Masyarakat Minang dalam Tradisi Makan Daging yang Jadi Simbol Sosial

Masyarakat Minang dalam Tradisi Makan Daging yang Jadi Simbol Sosial
info gambar utama

Pada setiap perhelatan adat, rendang selalu menjadi sajian utama dalam tradisi keagamaan. Setiap menjelang Ramadhan, orang Minang berlomba-lomba membeli daging untuk membuat rendang.

Dimuat dari Kompas, rendang yang dibuat masyarakat sebagian dibagikan untuk kerabat atau dibawa ke masjid untuk dimakan bersama. Hal inilah yang dilakukan oleh Eva yang menurunkan tampah, tampak piring-piring berisi rendang ayam, nasi, dan telur balado.

“Makanan itu akan dimakan bersama-sama setelah acara mendoa atau berdoa menghaturkan rasa syukur kepada Allah SWT,” ucapnya.

Sejarawan dari Universitas Andalas, Padang, Muhammad Nur menjelaskan setiap lebaran istrinya setidaknya memasak 30 kilogram rendang. Rendang akan disuguhkan bagi para tamu, dikirim kepada kerabat di rantau atau sebagai oleh-oleh.

Kelezatan Rendang yang Menyebar Bersama Tradisi Rantau Minangkabau

“Orang akan merasa malu dan sedih kalau tidak masak rendang. Kalau ketahuan ada sebuah keluarga tidak bisa masak rendang. pasti ada bantuan untuk keluarga itu. Pasti ada saja yang akan memberi daging,” ujarnya.

Yusna, konsumen pasar kaget di Padang menyebut masyarakat Minang bagaimanapun caranya harus membeli daging. Biasanya orang tua laki-laki membelikan daging dan menyuruh anaknya membawa ke rumah mertuanya.

Bahkan menurutnya, bila keluarga laki-laki kurang mampu, mertua pun tak habis akal. Diselipkannya uang pembeli daging secara diam-diam ke kantong menantunya. Sekali lagi konsepnya adalah menjaga martabat keluarga.

“Konsepnya bersilaturahmi dan menjaga martabat keluarga. Kadang mertua bilang, kalau tidak ada daging, bawalah rantang (meski kosong) supaya terlihat ada pemberian ke mertua,” ujarnya.

Minang yang suka daging

Berdasarkan laporan Belanda pada abad ke 19 menyebutkan bahwa orang Minang merupakan pengkonsumsi daging tertinggi di Nusantara. Laporan yang sangat mengejutkan karena Anthony Reid menyebut orang-orang di Asia Tenggara sedikit konsumsi daging.

“Hal ini ada kaitannya dengan kondisi geografis Asia Tenggara yang sebagian besar tertutup hutan nan rapat sehingga tidak memungkinkan munculnya tradisi menggembalakan ternak,” tulisnya dalam Asia Tenggara dalam Kurun Waktu 1450-1680.

Talempong, Alat Musik Kebanggaan Masyarakat Minangkabau yang Terus Lestari

Tetapi, mengapa orang Minangkabau memiliki tradisi makan besar dengan hidangan berupa daging? Dijelaskan oleh Zaenal Arifin, antropolog dari Universitas Andalas menyatakan buat masyarakat petani, daging jadi bahan yang langka.

Karena itu makanan dari bahan daging menjadi jenis makanan bergengsi. Tidak heran, jelasnya pada peristiwa-peristiwa penting, hewan dikorbankan. Semakin penting upacaranya, semakin langka hewan yang dikorbankan.

“Dalam setiap upacara jenis makanan olahan dari daging tidak saja sekadar santapan belaka. Namun juga menjadi identitas seseorang,” tulisnya dalam Makanan sebagai Simbol Budaya.

Simbol identitas

Hal senada disampaikan oleh antropolog dari Universitas Andalas, Nusyirwan Effendi menyebut dikalangan masyarakat Minang, daging dan olahannya seperti rendang menjadi penanda status sosial.

“Itu untuk melegitimasi kesahihan penghulu. Semua hewan yang dipotong itu dibikin rendang dan dibagikan ke masyarakat dalam acara makan bersama,” katanya.

Reid menjelaskan bahwa tradisi makan daging dalam perhelatan adat sebenarnya tersebar hampir di seluruh wilayah Asia Tenggara. Makan daging, katanya merupakan bagian dari ritus penting yang ditandai dengan pengorbanan hewan.

Esensi Rumah Gadang sebagai Simbol dalam Tradisi Merantau Minangkabau

Momen itu, katanya, menjadi kesempatan bagi raja dan kaum bangsawan untuk memamerkan kebesarannya. Semakin banyak kerbau yang dipotong, semakin terhormat sosok tersebut.

“Itu untuk melegitimasi kesahihan penghulu. Semua hewan yang dipotong itu dibikin rendang dan dibagikan ke masyarakat dalam acara makan bersama,” paparnya.

Hingga kini, tradisi makan rendang sudah tidak lagi terikat dengan upacara. Kapan saja dan di mana saja, masyarakat Minang bisa memakan rendang. Karena itu, kapan saja dan di mana saja mereka bisa menunjukan status sosial dan kekuatan ekonomi.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini