Tradisi Pacu Jawi: Adu Kecepatan Sapi untuk Menaikkan Harga Jual

Tradisi Pacu Jawi: Adu Kecepatan Sapi untuk Menaikkan Harga Jual
info gambar utama

Arena pacu jawi di Nagari Sungai Tarab, Kabupaten Tanah Datar selalu ramai dengan para pengunjung. Suara talempong yang dimainkan oleh sejumlah lelaki tua memeriahkan acara yang sudah ramai penonton tersebut.

Febrianti dalam Berlari Mengejar Harga Tinggi terbitan Tempo menyebut biasanya acara tersebut dilakukan di bekas sawah berukuran empat hektare yang datar dan telah dipanen. Di sana akan jadi arena pacuan sapi, ada juga pasar dadakan, dan panjat pinang.

“Orang Minang menyebut sapi: jawi, jadi acara pacu sapi ini dinamai pacu jawi,” tulisnya.

asyarakat Minang dalam Tradisi Makan Daging yang Jadi Simbol Sosial

Sebelum acara di mulai, jelasnya, para perempuan beserta istri pemilik sapi yang akan ikut berpacu datang ke lokasi sejak pagi. Mereka membawa talam (tampah) yang ditutupi penuh hiasan dan diisi pisang, makanan kecil, serta minuman kopi daun.

Minuman itu disediakan untuk tetua adat yang akan membuka acara pacu jawi. Kopi daun adalah minuman tradisional khas Tanah Datar dan sekitarnya, yang terbuat dari daun kopi yang dikeringkan.

Sementara itu, ucap Febrianti, para lelaki akan menemai sapi mereka di dekat arena pacuan. Ada ratusan ekor sapi yang ditambatkan dengan tali yang akan ikut bertanding pada tengah hari.

Sudah ada sejak zaman Belanda

Disebutkannya, tradisi ini dilaksanakan seusai panen hingga sawah ditanam kembali. Lima tahun terakhir, pacu jawi di Tanah Datar dikategorikan sebagai kegiatan olahraga tradisional yang diselenggarakan secara bergilir.

“Pacu jawi ini sudah ada sejak dulu, bahkan sebelum Belanda datang. Ini alek nagari seusai panen padi. Tempat pacu jawi ini juga menjadi balai (pasar) karena dulu tidak ada pasar,” kata Chairul Fahmi, warga Nagari Pariangan.

Menurutnya, meski namanya adalah pacu, sebenarnya kegiatan ini bukan lomba adu kecepatan sapi. Juga bukan untuk penjurian karena tidak ada yang kalah dan menang. Di sana hanya memperlihatkan ketangkasan dua ekor sapi.

Kelezatan Rendang yang Menyebar Bersama Tradisi Rantau Minangkabau

Dijelaskannya acara tersebut memiliki tujuan lain yakni bisnis harga sapi. Sapi yang ikut dalam pacuan akan terkatrol harganya hingga empat kali lipat jika berhasil berpacu dengan sempurna, berlari lurus dengan kekuatan penuh hingga akhir, hal yang cukup sulit.

“Jawi saya bernama Dewa dibeli orang Rp15 juta karena selalu bagus saat pacu. Padahal saya beli hanya Rp7 juta enam bulan sebelumnya,” kata Chairul.

Seekor sapi yang bagus saat pacu jawi bisa terjual hingga Rp20 juta. Padahal harga pasarannya paling mahal Rp7 juta. Sapi yang ikut berpacu biasanya sapi jantan seukuran dengan sapi pedaling dengan usia 2-13 tahun.

“Penonton di pematang pinggir lapangan akan melihat langsung mana sapi yang bagus dan dianggap juara, lalu harganya naik. Memiliki sapi jagoan yang diketahui semua orang adalah kebanggaan bagi orang berduit di kampung ini, karena itu mereka sanggup beli mahal,” jelas Chairul memparkan

Acara pacu jawi

Chairul menjelaskan pada masa lalu, agar bisa mengadakan acara pacu jawi di satu nagari, para buruh tani melakukan iuran. Sapi-sapi dari tiga nagari lainnya dibawa berjalan kaki hingga semalaman menuju tempat bertanding, karena lokasinya berjarak 50 km.

“Sekarang pelaksanaan acara ini sudah dibantu Dinas Pariwisata Pemerintah Kabupaten Tanah Datar. Kalau mau mengadakan, kita tinggal minta biaya, sehingga sapi dari nagari lain yang jauh juga bisa dibawa dengan truk,” paparnya.

Sapi yang akan bertanding akan diberi nama unik, ada dewa, merica, senter, hingga cemeti. Nama-nama ini memiliki pesan dari para pemiliknya. Tetapi ada juga yang unik seperti Martabak Mesir Roti Cane, sesuai nama usaha pemiliknya.

empong, Alat Musik Kebanggaan Masyarakat Minangkabau yang Terus Lestari

“Sapi saya, walaupun kecil, dia hebat, larinya kencang, jadi saya kasih nama Merica. Kalau ada yang mau beli Rp15 juta saya lepas, karena dia sudah sering juara,” kata Justin, warga Kyoto Hi Liang.

Acara kemudian dimulai dengan menampilkan sapi tuan rumah. Tetapi seringkali keributan kecil karena sapi-sapi sulit diatur. Di sinilah peran joki untuk mengendalikan sapi dengan menarik dan menggigit salah satu ekor sapi.

Tetapi ada juga gigitan joki yang tidak mempan sehingga sapi akan berlari ke arah penonton. Soal joki yang menggigit ekor sapi sudah menjadi tradisi dalam pertandingan pacu jawi.

“Ini sudah biasa, sudah menjadi tradisi, apalagi sehari-hari saya main dengan jawi itu saat membajak sawah. Menggigit ekornya itu pun kalau terpaksa, biasanya agar lari kencang. Saya hanya menarik ekornya, tapi kalau salah satu sapi saja yang lari kencang, terpaksa saya gigit ekor sapi salah satunya lagi agar larinya sama.” kata Yoyon.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini