Orang Jar yang tinggal di Kepulauan Aru memiliki perbedaan fisik dengan masyarakat pribumi. Pada umumnya mereka memiliki ciri fisik layaknya warga Papua, kulitnya lebih terang dan matanya sipit, mereka memang memiliki darah China.
Dimuat dari Kompas, selama beberapa generasi pernikahan campur antar warga keturunan China dan Aru sudah berlangsung. Sehingga membuat perbedaan fisik mereka bisa terlihat bila diamati secara teliti.
Ridolf Selly misalnya memiliki darah keturunan China. Raut wajah keturunan ini lebih terlihat pada ibunya, Martenci Chong yang lahir dari bapak asli China bernama Teng Lee dan ibu yang asli warga Aru.
Cerita Kemilau Mutiara yang Pernah Berkelip Terang di Kepulauan Aru
Meski memiliki marga China, dirinya lebih suka memakai marga Aru, yaitu Jerwi. Suaminya juga memiliki darah keturunan China. Namanya Alexander The alis Alexander Selly yang merupakan nama marga di Aru.
“Kami resmi menjadi warga negara Indonesia sejak 1975,” katanya.
Mereka menggunakan marga Aru, karena ketika itu marga China dilarang. Walau zaman sudah berubah, mereka tetap memilih menggunakan marga Aru. Bahkan kini banyak warga berdarah China yang sudah tak paham lagi asal usulnya.
Membaur
Pascal S Bin Saju dan M Zaid Wahyudi dalam Orang China di Kepulauan Aru: Si Kuning di Antara Orang Jar menjelaskan para orang tua hanya sesekali mengisahkan asal usul atau leluhur mereka.
Kondisi inilah yang terjadi pada Ridolf, bungsu dari 10 bersaudara ini memilih berladang atau mencari hasil laut, daripada berdagang layaknya warga keturunan Tionghoa di wilayah Nusantara.
“Tidak ada satu pun warga keturunan yang berdagang di sini,” tambahnya.
Kenikmatan Hasil Bumi Flores dalam Secangkir Minuman Hangat
Tidak hanya dirinya, pekerjaan tersebut juga banyak dilakukan warga keturunan lainnya. Menurut Ridolf Hanya warga China di Dobo saja yang berdagang dengan membuka toko atau kios.
Sementara itu bahasa mereka juga sama seperti warga Aru lainnya. Mereka jarang menggunakan bahasa Mandarin. Rumah mereka pun tidak terdapat pernak-pernik China dan lebih seperti warga lainnya.
Pertahankan tradisi Tionghoa
Tetapi sejumlah tradisi leluhur masih tetap dilakukan, meski mayoritas dari mereka telah memeluk agama Kristen, tradisi ini seperti membakar hio untuk menghormati leluhur atau membangun makam dengan ukuran besar, kumpul-kumpul juga sering dilakukan.
“Kumpul-kumpul biasanya di Dobo,” kata Martenci.
Sementara itu jejak China juga masih terdapat di Dobo, Kepulauan Aru. Di kota ini bisa ditemukan kawasan pecinan yang disebut masyarakat setempat sebagai Kampung China dan menjadi pusat ekonomi di Aru.
Mengingat Kehangatan Keluarga Bersama Jagung Titi Kuliner Khas Flores
Walau namanya adalah Kampung China, bangunannya sama seperti yang lainnya di Dobo, sederhana khas pelosok Indonesia timur, yaitu berdinding batu dan beratap seng. Hanya sebuah klenteng sederhana yang terkunci rapat.
Disebutkan hingga kini, jumlah warga keturunan China di Kepulauan Aru diperkirakan 20 persen dari sekitar 85.000 jiwa penduduk Aru. Sebagian besar dari mereka terkonsentrasi di sekitar Dobo.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News