Menemukan Jejak Peninggalan Portugis di Kampung Tugu

Menemukan Jejak Peninggalan Portugis di Kampung Tugu
info gambar utama

Kawan pernah berkunjung ke Kampung Tugu? Terletak di bagian utara Jakarta, Kampung Tugu menyimpan sejarah dan bekas peninggalan bangsa Portugis. Kawan bahkan masih bisa menemukan tradisi, musik, bahasa, bangunan, hingga nama marga Portugis di kampung ini.

Lokasi Kampung Tugu berada di kawasan Cilincing, Jakarta Utara. Hanya berjarak sekitar empat kilometer dari Pelabuhan Tanjung Priok.

Kampung Tugu telah ada sejak abad ke-17. Melansir dari kompas.com, Budayawan Guido Quiko menyebutkan kehadiran masyarakat Kampung Tugu berkaitan dengan sejarah kota perdagangan di Malaka.

Malaka dikuasai pasukan Portugis sekitar tahun 1511—1641. Kemudian, pada 1648, Belanda menguasai Malaka dan pasukan Portugis dijadikan tawanan perang. Mereka dibawa ke Batavia untuk dijadikan pekerja VOC.

Pada 1661, orang-orang Portugis itu diminta masuk Kristen Protestan dan dibebaskan dari segala pajak. Mereka akhirnya dibuang ke Batavia Tenggara. Dahulu, orang Betawi kesusahan menyebut nama Portugis, sehingga disebut Tugu. Jadilah daerah pembuangan orang-orang Portugis itu dinamakan Kampung Tugu.

Baca juga: 7 Peninggalan Kerajaan Majapahit, dari Candi hingga Kitab-Kitab Kuno

Mereka membaur dengan warga lokal dan beranak cucu di tempat itu. Sudah lebih dari 350 tahun mereka membangun peradaban di Jakarta. Keturunan Portugis di Kampung Tugu juga masih menjaga kebudayaan dari nenek moyang.

Tak heran bila kita akan menemukan peninggalan kebudayaan Portugis di Kampung Tugu.

Kampung Tugu | Foto: nationalgeographic.grid.id
info gambar

Gereja Tugu

Kampung Tugu memiliki gereja tua peninggalan Portugis bernama Gereja Tugu. Gereja ini termasuk yang tertua di Jakarta. Namun, gereja yang saat ini berdiri bukan bangunan asli.

Gereja Tugu mengalami tiga kali perombakan karena hancur. Terakhir, gereja dibangun oleh tuan tanah Belanda, Justinus van der Vinch pada 1747. Gereja tersebut masih digunakan sebagai tempat beribadah masyarakat Tugu dan sekitarnya.

Tradisi Mandi-Mandi

Kebudayaan yang masih dipertahankan masyarakat Kampung Tugu adalah tradisi mandi-mandi. Tradisi ini merupakan kegiatan awal tahun untuk membersihkan diri dengan saling memaafkan. Biasanya, tradisi mandi-mandi dilaksanakan sekitar seminggu setelah perayaan tahun baru.

Melansir dari dinasikebudayaan.jakarta.go.id, tradisi ini diawali dengan mencorengkan bedak cair ke wajah salah satu peserta oleh ketua kelompok Mardjikers—sebutan untuk warga keturunan Portugis di Kampung Tugu.

Barulah setelah itu, semua peserta boleh mencorengkan bedak di wajah satu sama lain. Pelaksanaan tradisi ini dimeriahkan oleh pertunjukan tari dan musik keroncong Tugu.

Baca juga: Matraman, Kecamatan Kecil yang Punya Sejarah Panjang

Bahasa Kreol Tugu

Warga Kampung Tugu memiliki bahasa sendiri bernama bahasa Kreol Tugu atau Kreol Portugis. Bahasa Kreol Tugu merupakan bahasa campuran Portugis dengan bahasa di sekitarnya. Mereka masih menggunakan bahasa ini sebagai bahasa ibu dan bahasa antarwarga di Kampung Tugu hingga pertengahan abad ke-20.

Bahasa Kreol Tugu memang sudah jarang digunakan, tetapi masih ada sebagai pengingat kebudayaan. Sejumlah kata seperti gatu (kucing), doidu (gila), dan kumi (makan) masih bisa dijumpai dalam lirik lagu keroncong Tugu.

“Meski sudah dinyatakan punah, bahasa Kreol Portugis tetap berfungsi untuk mempertahankan budaya dan identitas masyarakatnya,” ujar Arif Budiman, Peneliti Bahasa Portugis di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI), dikutip dari Kumparan.

Nama Portugis

Kampung Tugu sering disebut kampung toleransi karena membaur dengan warganya membaur dengan warga suku lain di Indonesia, antara lain Betawi, Ambon, Sunda, Batak, Jawa, dan lain sebagainya.

Meski begitu, keturunan mereka masih menggunakan marga atau nama belakang Portugis, seperti Andreas, Abraham, Cornelis, Michiels, Salomons, Saymons, dan Quiko.

Baca juga: Mengulik Sejarah Pos Indonesia, dari Batavia hingga Seluruh Indonesia

Keroncong Tugu

Dikisahkan, orang-orang Portugis di Kampung Tugu merasa bosan karena tidak ada hiburan. Mereka pun membuat alat musik dari batang kayu bulat dan dibentuk menyerupai gitar kecil bernama tapakkunyo—alat musik Portugis.

Saat dimainkan, gitar tersebut berbunyi ‘crong...crong...crong...’. Kemudian, orang Betawi berkata orang Kampung Tugu sedang bermain crang crong hingga namanya menjadi keroncong.

Beberapa kelompok musik yang melestarikan keroncong Tugu, antara lain grup Orkes Keroncong Cafrinho Tugu, Muda Mudi Cornelis, dan Krontjong Toegoe. Lagu yang masih eksis dimainkan keroncong Tugu, antara lain Durmer Durmir Neina atau Nina Bobo.

Musik keroncong Tugu ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada 2015.

Itulah sejumlah peninggalan Portugis di Kampung Tugu yang masih bisa Kawan temukan hingga saat ini. Kini kondisi Kampung Tugu semakin mengkhawatirkan karena terkurung kontainer raksasa. Andai dipromosikan dengan baik, Kampung Tugu bisa kembali bangkit sebagai tujuan wisata sejarah.

Referensi: Kompas.com | Kumparan

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

F
GI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini