Merebak Rasa dalam Rekam Jejak Gula Merah di Literatur Kesustraan Jawa

Merebak Rasa dalam Rekam Jejak Gula Merah di Literatur Kesustraan Jawa
info gambar utama

Ki Gono Gito yang merupakan penderes nira kelapa melakoni daulat Sunan Kalijaga untuk bertapa hingga tiba waktu Sang Sunan membangunkannya. Setelah sekian lama, Sang Sunan malah lupa dan membakar padang ilalang tempat bersemedi Ki Gono Gini.

Ketika api tersebut berkobar, Sunan Kalijaga teringat kepada Ki Gino Gito. Di sana sang penderes masih diam dalam semedinya, tak menghiraukan api yang membakar hangus punggungnya.

Dirinya baru meninggalkan semedinya ketika Sunan Kalijaga menemukan dan membangunkannya. Sunan Kalijaga kemudian membuka sebutir kelapa yang diubahnya menjadi enam tangkup emas berwujud gula kelapa yang jadi simbol rukun iman.

Gula Jawa dan Gula Aren, Si Manis yang Ternyata Berbeda

“Mulai sekarang, namamu Sunan Geseng,” ujar Sunan Kalijaga yang termuat dalam Serat Sestradisuhul koleksi Pura Pakualaman.

Menurut filolog Sri Ratna Saktimulya cerita itu bukan terkait dengan asal usul gula kelapa. Tetapi menjadi bukti bahwa penderes nira kelapa sudah ada sebelum masa Sunan Kalijaga dan menjadi simbol rukun iman.

“Namun, pentingnya gula jawa tampak dari pilihannya menempatkannya sebagai simbol Rukun Iman,” kata Saktimulya.

Tersebar dalam sastra

Helena Fransisca Nababan dalam Dari Nira Kelapa Merebak Rasa menjelaskan gula kelapa di Solo dan Yogyakarta lebih dikenal dengan gula jawa atau gula merah. Makanan ini telah dikenal dalam berbagai susastra Jawa.

“Pakem Tarugana yang ditulis Mas Ngabehi Prawira Sudira dan disalin oleh RM Jayengkusuma pada 1897 di sana juga termuat resep tradisional pembuatan gula kelapa,” tulisnya.

Sebelum Perjanjian Giyanti tahun 1755 yang memecah Mataram menjadi Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta, gula kelapa menjadi keseharian raja dan kawula. Catatan De Graaf menyebut Gunung Kidul jadi sentra industri gula kelapa pada abad 16.

Bahasa Jawa yang Kaya

Pada masa kini, gula kelapa dari Kabupaten Kulon Progo, menjadi primadona di pasar tradisional baik di Solo maupun Yogyakarta. Gelembung udara dari mendidihnya nira adalah napas keseharian kelurahan Hargorejo, Kecamatan Kokap, Kulon Progo.

Misalnya Kasinah yang mengusap gelung rambutnya dengan tangan kiri, sementara tangan kanan terus mengaduk nira kelapa yang tengah direbus. Begitu nira mendidih, Kasinah terus mengaduk supaya tak menggempal.

Setelah nira berubah menjadi cairan kental kecoklatan, dia menata belahan tempurung kelapa berjajar di para-para. Adonan nira matang yang panas coklat keemasan itu dia tuang ke dalam batok.

“Dari tiga hari memasak, saya bisa dapat 20 kg. Saya langsung menjual gula kelapa kepada pedagang besar. Saya dapat harga bagus,” ujarnya.

Warisan turun temurun

Dirinya mewarisi ilmu turun temurun cara membuat gula kelapa dari ayah dan kakeknya, almarhum Marto Dinomo dan Todikromo. Para penderes dan pemasak nira juga secara turun temurun memelihara relasinya dengan pengepul dan pedagang gula kelapa.

Setiap penderes dan pemasak nira memiliki beberapa pelanggan, keluarga pedagang atau pengepul yang sejak dahulu juga menjadi pelanggan gula kelapa. Salah satu contohnya keluarga Karto Wiyono.

Mereka kondang dengan merk dagang Wiyono Putro yang secara turun temurun berdagang gula kelapa produksi penderes dan pemasak nira dari Kokap. Kini usaha tersebut sudah diwariskan oleh generasi ketiga.

I La Galigo, Karya Sastra Terpanjang di Dunia dari Bugis

“Simbah sudah berjualan sejak saya kecil. Mungkin sebelum kemerdekaan. Dari simbah ke ibu saya, lalu sekarang saya meneruskan,” ujar Rini Wiyono Putro.

Rini menjelaskan bahwa gula kelapa dan gula pasir awalnya tak pernah satu belanga. Tetapi kini muncul gula kelapa bercampur gula pasir. Gula kelapa itu unik karena cenderung lebih keras dan solid dengan warna coklat terang.

“Peminatnya banyak. Gula kelapa bercampur gula pasir cenderung lebih manis sehingga takaran dalam masakan lebih sedikit,” paparnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini