Tinutuan, Bubur Khas Manado yang Penuh Sayuran dan Cerita di Balik Awal Terciptanya

Tinutuan, Bubur Khas Manado yang Penuh Sayuran dan Cerita di Balik Awal Terciptanya
info gambar utama

Menyantap bubur seakan sudah menjadi kebiasaan masyarakat Indonesia di berbagai daerah, khususnya ketika pagi hari sebagai menu sarapan. Bubur sendiri memiliki berbagai jenis yang berbeda-beda di setiap daerahnya dengan cara penyajiannya masing-masing.

Di Jakarta dan Jawa Barat, terdapat bubur ayam yang tentunya sudah tidak asing lagi di telinga kita. Selain itu, ada pula bubur yang berkarakter manis seperti bubur sumsum dari Jawa Tengah dan Jawa Timur maupun bubur kampiun khas Sumatra Barat.

Soal bubur yang berkarakter asin, ada satu lagi bubur khas nusantara yang juga tidak kalah lezatnya, yaitu tinutuan. Bubur ini asalnya dari Manado, Sulawesi Utara. Kalau Anda pecinta bubur, maka cobalah untuk mencicipi kuliner yang satu ini.

Mengenal Kolombeng Khas Jogja-Manado, Kue Favorit pada Zaman Kolonial

Mengenal Tinutuan

Kalau di Manado, makanan yang satu ini ibaratnya sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Tinutuan juga kerap menjadi kuliner rekomendasi andalan ketika seseorang berkunjung ke ibukota Sulawesi Utara ini.

Tidak cuma terbuat dari beras, ada berbagai campuran karbohidrat lain yang menjadikan makanan ini berbeda dengan bubur yang lainnya, apalagi ditambah dengan sayur-sayuran.

Dengan isinya yang kaya akan sayuran dan protein, tentunya makanan ini memiliki kandungan gizi yang tinggi dan cocok bagi yang hendak menjalani program diet dengan tetap menikmati rasa makanan yang lezat.

Beberapa bahan lain atau sayuran yang kerap menjadi campuran adalah jagung, ubi jalar, labu kuning, bayam, kemangi, kangkung, serta daun gedi yang biasa ditemui di daerah Manado. Semua bahan yang digunakan ini adalah bahan yang bisa didapatkan dengan mudah di lingkungan sekitar.

Sebagai pelengkap, tinutuan juga kerap diberikan topping seperti ikan cakalang fufu, ikan asin, tuna asap, maupun tahu goreng yang lengkap dengan sambal khas Manado, entah itu sambal sambal dabu-dabu roa atau rica roa.

Adapun tambahan gorengan lainnya yang kerap disajikan sebagai hidangan pelengkap adalah perkedel jagung atau perkedel nike, sebuah gorengan yang terbuat dari campuran ikan nike dan tepung.

Selain itu, ada pula yang mencampurkan tinutuan dengan brenebon atau sup kacang merah. Di daerah Minahasa Selatan, tinutuan kerap dihidangkan bersama dengan mi dengan sebutan midal.

Kuliner Khas Minahasa, Ada yang Unik hingga Ekstrem

Berbagai cerita di balik tinutuan

Di balik kenikmatan rasanya, ada berbagai cerita yang berkaitan dengan kelahiran dari bubur berwarna kuning ini dan kaya sayuran ini.

Menurut antropolog Jerman bernama Gabriele Weichert sebagaimana dilansir dari Indonesia Kaya, bahan-bahan yang kaya akan dengan sayuran ini erat kaitannya mengenai filosofi hidup orang Minahasa dengan lingkungan.

Mereka menganggap bahwa alam adalah hal yang sudah menjadi bagian dari kehidupan dan tak bisa dilepaskan layaknya nenek moyang. Sehingga, dipilihlah bahan-bahan yang berasal dari alam seperti beras, jagung, umbi-umbian, dan berbagai sayur mayur.

Dari perpaduan berbagai bahan makanan tersebutlah, tinutuan akhirnya lahir di tengah masyarakat Manado. Tinutuan juga tak memiliki isian berupa daging hewan buruan yang kerap jadi santapan orang Minahasa,

Makanan ini dianggap sebagai orang Manado sebagai sebuah kuliner persatuan atau persahabatan. Bahkan, ada anggapan kalau orang Manado yang tidak suka makan tinutuan, maka ia bukanlah orang Manado.

Selain itu, ada pula catatan dari R.Z. Leirissa, seorang sejarawan asal Minahasa pada era awal kemerdekaan, konon tinutuan berasal dari ide para zending atau penyebar agama Kristen untuk mengakrabkan diri dengan masyarakat.

Melalui metode kuliner, mereka pun menciptakan sebuah makanan yang sesuai dengan lidah orang Manado yang menyukai makanan pedas, sehingga terciptalah tinutuan.

Cerita lain menyebutkan bila tinutuan lahir ketika era penjajahan, Yang mana, masyarakat saat itu tidak mampu untuk mendapatkan daging. Hingga akhirnya, mereka pun menciptakan sebuah makanan yang semua bahannya berasal dari tumbuh-tumbuhan.

Di luar cerita tersebut, sebenarnya masih ada lagi kisah lain mengenai kelahiran kuliner otentik Minahasa ini. Sementara itu, populernya tinutuan sebagai menu yang dijual di warung-warung makan diperkirakan bermula sejak tahun 1981. Sumber lain menyebutkan bila tinutuan sudah populer sejak tahun 1970-an.

Hingga sekarang, tinutuan terus hadir di tengah-tengah meja makan masyarakat Manado sebagai santapan kebanggan. Bahkan, “Tinutuan” juga menjadi motto dari Kota Manado. Selain itu, di Jalan Wakeke juga sudah ditetapkan sebagai sentra dari bubur manado ini.

Romantika Cengkeh: Berikan Semerbak Aroma Kesejahteraan di Minahasa

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Muhammad Fazer Mileneo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Muhammad Fazer Mileneo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini