Menikmati Pedasnya Dendeng Batokok Khas Minang

Menikmati Pedasnya Dendeng Batokok Khas Minang
info gambar utama

Tak salah bila menyebut Sumatera Barat sebagai surganya kuliner. Mulai rendang hingga sate padang, semuanya masuk daftar makanan terenak di Indonesia, bahkan dunia! Cita rasa kuliner Minang yang gurih nan pedas memang mampu menggoyang lidah.

Begitu pula dengan dendeng batokok, salah satu makanan khas Minang yang tak boleh dilewatkan. Dendeng batokok merupakan makanan berbahan dasar daging sapi yang diiris tipis dan lebar, dipukul-pukul, kemudian dibumbui cabai hijau.

Banyak orang yang salah mengira dendeng batokok dan dendeng balado. Meski sama-sama pedas, mereka menggunakan cabai yang berbeda, lho! Dendeng balado memakai sambal cabai merah, sedangkan dendeng batokok menggunakan sambal cabai hijau atau lado mudo.

Dendeng batokok mudah dijumpai di rumah masakan Padang. Makanan ini biasa disajikan sebagai lauk harian atau bekal untuk bepergian karena cenderung awet.

Kuliner Minang | Foto: Tripsumbar.com
info gambar

Asal Usul Dendeng Batokok

Daerah Bukittinggi, Sumatera Barat menjadi asal mula dendeng batokok. Nama dendeng batokok berasal dari kata bahasa Minang, tokok yang artinya dipukul atau memukul. Selaras dengan cara pengolahannya yang mengharuskan daging dipukul-pukul sebelum diberi bumbu.

Selain dendeng batokok, Sumatera Barat memiliki varian lain makanan dendeng, antara lain dendeng balado, dendeng kering, dendeng lambok, dan dendeng bakar. Setiap jenis diolah dengan cara yang berbeda.

Melansir kebudayaan.kemdikbud.go.id, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi juga punya kuliner dendeng batokok. Namanya memang sama, tetapi ada sedikit perbedaan dari jenis daging, tekstur, serta rasanya.

Dendeng batokok khas Kerinci berbahan dasar daging kerbau. Teksturnya agak lembut dan basah, berbeda dengan khas Minang yang cenderung kering dan gurih. Dendeng batokok khas Kerinci lebih sedap disajikan bersama nasi dari beras payo, padi lokal Kerinci.

Dendeng batokok dipercaya sudah ada ratusan tahun lalu. Mengutip viva.co.id, selain di Sumatera Barat dan Jambi, dendeng juga sudah eksis di Pulau Jawa sejak era Kerajaan Medang pada abad ke-8. Hal ini tertuang dalam Prasasti Taji tahun 901 M.

Dendeng masih dinikmati hingga kini. Varian dendeng bahkan semakin beragam mengikuti perkembangan zaman. Penyajian dendeng memang hanya menggunakan satu jenis daging, tetapi tidak terbatas hanya daging sapi saja. Dendeng dapat menggunakan jenis daging lain, seperti kerbau, kambing, ikan, hingga rusa.

Pengolahannya pun tidak hanya digoreng, tetapi juga dapat dibakar, dipanggang, atau direbus. Dendeng biasanya terdiri dari dua jenis, yaitu basah dan kering. Dendeng basah bisa bertahan sekitar 3 hari, sedangkan dendeng kering bertahan maksimal 2 bulan.

Pembuatan Dendeng Batokok

Ciri khas pembuatan dendeng batokok adalah daging yang sudah diiris dan diungkep harus dipukul-pukul. Orang Minang biasanya lebih suka memukul daging menggunakan batu ulekan. Hal ini bertujuan agar daging lebih lembut dan mudah menyerap bumbu.

Pertama, daging sapi yang sudah diiris tipis melebar dipresto bersama dengan bumbu ungkep sampai empuk. Bumbu ungkep dendeng batokok terdiri dari bawang putih, jahe, lengkuas, merica, ketumbar, dan garam yang dihaluskan.

Setelah itu, daging ditiriskan. Kemudian, daging dipukul-pukul menggunakan batu ulekan. Barulah daging digoreng hingga kering kecokelatan.

Sambal cabai hijau atau lado mudo tak boleh terlewat. Bahan dasarnya terdiri dari cabai hijau, bawang merah, dan bawang putih yang dihaluskan. Kemudian, tumis dan tambahkan air jeruk, daun jeruk, garam, serta gula.

Terakhir, taruh dendeng di piring dan siram dengan sambal hijau. Alternatif lain, Kawan bisa mencampurkan dendeng dan sambal cabai hijau bersamaan saat dimasak. Sajikan bersama nasi hangat. Dijamin bakal nambah!

Pilihan dendeng batokok ada dua, yakni dendeng basah atau dendeng kering. Pengolahannya pun agak berbeda. Semua sesuai selera Kawan GNFI, ya!

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

F
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini