Kisah di Balik Batu dengan Bekas Telapak Kaki di Pantai Malalayang yang Disambangi Jokowi

Kisah di Balik Batu dengan Bekas Telapak Kaki di Pantai Malalayang yang Disambangi Jokowi
info gambar utama

Pantai Malalayang adalah pantai yang memiliki kisah menarik. Di sana, terdapat sebuah batu dengan bekas telapak kaki yang menyimpan cerita.

Pada Jumat (20/1) lalu, Presiden Joko Widodo menyambangi Pantai Malalayang di Manado, Sulawesi Utara. Kedatangan Jokowi adalah dalam rangka meresmikan penataan kawasan Pantai Malalayang dan Ecotourism Village Bunaken.

Dalam Kunjungannya, Jokowi meminta kepada masyarakat agar senantiasa menjaga Pantai Malalayang dan Bunaken agar tetap bersih dan terawat.

"Yang pertama bahwa kawasan Pantai Malalayang dan Bunaken sudah hampir selesai kita benahi. Saya harapkan seluruh masyarakat di Manado khususnya dan Sulawesi Utara pada umumnya ikut menjaga kebersihan di sepanjang Pantai Malalayang yang telah kita perbaiki dan benahi ini," ujar Jokowi dalam pidatonya yang dikutip oleh Antara.

Pantai Malalayang adalah pantai yang terletak di bagian barat daya Kota Manado. Pantai tersebut baru saja dibenahi oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dengam biaya Rp65,48 miliar.

Kawan GNFI yang berasal dari luar Manado atau Sulawesi Utara mungkin ada yang belum tahu banyak tentang Pantai Malalayang. Namun ada satu hal menarik yang perlu diketahui dari Pantai Malalayang, yakni kisah mengenai keberadaan batu dengan bekas telapak kaki di sana.

Di Balik Reog Ponorogo, Ada Kisah Balutan Cinta dan Gigihnya Perlawanan

Kisah Batu Irana

Di pesisir Pantai Malalayang, teronggok batu setinggi sekitar satu meter. Sekilas tidak ada yang aneh dari batu itu. Namun jika diperhatikan lebih dekat, batu tersebut memiliki bekas telapak kaki.

Batu tersebut biasa disebut Batu Irana. Bukan sembarang batu, masyarakat lokal meyakini bahwa itu adalah tempat kaki leluhur mereka.

"Batu Irana merupakan bahasa Bantik yang artinya tanda telapak kaki dari leluhur Bantik dulu atas sebuah kejadian," ujar Dr Denny Sege, Ketua Aliansi Masyarakat Adat Bantik kepada Tribun Manado.

Alkisah dulu di Pantai Malalayang banyak terdapat batu dengan berbagai ukuran. Di sana, orang-orang Bantik juga biasa berjaga mengantisipasi datangnya musuh, di mana dua orang di antaranya yang ikut berjaga adalah Dotu Tumampasa dan Dotu Kaburo.

Dotu merupakan semacam gelar kehormatan di kalangan masyarakat Bantik yang merupakan subetnis Minahasa. Dotu dapat diartikan sebagai "Orang Keramat".

Dotu Tumampasa dan Dotu Kaburo berjaga sambil duduk di sebuah batu, sementara kaki mereka ditaruh di batu lain. Batu tempat menaruh kaki itulah yang saat ini dikenal sebagai Batu Irana.

Kini, Batu Irana menjadi daya tarik yang khas dari Pantai Malalayang. Jika Kawan GNFI datang ke sana, jangan lupa melihat langsung Batu Irana dari dekat!

Petik Laut Muncar, Tradisi Ungkapan Rasa Syukur Nelayan Banyuwangi Kepada Tuhan

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan A Reza lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel A Reza.

Terima kasih telah membaca sampai di sini