Kelezatan Rendang yang Menyebar Bersama Tradisi Rantau Minangkabau

Kelezatan Rendang yang Menyebar Bersama Tradisi Rantau Minangkabau
info gambar utama

Rendang merupakan kuliner yang mengembara bersama pemiliknya. Tradisi masyarakat Minangkabau, khususnya laki-laki yang diwajibkan untuk merantau membawa rendang bisa menjelajahi dunia.

Dimuat dari Kompas, konon sejak abad ke 6, masyarakat Minang telah menyebar ke mana-mana. Mochtar Naim dalam buku Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau mencatat pola perjalanan perantau Minang.

Dicatatnya para perantau ini bergerak dari pusat Minangkabau di Luhak Nan Tiga, yakni Tanah Datar, Agam, dan Lima Puluh Kota, ke sepanjang pesisir barat Sumatra dan daerah pesisir timur. Ada juga yang merantau hingga ke Negeri Sembilan, Malaysia.

“Ketika itu merantau masih dalam konteks mencari daerah koloni dan wilayah dagang,” tulis Mochtar.

Talempong, Alat Musik Kebanggaan Masyarakat Minangkabau yang Terus Lestari

Baru sekitar abad ke 16 hingga 20 Masehi, gelombang merantau berubah sifatnya menjadi individu. Hal ini seiring berkembangnya kota-kota di pesisir Sumatra. Apalagi, jelasnya, Belanda telah membangun jaringan jangan dan sarana komunikasi.

Karena itulah seiring migrasi orang Minang, rendang pun berdiaspora ke mana-mana. Buat orang Minang, rendang adalah elemen penting untuk bekal merantau di samping pengetahuan agama dan keterampilan silat.

“Orang tua itu, meski sedang tak punya uang, pasti berusaha membuatkan rendang untuk anaknya yang akan merantau. Tradisi itu sudah dikenal sejak orang mulai merantau,” kata Muhammad Nur, sejarawan dari Universitas Andalas, Padang.

Pengikat keakraban

Yarnis, asal Bukittinggi, setelah anaknya memilih untuk menuntut rutin mengirim rendang setiap bulannya. Baginya meski di Jakarta banyak warung Padang, tetap saja dirinya tak lupa mengirimkan rendang dan sambal lado dari kampung.

Dirinya juga masih mengingat ketika kuliah di Padang, ibunya juga rutin mengirimkan sambal lado, rendang, dan beras dari Bukittinggi, seminggu sekali. Hal ini menurutnya sudah kebiasaan masyarakat Minang.

“Rendang dan kiriman lainnya dititip ke sopir travel, itu sudah kebiasaan orang Minang,” katanya.

Esensi Rumah Gadang sebagai Simbol dalam Tradisi Merantau Minangkabau

Muhammad Nur menjelaskan bahwa rendang memiliki fungsi sosial sebagai pengikat keakraban dan tali silaturahmi. Belakangan, jelasnya, rendang pun memiliki fungsi tambahan yakni ekonomi.

Disebutkannya warung padang awalnya didirikan untuk melayani komunitas perantau yang kian banyak. Orang Minang di Jakarta, ucapnya, lebih suka memberi nama warung Padang daripada warung Minang karena Padang adalah ibu kota dan lebih mudah diingat.

“Selain tempat makan, warung ketika itu juga berfungsi sebagai tempat penampungan sementara para perantau yang baru datang. Mereka makan dan bantu-bantu di situ hingga mendapatkan pekerjaan lain,” ucapnya.

Terus menyebar

Ternyata seiring waktu, masakan Minang banyak disukai oleh orang dari etnis lain. Warung Padang kemudian berkembang dan menyebar. Di Jakarta saja, Warung Padang bisa ditemui di hampir seluruh pasar, ruas jalan, tikungan dan perempatan.

Semakin jauh orang Minang merantau, akan semakin luas pula diaspora makanan Minang. Pasalnya di antara parantau ada saja yang akhirnya berinisiatif membuka warung makan Padang di daerah tempat tinggalnya.

Contohnya adalah Arfianto Wismar Bachtiar yang sudah tinggal di Qatar sejak tahun 2000. Dirinya awalnya datang ke Qatar untuk bekerja di perusahaan minyak. Tetapi belakangan dirinya malah membuka Restoran Minang Indonesia di Doha.

Kurambiak, Senjata Minangkabau Paling Mematikan Berbentuk Cakar Harimau

“Pelanggan kami 85 persen orang Indonesia, sisanya orang asing. Ada pelanggan kami orang Belanda yang sangat suka rendang dan sambal petai,” katanya.

Selain itu ada juga Resto Nusa Dua milik Firdaus Ahmad dan Usya Soehardjo yang berada di Kawasan Soho, London. Mereka menyajikan rendang di samping menu masakan Nusantara lainnya.

Usya menyatakan banyak orang kulit putih yang menyukai rendang olahan restonya, salah satunya karena cita rasa pedasnya yang otentik. Dirinya menyebut banyak yang baru pertama kali mengenal cita rasa rendang di restonya.

“Gara-gara makan rendang, beberapa di antara pelanggannya berkunjung ke Indonesia,” ucapnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini