Rampaknya Lembah Waeapo yang Jadi Saksi Kerja Keras Eks Tapol Pulau Buru

Rampaknya Lembah Waeapo yang Jadi Saksi Kerja Keras Eks Tapol Pulau Buru
info gambar utama

Pulau Buru, Maluku menyisakan kisah para eks tahanan politik yang pernah dibuang pada tahun 1969 akibat tuduhan terlibat dalam Partai Komunis Indonesia (PKI). Kisah mereka masih tersimpan erat dalam bentang sawah di Lembah Waeapo.

Suradi dengan bertelanjang dada terus membolak balik gabah yang dijemur di depan rumahnya dengan garu. Kebetulan, sawahnya baru saja panen yang cukup lumayan. Sawah dengan luas 1 hektare ini bisa menghasilkan 3 ton gabah.

“Meskipun hasilnya tak sebanyak di Jawa, ini sudah cukup bagus,” ujarnya yang dimuat Kompas.

Pria asal Yogyakarta ini merupakan generasi pertama tahanan politik (tapol) kelas B atau tidak pernah diadili dan dibuang semena-mena ke Pulau Buru. Dirinya yang saat itu masih berumur 19 tahun bersama 300 tapol lainnya sampai di Pulau Buru pada tahun 1969.

Layaknya Benda Ajaib yang Dibawa Kemana pun, Botol Minyak Kayu Putih Mencerminkan Siapa Kita

IG Krisnadi dalam bukunya Tahanan Politik Pulau Buru menjelaskan bahwa penangkapan besar-besaran itu membuat tahanan di Indonesia sesak. Karena itu rezim Orde Baru mencoba mengatasi dengan merancang program pemukiman di luar Jawa.

Dilanjutkan olehnya, Pulau Buru, menjadi salah satu tempat yang dituju dengan nama instalasi rehabilitasi. Konon, pulau tersebut pernah diteliti sebagai lokasi yang tepat untuk program transmigrasi.

“Pemerintah saat itu berniat menghemat biaya dengan mengembangkan lokasi lewat tenaga para tapol,” tulis Gregorius Magnus Finesso dan kawan-kawan dalam Tanah Air: Berawal dari Lembah Waeapo.

Bukit cadas yang disulap

Suradi menjelaskan ketika dirinya datang Pulau Buru masih benar-benar perawan. Hutan-hutan di sekelilingnya sangat lebat. Sementara itu batang pohonnya masih berukuran sangat besar.

Menurutnya di bawah moncong bedil senjata, para pemuda ini menjalani hukuman seperti romusha pada zaman Jepang. Selain barak untuk tempat tinggal, mereka juga membangun barak rumah para tentara.

Setelah gelombang tapol lain mulai datang hingga tahun 1972. Suradi menyebut total jumlah tapol yang datang mencapai 10.000.000. Awalnya mereka membangun sembilan permukiman, kemudian menjadi 22 unit yang tersebar di lembag itu.

Kisah Tumiso, Orang yang Menyelamatkan Naskah-naskah Pramoedya Ananta Toer

“Bulan-bulan pertama, kami tidur di udara terbuka. Gigitan nyamuk jadi hal biasa. Yang tak kuat, pasti sakit,” jelas Suradi.

Selain itu mereka juga membangun infrastruktur jalan yang menghubungkan satu unit ke unit lain. Para tapol juga merombak hutan sagu dan padang sabana jadi pertanian, membangun saluran air bersih dan saluran irigasi.

“Untuk mengerjakannya, mereka dibagi menjadi beberapa kelompok. Misalnya ada yang mengolah garam, membuat gula merah, hingga menjadi pandai besi,” papar Suradi.

Membuat sawah

Pramoedya Ananta Toer yang pernah juga tinggal di Pulau Buru menuliskan kesaksiannya dalam novelnya, Nyanyi Sunyi Seorang Bisu. Dirinya berkisah bahwa para tapol tidak hanya berjasa membuka lahan di dataran rendah, tetapi juga membuat sawah tadah hujan.

Ketika itu mereka membongkar hutan yang pastinya membuatnya mencolok di kalangan penduduk asli Pulau Buru. Saat itu penduduk lokal hidup dengan berburu, berhuma dan mencari sagu.

Pertemuan dengan para tapol Buru, ternyata membawa peradaban masyarakat lokal jauh lebih maju. Hal ini disampaikan oleh Abdullah Mukadar, tokoh masyarakat Pulau Buru saat menceritakan awal pemukiman masyarakat lokal yang memakai pelepah sagu.

Pulau Buru: Dulu Hutan Belantara, Kini Menjadi Surga

“Setelah melihat para tapol buat rumah, mereka mulai membangun rumah dengan papan,” ujarnya.

Abdullah melanjutkan perubahan ini juga terjadi kepada sektor ekonomi, di mana masyarakat lokal yang tadinya adalah nelayan kemudian beralih jadi petani. Kedatangan para tapol dan transmigran mengangkat perekonomian baru.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini