Risalah Abadi dari Pulau Padaido untuk Menjaga Kelestarian Laut

Risalah Abadi dari Pulau Padaido untuk Menjaga Kelestarian Laut
info gambar utama

Meosmangguandi merupakan satu dari 32 daratan yang membentuk Padaido, sebuah gugusan pulau di perairan selatan Biak, Papua. Pulau dengan luas 14 kilometer ini dihuni oleh 84 keluarga.

Dimuat dari buku Tempo, masyarakat di Meosmangguandi tinggal rumah panggung yang masing-masing berjarak. Keindahan laut akan selalu terjadi setiap pagi, terutama saat meti atau air surut.

“Warga Meosmangguandi melihat laut sebagai sumber kehidupan. Tetapi gereja adalah tempat segala aturan tentang hidup berkiblat. Banyak kegiatan warga juga kerap dilakukan atas nama gereja,” papar Agoeng Wijaya dalam Lukisan Terakhir di Padaido.

Konservasi Tukik Untuk Pelestarian Ekosistem Laut

Menurut Agoeng, ketaatan warga itu pula yang menjadikan para pengurus gereja sebagai tumpuan dalam berbagai persoalan. Di sana, jelasnya, setiap aturan kampung harus disepakati bersama oleh pengurus kampung, pemangku adat, dan pengelola gereja.

Termasuk untuk menetapkan sasisen, bersamaan dengan perayaan 160 tahun masuknya Gereja Kristen Injil di tanah Papua, di dalam gereja, warga menyepakati jenis-jenis biota laut yang dilarang untuk diburu pada setiap tahun.

“Lewat gereja kami ingin warga patuh bahwa melindungi laut adalah perintah Tuhan,” kata Yunus Rumkorem.

Melindungi laut

Sejak 2003, warga Meosmangguandi telah menerapkan sasisen untuk lautan. Sebelumnya, peraturan ini dipakai untuk menjaga sumber daya alam di darat. Tradisi ini memang sudah lumrah di wilayah Timur Indonesia.

Sasisen terbagi menjadi dua macam, yakni larangan sementara diterapkan setahun sekali, tergantung seberapa sulit biota laut tertentu bisa ditemukan. Tetapi ada juga yang abadi, larangan menangkap biota laut tanpa batas waktu.

Misalnya di wilayah tanjung utara Meosmangguandi adalah kawasan sasi abadi untuk terumbu karang. Di selatan pulau, tak jauh dari Tanjung Mambro, ada satu lokasi yang dijuluki In Pekem atau zona sasi abadi kakap merah.

Mengenal Darmawan Denassa, Pegiat Literasi Hayati dan Konservasi dari Gowa

“Warga Meosmangguandi juga menerapkan sasi abadi untuk penggunaan alat penangkap yang tak ramah lingkungan. Pukat harimau, bahan peledak, dan berbagai ramuan racun dari akar-akaran termasuk yang diharamkan.” paparnya.

Yunus, kepala jemaat Meosmangguandi adalah yang pertama kali menerapkan sasisen terhadap bom ikan di gereja pada 2003. Menurutnya sasisen sebenarnya telah lama diterapkan di laut Meosmangguandi.

Dirinya masih ingat ketika kecil, sekitar enam dekade lalu, ayahnya kerap melarangnya berburu biota laut seperti lola, pea-pea, dan pea bulan yang waktu itu dihargai mahal oleh pedagang dari Buton dan China.

“Kami menunggu panen agar bisa dijual dalam jumlah banyak, ketika kapal pedagang datang,” ujarnya.

Laut yang disakralkan

Masyarakat Meosmangguandi memang tak berani berbuat onar di laut, hal ini karena kepercayaan keberadaan faknik, hantu yang bersembunyi di bawah laut. Tetapi memang seiring berjalannya waktu kepercayaan tersebut hilang.

Pada saat bersamaan, masyarakat mulai menguasai teknik membuat bom ikan sederhana. Bubuk bahan peledak mudah ditemukan dari sisa bom dan ranjau peninggalan Perang Dunia II di perairan sekitar Pulau Nusi, Auki dan Owi.

Prasasti Katiden, Bukti Penegakan Konservasi Alam pada Era Majapahit

Ketiga pulau tersebut merupakan gugusan terdepan Kepulauan Padaido yang sekitar 75 tahun lalu menjadi markas tentara Sekutu. Dirinya memperkirakan kebiasaan membuat dan melempar bom ikan mulai marak pada tahun 1960-an.

“Saat itu kami masih di zaman kegelapan,” katanya.

Tetapi kini, jelas Yunus, mereka tak lagi mendengar dentuman bom ikan. Pulau Padaido pun bisa menjadi tempat wisata yang indah. Selain biota laut, di sana juga terdapat gua-gua peninggalan tentara Jepang dan dermaga peninggalan tentara Sekutu.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini