Bijak Melawan "Jajahan" Teknologi Digital

Bijak Melawan "Jajahan" Teknologi Digital
info gambar utama

Siapa yang menyangka bahwa di zaman seperti sekarang, kita masih terjajah? Bedanya, dulu kita dijajah secara fisik oleh kolonial Belanda dan Jepang. Saat ini, kita dijajah oleh benda yang sehari-hari ada di hadapan kita.

Apa itu? Yap, teknologi digital berwujud gadget. Dengan segala kekuatannya, tanpa disadari kita sedang dijajah. Buktinya kita seringkali tidak berkuasa ketika dihadapkan pada perang melawan gadget ini.

Saat asyiknya bermain game, tiba-tiba orangtua menyuruh kita membelikan atau melakukan sesuatu, tetapi kita tidak mau atau memintanya untuk menunggu sementara waktu. Pun untuk urusan belajar dan beribadah, kita seringkali harus diingatkan lantaran terlalu sibuk dengan gadget yang kita pegang.

Belum lagi jajahan kesehatan mental yang kerap melanda akibat terlalu sering scroll sosial media. Kita juga acapkali menderita atas postingan orang lain yang terlihat sedang bahagia. Di sisi yang lain, manusia juga dihadapkan dengan penyalahgunaan teknologi, misalnya penipuan dan/atau tindakan kejahatan.

seorang pria yang sedang bermain game online
info gambar

Lantas, apa yang harus kita lakukan dalam menghadapi hal tersebut? Setidaknya ada empat hal yang perlu Kawan GNFI upayakan.

Baca juga: Mengapa Harus Mematikan HP di Pesawat? Simak Faktanya!

Pertama, disiplin dalam menggunakan teknologi, terutama gadget dan/atau smartphone. Disiplin dalam ini mengacu kepada frekuensi dan durasi menggunakan perangkat teknologi. Kurangi penggunaan gadget untuk hal yang bersifat sia-sia dalam waktu yang lama.

Kedua, memanfaatkan teknologi yang dipunyai sebagai sarana berbagi informasi dan inspirasi. Saat ini, gadget bukan lagi barang mewah. Ia sudah menjadi kebutuhan yang dimiliki oleh setiap orang. Oleh karena itulah, manfaatkan perangkat teknologi yang ada di tangan kita sebagai sarana untuk menebarkan kebaikan, alih-alih inspirasi yang dapat menggugah orang untuk berbuat baik.

Saat ini, berbuat baik sendirian saja tidak cukup. Namun, juga harus disebarluaskan, mengajak sebanyak-banyaknya orang. Bukankah kita juga akan mendapatkan pahala yang sama dari orang yang kita ajak berbuat baik?

Ketiga, berani mengkritisi dan mencegah keburukan. Berbuat baik saja tidak cukup. Kawan juga harus berani saat melihat pelanggaran dan/atau keburukan yang membahayakan dan merugikan.

Masih ingat video viral seorang ibu bermobil mewah yang mengambil coklat di minimarket tanpa membayar? Sontak video itu jadi perhatian publik dan menyebar dengan cepat. Banyak yang menyayangkan atas perilaku ibu tersebut.

Baca juga: Biar Viral! 5 Cara Meningkatkan Trafik Organik Akun Instagram

Banyak pula yang bersimpati kepada seorang perempuan penjaga minimarket yang memviralkan video tersebut. Inilah bukti betapa kekuatan teknologi memiliki dampak yang signifikan. Lebih jauh, teknologi itu bisa membuat perubahan.

Contoh lain adalah kisah seorang pria yang diduga melakukan penganiayaan di SPBU. Video itu menjadi populer dan kini pelaku mendapatkan hukuman. Menariknya dari kisah ini, ternyata pelaku baru diproses setelah video itu disebarluaskan. Padahal, menurut pengakuan pelapor, dalam hal ini adalah korban, pelaporan sudah dilakukan sepuluh hari sebelum video itu muncul di media sosial.

Keempat, tidak menyebarkan hoaks. Hoaks sebagaimana dikutip Wikipediamerupakan informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya. Berit burung biasanya sering dibagikan melalui berbagai grup chat semisal WhatsApp dan telegram.

Tak hanya soal isu-isu politik, hoaks juga banyak berisi informasi lain seperti kesehatan, pendidikan, dan pengetahuan umum.

Ini patut menjadi perhatian penting bagi setiap orang yang notabene sering membagikan atau menyebarluaskan informasi. Jika tidak berhati-hati, maka kita bisa termasuk dalam penyebar hoaks tersebut.

Sekiranya kita tidak memiliki keahlian di bidang tertentu dan tidak dimintai pendapat akan sesuatu, sebaiknya tidak memberikan informasi apapun yang belum jelas kebenarannya. Dengan demikian, Kawan bisa kita terlepas dari menyebarkan kabar burung yang dapat merugikan orang lain.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan. Artikel ini dilengkapi fitur Wikipedia Preview, kerjasama Wikimedia Foundation dan Good News From Indonesia.

AH
GI
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini