Legenda Buaya Putih Sang Penunggu Setu Babakan Jakarta dan Cinta Tak Direstui

Legenda Buaya Putih Sang Penunggu Setu Babakan Jakarta dan Cinta Tak Direstui
info gambar utama

Jakarta memang identik sebagai kota yang erat dengan modernitas. Apalagi sebagai ibukota, daerah ini tentunya memiliki pembangunan yang lebih pesat dibandingkan dengan daerah lain. Namun, di balik modernitasnya ini, Jakarta juga tetaplah sebuah daerah yang menjadi rumah bagi masyarakat Betawi.

Suku yang menjadi penduduk asli Jakarta ini tentunya memiliki berbagai cerita tersendiri yang berkembang di masyarakat. Tepatnya di kawasan Setu Babakan, Srengseng Sawah, yang masih menjadi salah satu tempat bermukimnya masyarakat Betawi, ada sebuah cerita legenda yang berkembang di masyarakat sekitar.

Setu Babakan sendiri merupakan sebuah danau yang ada di pinggir Jakarta. Konon, danau yang satu ini memiliki penunggu yang menjelma dalam sosok buaya putih.

Menilik Produktivitas Lahan Sawah yang Masih Tersisa di Jakarta

Percintaan dua sejoli di perkampungan Setu Babakan

beritajakarta.id
info gambar

Diceritakan pada sebuah pemukiman yang ada di tepian danau atau setu ini, masyarakat Betawi hidup dengan rukun satu sama lain. Di tengah lingkungan masyarakat tersebut, ada dua orang remaja yang saling memadu kasih.

Sayangnya, kisah cinta mereka tidak direstui oleh ayah si perempuan lantaran si laki-laki ini tergolong sebagai orang yang tak berkecukupan. Sementara si perempuan berasal dari keluarga yang mapan.

Tak disangka pula, sang ayah juga ternyata telah mempersiapkan calon suami untuk anak gadisnya yang katanya lebih cocok dan bisa membuat anak perempuannya memiliki hidup yang bahagia. Namun, si gadis ini pun tidak mengetahui siapa lelaki yang hendak dijodohkan kepadanya tersebut.

Tentunya, keputusan ayah sang gadis sendiri sangat membuat sepasang kekasih ini sedih sekaligus kecewa,

Meskipun sudah tak terlihat tanda positif dari ayah si perempuan untuk menerimanya, namun laki-laki ini tetap berusaha agar dirinya tetap bisa bersama sebagai dua orang yang saling mencinta.

Pada suatu ketika pemuda laki-laki tersebut pun akhirnya bertemu dengan kekasihnya dan berkata bila ia akan berusaha untuk memantaskan diri di mata ayahnya agar cinta mereka bisa diterima. Intinya, ia harus berusaha meningkatkan derajatnya menjadi orang kaya.

Caranya adalah dengan merantau di tempat lain dengan harapan nasib baik akan datang kepadanya dan keadaan ekonominya pun bisa lebih mapan. Sang gadis pun mau tidak mau menerima keputusan kekasihnya yang sudah bulat tersebut. Sambil berlinang air mata ia pun merelakan kepergian kekasihnya tersebut ke tempat lain.

Setelahnya si laki-laki pun pamit dan berjanji akan kembali lagi bila sudah memiliki kondisi ekonomi yang lebih baik agar mereka bisa segera menikah.

Ondel-ondel, Bukan Sekadar Boneka Raksasa dari Betawi

Penantian yang tak kunjung usai

Setelah melepas kepergian kekasihnya, si perempuan pun melanjutkan kehidupannya seperti biasa. Setiap hari, ia selalu menunggu kedatangan kekasihnya kembali untuk mempersuntingnya.

Dalam penantiannya, ia juga menyimpan rasa khawatir bila perjodohannya dengan pria tak dikenal tersebut akan terjadi di masa depan. Karena itulah, ia berharap agar perjodohan tersebut gagal.

Waktu demi waktu pun berlalu dan tahun pun berganti, sang kekasih pujannya ini ternyata tak kunjung kembali. Dengan harap-harap cemas, perasaan sang gadis pun semakin tak menentu setiap harinya.

Hari perjodohan yang telah diagendakan ayahnya ini pun semakin dekat. Sebenarnya, ia telah berupaya untuk menunda pernikahan ini hingga kekasihnya yang merantau tiba. Namun apa daya hari yang dinantinya tersebut tak kunjung tiba.

Hari pernikahannya sudah di depan mata, sang gadis pun tak kuat menerima realita yang menimpa dirinya hingga harus menuruti kemauan ayahnya.

Dengan perasaan kacau balau, ia pun akhirnya memutuskan diri untuk menceburkan diri ke Setu Babakan.

Menurut kisah yang berkembang di masyarakat Setu Babakan, danau ini dihuni oleh siluman buaya putih. Melihat si gadis yang menceburkan diri, siluman ini pun merasa iba dan akhirnya merubah gadis tersebut menjadi buaya putih agar tidak mati.

Sejak saat itu, buaya putih menjadi penjaga dari Setu Babakan. Bila ada orang yang berbuat jelek di sekitar danau seperti melakukan tindakan tak senonoh, konon akan menjadi mangsa dari buaya ini.

Kisah ini juga seakan hadir sebagai salah satu legenda yang menjadi pelengkap dari kehidupan budaya masyarakat kawasan Setu Babakan yang menjadi kawasan cagar budaya Betawi hingga sekarang.

Yuk Kenali 5 Tradisi Betawi yang Tetap Eksis Hingga Saat Ini

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Muhammad Fazer Mileneo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Muhammad Fazer Mileneo.

MM
SA
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini