Upaya Cina Ambil Hati Afrika

Ahmad Cholis Hamzah

Seorang mantan staf ahli bidang ekonomi kedutaan yang kini mengajar sebagai dosen dan aktif menjadi kolumnis di beberapa media nasional.

Upaya Cina Ambil Hati Afrika
info gambar utama

*Penulis senior GNFI


Tahun lalu Menteri luar negeri Afrika Selatan ketika bersama Menteri luar negeri Amerika Serikat dalam sebuah konferensi pers mengatakan dengan tegas bahwa negara-negara Afrika tidak mau di bully negara-negara besar untuk harus melakukan sesuatu sesuai keinginan negara besar.

Sementara itu presiden Rwanda dalam sebuah konferensi pers menjawab dengan nada keras kepada wartawati BBC tentang nilai-nilai demokrasi dengan mengatakan bahwa barat jangan mengajari Rwanda suatu nilai sesuai dengan keinginan barat.

Di Mali ada demonstrasi yang menentang kehadiran pasukan Perancis di negaranya, bahkan di negara Burkina Faso pemerintahnya mengusir Duta Besar Perancis karena dianggap terlalu mencampuri urusan dalam negeri Burkina Faso.

Kejadian-kejadian di atas menunjukkan bagaimana negara-negara di benua Afrika tidak mau didikte untuk memihak kepada barat, karena mereka mempunyai hak untuk menentukan arah negara dan bangsanya sendiri.

Pada kejadian demonstrasi di beberapa negara Afrika itu nampak beberapa demonstran membawa bendera Rusia disamping bendera negaranya sendiri. Hal ini menunjukkan ada perubahan sikap Afrika untuk memilih sendiri mana negara yang bersahabat mana yang tidak.

Memang saat ini dunia menyaksikan adanya New Cold War Era atau Jaman Perang Dingin Baru, dimana negara-negara besar berebut hegemoninya di seluruh kawasan di dunia ini. Apalagi sejak dimulainya perang antara Rusia dan Ukraina dunia terbelah seperti jaman Perang Dingin dulu usai Perang Dunia II.

Amerika Serikat dan sekutunya negara-negara Eropa berlomba untuk meyakinkan negara-negara didunia termasuk di benua Afrika untuk lebih memilih Amerika Serikat dan sekutunya sebagai teman sejati, ini dilakukan untuk membuat negara-negara Afrika “memusuhi” Rusia dan Cina.

Pada perkembangan teknologi informasi yang cepat dan canggih seperti ini, muncul kesadaran lewat media sosial rakyat benua Afrika untuk tidak mau lagi dikontrol oleh negara-negara penjajah mereka. Seperti diketahui bangsa Inggris, Belanda, Italia, Belgia, Perancis dan Jerman menjajah beberapa negara di benua Afrika untuk menjadi koloninya.

Dan bangsa-bangsa barat itu secara paksa dengan brutal dan sadis merebut tanah negara di benua Afrika ini karena kekayaan alamnya yang besar seperti emas, permata, batubara. nikel, minyak dan gas alam dsb. Dan bangsa Afrika saat ini masih memiliki trauma akan kekejaman bangsa barat kepada penduduk pribumi Afrika.

Kesadaran akan tidak mau lagi dikontrol Amerika Serikat dan sekutunya itu menyebabkan beberapa negara Afrika beralih pandangannya ke Rusia dan Cina. Sebelumnya Menteri Luar Negeri Rusia Lavrov dan Menlu Amerika Serikat Blinken pernah melakukan kunjungan ke beberapa negara di Afrika. Kunjungan itu seperti perlombaan “merebut hati” Afrika.

Khusus Cina, semua negara mengetahui bahwa negeri komunis ini saat ini menjadi mitra utama negara-negara Afrika terutama dalam membangun infrastruktur negara seperti pelabuhan laut, bandara, jalan toll, jalan kereta api serta membangun bisnis pertambangan dan perdagangan internasional.

Fokus utama Cina untuk meyakinkan negara-negara Afrika menjadi sahabat Cina ditunjukkna dengan kunjungan Menteri luar negeri baru China Qin Gang memulai masa jabatannya dengan perjalanan selama seminggu ke lima negara Afrika, kementerian luar negerinya mengumumkan.

Qin, yang sebelumnya menjadi duta besar untuk Amerika Serikat, sesuai jadwal mengunjungi Ethiopia, Gabon, Angola, Benin dan Mesir dari 9 hingga 16 Januari, Qin juga akan bertemu dengan sekretaris jenderal Liga Arab. Qin, yang usianya 56 tahun, diangkat menjadi menteri luar negeri pada 30 Desember 2022. Cina telah memperkuat pijakannya di benua itu.

Langkah-langkah itu menunjukkan meningkatnya kebutuhan untuk merayu Afrika pada saat meningkatnya ketegangan global dan potensi "Perang Dingin baru", kata Stephen Chan, seorang profesor politik dunia di School of Oriental and African Studies (SOAS) Universitas London.

LRT di Addis Abeba, Ethiopia. Bantuan Cina | Flickr commons creative
info gambar

Kenapa Cina menaruh perhatian besar kepada benua Afrika? Beberapa alasan dan data bisa menjawab pertanyaan itu. Afrika telah menjadi wilayah urbanisasi tercepat di dunia, dengan migran pedesaan pindah ke kota-kota yang bahkan telah melampaui Cina dan India, karena benua itu menjadi salah satu perbatasan terakhir dari revolusi industri keempat.

Transisi yang cepat ini menghadirkan tantangan besar tetapi juga menawarkan imbalan besar bagi negara-negara yang bersedia mengambil risiko miliaran dalam revolusi pembangunan infrastruktur tidak seperti apa pun yang pernah dilihat dunia sebelumnya--dan tidak ada negara yang menjawab panggilan Afrika seperti China.

Pada tahun 2050, populasi 1,1 miliar orang Afrika dijadwalkan berlipat ganda, dengan 80% dari pertumbuhan ini terjadi di kota-kota, membawa jumlah penduduk perkotaan di benua itu hingga lebih dari 1,3 miliar.

Menurut McKinsey, pada tahun 2025 lebih dari 100 kota di Afrika akan berisi lebih dari satu juta orang. Dengan laju urbanisasi yang sangat cepat ini muncul banyak peluang ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya.

IMF baru-baru ini menyatakan Afrika sebagai wilayah dengan pertumbuhan tercepat kedua di dunia, dan banyak yang memperkirakan bahwa afrika sedang dalam perjalanan untuk menjadi benua dengan perekonomian kuat karena konsumsi rumah tangga diperkirakan akan meningkat.

Cina juga telah menjadi pemain sentral dalam dorongan urbanisasi Afrika, karena sebagian besar inisiatif infrastruktur benua itu didorong oleh perusahaan Tiongkok dan/atau didukung oleh pendanaan Tiongkok.

"Saat ini Anda dapat mengatakan bahwa setiap proyek besar di kota-kota Afrika yang lebih tinggi dari tiga lantai atau jalan yang lebih panjang dari tiga kilometer kemungkinan besar sedang dibangun dan direkayasa oleh orang Cina. Itu ada di mana-mana," kata Daan Roggeveen, pendiri MORE Architecture dan penulis banyak karya tentang urbanisasi di Cina dan Afrika.

Bahkan sebelum Belt and Road diumumkan secara resmi pada tahun 2013, China membuat langkah besar ke bidang pembangunan perkotaan Afrika. Cina membutuhkan apa yang dimiliki Afrika untuk stabilitas ekonomi dan politik jangka panjang.

Lebih dari sepertiga minyak Cina berasal dari Afrika, seperti halnya 20% kapas negara itu. Afrika memiliki sekitar setengah dari stok mangan dunia, bahan penting untuk produksi baja, dan Republik Demokratik Kongo sendiri memiliki setengah dari kobalt planet ini.

Afrika juga memiliki sejumlah besar coltan, yang dibutuhkan untuk elektronik, serta setengah dari pasokan karbonatit yang diketahui di dunia. Cina sekarang adalah mitra dagang terbesar Afrika, dengan perdagangan Tiongkok-Afrika mencapai $200 miliar per tahun.

Menurut McKinsey, lebih dari 10.000 perusahaan milik Cina saat ini beroperasi di seluruh benua Afrika, dan nilai bisnis Cina di sana sejak 2005 berjumlah lebih dari $2 triliun, dengan investasi $300 miliar.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Ahmad Cholis Hamzah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Ahmad Cholis Hamzah.

Tertarik menjadi Kolumnis GNFI?
Gabung Sekarang

AH
SA
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini