Esensi Rumah Gadang sebagai Simbol dalam Tradisi Merantau Minangkabau

Esensi Rumah Gadang sebagai Simbol dalam Tradisi Merantau Minangkabau
info gambar utama

Masyarakat Minangkabau memiliki tradisi merantau yang merupakan kewajiban bagi bujang (pemuda). Seorang laki-laki dewasa dianggap belum berguna bila belum merantau dan belajar hidup di tanah orang.

Dimuat dari Kompas, tradisi merantau orang Minang ternyata juga bisa digali dari filosofi rumah gadang. Masyarakat sering menyebut rumah tradisional dengan nama rumah bagonjong atau rumah baanjung.

Sementara itu bila dikaitkan dengan tradisi merantau hal sesuai paham matrilineal (menganut garis keturunan perempuan) yang dipercaya masyarakat Minangkabau. Di mana rumah gadang adalah rumah adat bagi perempuan.

Kurambiak, Senjata Minangkabau Paling Mematikan Berbentuk Cakar Harimau

“Setelah akil baligh, Seorang laki-laki tidak lagi mendapatkan tempat di rumah tersebut. Mereka tidur di surau atau masjid dan hanya pulang saat akan makan atau ganti baju,” kata Alfa Sutan Rajo Bujang, keturunan pemilik rumah gadang kuno di Dusun Nagari, Desa Sumpu, Kecamatan Batipuh Selatan, Tanah Datar.

Disebutkan oleh Alfa, anak laki-laki tidur di surau atau masjid untuk belajar mengaji sekaligus belajar hidup mandiri. Hingga usianya dewasa dan siap untuk merantau, mereka tetap tinggal di luar rumah.

Penghuni rumah gadang

Rumah gadang berfungsi sebagai tempat tinggal bersama. Setiap perempuan yang bersuami mendapat satu kamar. Jumlah kamar disesuaikan dengan jumlah anak perempuan yang terdapat dalam satu keluarga.

“Anak perempuan yang belum kawin tinggal di satu kamar, sedangkan anak-anak dan perempuan tua ada di dekat dapur,” tulis Lusiana Indriasari dalam Rumah Gadang Simbol Budaya Merantau.

Bagian dalam terdiri atas rumah besar dengan enam tiang berderet dari kiri ke kanan. Punya dua anjuang atau anjungan. Masing-masing anjungan merupakan kamar dengan posisi lantai lebih tinggi dari lantai rumah lainnya.

Minang, Masyarakat dengan Penganut Matrilineal Terbesar di Dunia

Sedangkan kamar tinggi dipakai anak perempuan yang baru menikah dengan suaminya. Kamar berukuran sekitar 1,5 meter x 2 meter berisi dipan kayu dengan jendela besar. Jika ada anak perempuan lain menikah, mereka yang menghuni anjuang harus pindah.

Rumah itu ditopang tiang fondasi yang diletakkan di atas batu ceruk dan disemen agar menyatu. Konstruksi tahan gempa memungkinkan tiang rumah bisa bergeser dan bergoyang-goyang dan patah.

Struktur rumah gadang juga dibuat tanpa sambungan siku. Sudut-sudut konstruksi tak ada yang membentuk sudut 90 derajat. Sebab, menyesuaikan lekuk batang kayu yang digunakan.

Dalam buku Ragam Rumah Adat Minangkabau yang disusun Hasmurdi Hasan disebut bentuk rumah Minangkabau menyerupai tanduk kerbau. Hal ini dilatarbelakangi peristiwa adu kerbau yang dibawa utusan Kerajaan Majapahit dengan kerbau asal Minang.

Utusan Majapahit membawa kerbau besar, sedangkan dari Minang hanya memakai anak kerbau yang sengaja tak diberi makan agar kelaparan. Anak kerbau itu kemudian diberi tanduk buatan dari besi tajam yang terdiri atas enam pucuk besi tajam.

“Atap rumah berbentuk tanduk kerbau (bagonjong) menunjukan status sosial penghuni,” tulis Hasmurdi.

Bangunan yang tersisa

Disebutkan Alfa, rumah paling tua dibangun pada tahun 1700-an. Rumahnya yang cukup mewah dibangun awal tahun 1900-an. Tetapi mereka tak mampu merenovasi karena biayanya yang mahal mencapai Rp1 miliar.

Dikatakannya di Nagari Sumpu sekitar tahun 1980-an masih ada 200-an, rumah gadang yang jumlahnya mulai surut hingga tinggal 25 rumah. Beberapa rumah yang tersisa pun tampak tak terawat, selain berdinding anyaman bambu juga beratap seng.

Syamsul Asri dalam Proses Membangun Rumah Gadang mengatakan, pembangunan rumah gadang melalui serangkaian proses. Mulai dari musyawarah, penunjukan tukang tuo (arsitek tradisional), hingga berbagai ritual terkait pemasangan bagian rumah.

Megahnya Istano Basa Pagaruyung, Pusat Kejayaan Minangkabau di Masa Lalu

Ketika membagun, tukang tuo membuat ukuran tanpa bantuan meteran. Dia mengukur dengan anatomi tubuh seperti ruas jari, jangka kelima jari tangan yang dilebarkan atau dikatupkan dan jarak dua lengan yang dipentangkan.

Pembangunan rumah diawali pemasangan tiang utama rumah yang menggunakan kayu andaleh (Morus macraura). Diameter kayu mencapai 2-6 meter. Kayu ini langka dan hanya ada Desa Andaleh.

“Untuk bangun satu rumah gadang butuh pekerja ratusan orang,” ucap Alfa.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini