar kala itu

“Dalam geografi pulau, (saat itu) sangat sulit menyediakan layanan keuangan melalui jalur fisik. Pertimbangan biaya bank dalam beberapa kasus menolak untuk melayani nasabah di beberapa ‘pulau keluarga’ ,” begitu ungkap Rolle saat ditanya soal asal mula motivasi pengembangan sand dollar digital.

Lebih lanjut Rolle mengungkapkan bahwa bencana alam Badai Dorian yang terjadi pada tahun 2019 kala itu membuat bank membutuhkan waktu lebih dari satu tahun untuk memulihkan fasilitas cabang mereka. Perputaran uang dan segala jenis perdagangan di sana lumpuh dalam waktu yang lama.

“Kondisi itu buat Anda hanya direduksi untuk mendistribusikan bantuan dalam bentuk barang. Ini tidak ideal ketika orang tidak dapat menggunakan pilihan yang sah untuk apa yang sebenarnya mereka butuhkan,” lanjut Rolle.

Tampaknya, dua hal di atas merupakan kondisi yang sangat mirip dengan Indonesia. Dengan ribuan pulau didalamnya, serta potensi bencana alam yang tinggi, Bahama bisa jadi cerminan paling tepat untuk implementasi rupiah digital kali ini.

Bank sentral Bahama memulai perputaran uang dengan jumlah yang sangat kecil kala itu. Hanya 200.000 dollar Bahama. Meski begitu, akselerasi pengembangan produk digital mereka bisa dengan cepat berjalan dibantu oleh tujuh lembaga nonbank yang menyediakan dompet digital dan dompet pembayaran. Lambat laun, bank komersial pun ikut bergerak ke arah itu.

“Jadi kami banyak energi, bahkan sejak kami merilis sand dollar secara nasional pada Oktober, lembaga-lembaga tersebut segera menyelesaikan teknis untuk platform pendukungnya. Mereka memanfaatkan kesempatan. Itu adalah tonggak sejarah yang kami lewat pada kuarta pertama tahun 2021,” lanjut Rolle.

Jika dibandingkan, rupiah digital nantinya juga punya banyak “energi” yang bisa dibilang mirip dengan sand dollar. “Energi” penerbitan rupiah digital ini nantinya akan dilakukan secara wholesale. Seperti yang dijelaskan oleh Perry, wholesale artinya BI akan mendistribusikan kepada pelaku-pelaku besar seperti perbankan maupun perusahaan jasa pembayaran yang besar.

“Kami akan distribusikan kepada mereka selayaknya perbankan sekarang dalam mempunyai uang rupiah. Setiap perbankan mempunyai rekening di BI,” tutur Perry seperti yang dikutip CNBC Indonesia (22 Juli, 2022).

Para wholesale besar tersebut nantinya akan diberikan izin oleh BI untuk menggunakannya sebagai alat pembayaran untuk berbagai transaksi ritel. Praktiknya nanti apakah akan melalui bank kecil, perusahaan jasa yang lebih kecil, e-commerce atau startup, dan berbagai transaksi digital lainnya bisa menggunakan rupiah digital.

Dalam infrastruktur pembayarannya, Indonesia juga sebenarnya sudah punya infrastruktur BIFAST, RTGS, dan GPN, yang nantikan akan saling terkoneksi.

Energi besar yang dimiliki oleh Indonesia memang tampak lebih unggul dari Bahama sebelum debut sand dollarnya, namun Indonesia nampaknya harus mempelajari hambatan terbesar lain dari Bahama.

Yaitu, “Harus sabar dalam proses,” kata Rolle.

“Ada permintaan sand dollar yang jauh lebih besar daripada individu yang memiliki akses ke sana,” lanjut Rolle.

Dengan jumlah penduduk yang banyak dan sangat tersebar, kesabaran Indonesia sangat besar akan diuji. Akses digital yang harus merata kepada seluruh masyarakat Indonesia menjadi titik beratnya.

Dan ada satu pesan lagi dari Rolle yang jadi kunci keberhasilan rupiah digital.

Rolle bercerita, “Bagi sebagian besar penduduk di Bahama, bukan berarti mereka tidak memiliki smartphone. Dalam banyak kasus, penting bagi warga untuk memahami keamanan, bahwa transaksi digital dapat lebih unggul daripada uang tunai dalam hal jejak audit dan kemampuan untuk memulihkan pembayaran jika ada penipuan atau kerugian dalam bentuk apapun.”

“Pendidikan lebih penting daripada memberikan warga ke akses yang terlalu banyak.”

Pekerjaan Rumah soal pendidikan dan pengetahuan dalam persebaran rupiah digital ini bisa jadi yang paling melelahkan bagi Indonesia. Hal yang sederhana dan mendasar inilah yang jadi tonggak utama keberhasilan uang digital Rolle di Bahama.

Cara Penulisan Rupiah yang Benar sesuai EYD dan PUEBI

Sumber: Bloomberg.com, Consulting.us, FinancialPost.com, FintechNews.sg, CNBCIndonesia.com, DJPB.Kemenkeu.go.id

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dini Nurhadi Yasyi lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dini Nurhadi Yasyi.

DY
SA
MS
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini